Archive for Jungjawa.com Oktober 2016


Sedikit kepo dan diracuni oleh Udafanz, saya mencoba melirik-lirik kamera aksi untuk segera dipinang. Puas lirik-lirik dan baca review sana-sini, maka jadilah 'checkout' dengan Xiaomi Yi 4K.

Fyi aja sih, untuk Yi 4K sendiri ada dua versi. Versi internasional dengan based bahasa Inggris dan versi China dengan bahasa mandarin (versi bahasa Indonesia mana ya?). Nah, soal harga, keduanya dibanderol dengan harga yang berbeda pula.

Versi internasional sedikit lebih mahal. Ya, worth it lah daripada harus belajar bahasa mandarin atau repot setting firmware internasional. Selain ribet, ntar malah jadi pusing sendiri. Ya wis lah.

Sebenarnya ini bukan review ya, sudah sesuai dengan judul di atas. Bukan review. Hanya impresi pertama. Bukan juga unboxing, karena udah keluar kotak dan nggak kepikiran buat ngerekam. Sing penting dinggo dan dicoba hasile koyo piye. Yha tho? Pokok e joss guandoz!

Boleh dibilang, Xiaomi Yi 4K memang benar-benar GoPro killer. Terutama 'membunuh' GoPro Hero 4. Seperti ulasan saya sebelumnya, secara spesifikasi memang boleh di adu. Namun ada yang kurang. Seperti saturasi warna yang 'kurang dapet'.


Tapi, boleh editing sedikit, hasilnya tetap maksimal kok. Review Yi 4K di situs lain pun cukup positif. Perkara foto underwater, saya belum sempat mencoba. Mungkin next post bisa deh diulas lagi.

yi-4k-lensa-fish-eye

Kelengkungan lensa sendiri sudah lumayan oke menurut saya, cuman ada sedikit perbedaan saat tertampil di LCD dan ketika di transfer ke PC/Laptop. Fitur EIS untuk stabilizer juga lumayan oke. Kemudian untuk resolusi, nah ini yang sedikit bermasalah ketika saya mencoba untuk memahami UI-nya pertama kali. Cukup sulit untuk memilih setting terbaik di antara banyaknya mode pilihan.

Fitur lain yang ingin saya coba adalah timelapse. Bagaimana kinerja baterai 1400mAh mampu mengakomodasinya. Saran saya, jika kamu tertarik untuk membeli Yi 4K ini, lebih baik sekalian satu paket dengan extra battery. Supaya apa? Ya biar kalo travelling enggak harus colok-colok power bank dong ya.



Low lightnya cukup memuaskan, meskipun saya harus menggunakan shutterspeed paling rendah. Tapi, dengan budget 'cukup mahal', ya worth it lah. Enggak jauh-jauh banget dengan merek sebelah alias GoPro.


Last, upgrade action cam yang cukup brilian dari Xiaomi. Dengan banderol harga cukup ediyan, Yi 4K bisa disandingkan dengan merek lain, bahkan bisa dibilang 90% GoPro Hero 4 killer (100% jika external audio juga diikutsertakan). Oh iya, minus untuk audio juga sih.
blogging-tanpa-peduli-konten


Jika dihadapkan pada sebuah etalase produk dengan banyak sekali pilihan dan sedikit pilihan, mana yang akan kamu pilih? Sebagian besar mungkin akan memilih etalase produk dengan bermacam-macam variasi.

Sederhananya, hal ini terjadi ketika kita memilih sebuah toko untuk berbelanja. Wajar jika memilih toko yang memiliki berbagai produk dari banyak brand. Sedangkan toko sebelah, hanya menampilkan dari satu brand saja. Kalau saya, lebih banyak pilihan akan lebih baik. Ada keleluasaan di dalamnya.

Sama halnya ketika hal ini diterapkan pada aktivitas blogging. Kuantitas dari konten lebih baik daripada konten itu sendiri. Wait... Biasanya kan kualitas lebih penting, ini kok kuantitas?

Sebuah blog dengan tujuan awal untuk dimonetisasi melalui ads (oke, saya beri model monetisasi berupa ads karena ini yang paling gampang dicerna) akan mengejar kuantitas trafik, bukan kualitas trafik.

Kuantitas trafik dapat dilihat dari jumlah view halaman, bounce rate, sessions, unique visitor dan lain sebagainya yang dapat 'diukur'. Kalau ngeblog dengan tujuan cari duit (ya, tujuan nyari duit enggak salah kok), tentu jumlah trafik menjadi pengaruh besar untuk memperbaiki kualitas blog kita.

Sebuah blog MFA (Made for Ads) akan berusaha untuk menaikkan trafik kunjungan yang akan berimbas pada ranking Alexa dengan cara apapun. Termasuk memperbaiki nilai Domain Authority, Page Authority dan ujung-ujungnya balik lagi ke SEO. Namun ada yang aneh di sini. Saya tidak akan membahasnya sekarang, mungkin di lain waktu. Jika kamu jeli, mungkin akan tau ke mana arah pembahasan saya.

Increase your traffic

Sejauh pengamatan saya, menaikkan trafik banyak bergantung pada kuantitas blog post tersebut. Sebuah aktifitas blogging tanpa harus berbicara kualitas konten. Mengapa kuantitas lebih penting daripada kualitas? Kembali lagi ke perumpaan etalase toko tadi. Seperti itulah.

Rajin menulis (walaupun random dan cuman sedikit), dapat menaikkan trafik dan ranking. Seriously. Percaya atau enggak, saya pernah mengetahui hitungan kasar sebuah blog dengan 4 artikel baru setiap harinya. Sebuah blog dengan niche yang sangat segmented tersebut mampu mendapatkan trafik sebesar 3 juta page view per bulan.

Bahkan ketika blog tersebut update artikel, kontennya langsung viral. Bagaimana bisa? Secara kedalaman artikel, konten blog tersebut biasa saja. Namun, ada hal yang dikemas secara cerdas. Bahasa yang digunakan cukup renyah dan mudah dicerna, bahkan orang awam sekalipun. Selain itu, blog tersebut memiliki fresh content yang dicari oleh banyak orang.

Saya tidak sedang melakukan brainwash loh ya. Ndak gitu. Kualitas konten itu juga penting. Sebuah basic fundamental yang ada melalui kualitas konten bisa dikembangkan lagi lebih dalam. Ada masa di mana trafik blog kita naik secara signifikan pada waktu tertentu. Bukan perkara mitos atau hal gaib lainnya, tapi ya konten kita sedang 'mendadak' banyak dicari orang.

Konsisten ngeblog? Susah sih


Konsisten ngeblog itu sulit, apalagi kalau enggak tau caranya. Lebih sulit lagi jika memiliki branding diri. Tulisannya ndak bisa sembarangan. Tapi, persetan dengan kualitas konten, jika trafik yang dikejar, kuantitas konten boleh dicoba. Lha kalo blognya sudah jarang update, kualitas konten juga kurang begitu dalam, mau trafik dari mana? Spider? Robot?

Take it all easy, bro. Jangan terlalu dipikir berlebihan. Mau blogging dengan kualitas atau kuantitas, itu pilihan. Ndak bisa dipaksakan. Sudah dewasa dan tau mana yang pantas dan tidak, kan? Be wise not only for yourself, but also for the others. Ngopi dulu, biar ndak sepaneng.



Header image credit: pexels.com


Belakangan, saya sering sekali blogwalking. Entah hanya sekadar mencari bahan bacaan maupun iseng membaca tulisan yang random. Terakhir, saya jadi tahu tentang Aeroterrascan. Sebuah project ambisius dan menarik sekali untuk dibahas (mungkin next time saya akan membahasnya, ingatkan saya).

Urusan blogwalking juga bukan perkara mudah. Apakah harus pilih-pilih bahan bacaan? Tidak. Justru jika menemui sebuah artikel content placement maupun job review, saya menjadi sangat antusias. Tertarik sekali bagaimana blog tersebut mengemas sebuah artikel bersponsor dengan luwes.
Namun, tak jarang pula blogwalking membuat saya sakit hati tak berkesudahan. Sekaligus saya ingin menjerit dan mengumpat sejadi-jadinya. Marah? Mungkin iya. I'm so sorry for this.

Sumber dari Google

Ya, kegiatan blogwalking saya sering kali terhenti ketika membaca sebuah caption di bawah gambar, "Sumber dari Google". Sialnya, saya sering membaca ketika makan, minum es teh maupun nyeruput kuah rujak. Coba tebak, apa yang terjadi? Tersedak!

Percaya atau tidak, kelakuan tim #SumberDariGoogle banyak membuat saya geli, heran, kagum dan sekaligus terkejut. Apakah mencari sumber gambar sesulit itukah? Atau jangan-jangan Google membuatnya menjadi lebih mudah dengan adanya Penelusuran Gambar?

Okay, first of all, saya berpikir positif bahwa "Sumber dari Google" digunakan oleh mereka yang baru saja berhasil menulis di internet, khususnya blog. Mengapa demikian? Ketidaktahuan. Ya, semuanya butuh proses. Mulai dari bawah sebagai proses pendewasaan.

Saya juga demikian, pernah melakukan tindakan tidak terpuji dengan menulis "Sumber dari Google". Tapi, sudahlah, saatnya berdamai dengan masa lalu. Kemudian #terusbelajar untuk memperbaiki kesalahan.

So blogging about this! via warriorwriters.wordpress.com


Hak cipta dari sebuah konten berupa gambar yang dicari melalui hasil penelusuran Google bukanlah milik Google. Layanan pencarian ini hanya menampilkannya saja. Bukan memiliki.

Pemegang hak cipta tetaplah website atau blog yang bersangkutan. Sudah selayaknya "Sumber dari Google" kita buang jauh-jauh. Bahkan kalau bisa, tidak usah sama sekali akan lebih baik.

Solusinya? Melek Referensi

Jika kesulitan menemukan gambar melalui Google, bisa menggunakan layanan free-license images. Banyak sekali, seperti Pixabay, Pexels, Gratisography, Kaboom Pics dan lain sebagainya. Sebelumnya saya pernah menuliskan tentang pencantuman gambar pada blog, mudah sekali.

Nah, semuanya sudah jelas dan gamblang tho? Kalo nulis artikel ya mbok sebisa mungkin bagus. Jelek ndak masalah, tapi #terusbelajar. Gitu sih.

Kan, blogger dekat dengan dunia referensi. Melek ya harus dong. Lha kalo nggak melek referensi, berarti masih merem. Yawis, gek ndang bangun. Sudah pagi, nanti rejekimu di pathok ayam lho.

iBlogMarket meluncurkan platform baru


Halo bro (dan juga sist). Ada berita penting nih terkait iBlogMarket, platform advertising untuk blogger. Kaget rasanya ketika mendapat notifikasi email kemarin sore. Sembari meracik artikel yang sudah tersusun rapi di draft, perasaan senang jadi tidak enak setelah membaca isi email tersebut.

Sembari kucek-kucek mata pertanda heran sekaligus bingung, saya mencoba menelaah isi email tersebut. Ternyata tidak salah lagi iBlogMarket tutup sementara waktu! Ealah, bakalan sepi job iki ceritane? Hehehe...

Mendapatkan informasi yang cukup penting ini, rasanya harus mulai berbenah diri. Setelah membaca keseluruhan isi email, gamblang sudah ceritanya. Pasalnya platform advertising untuk blogger ini sedang berbenah diri dengan meluncurkan sistem baru.

Email dari iBlogMarket


Jelas sudah, sistem yang disebut iBlogMarket versi 2016 ini terlihat lebih fresh. Gambar yang terlampir di email juga menunjukkan bahwa terdapat fitur baru yakni 'Circle'. Saya sendiri belum memiliki gambaran yang jelas akan hal ini.

iBlogMarket versi 2016

Sebuah fitur yang akan ditunggu-tunggu. Apakah hanya fitur tambahan atau sebagai fitur utama. Sebab, jika menelisik posisi penempatan menu di sebelah Advertiser dan Influencer, maka akan menimbulkan kebingungan. Apakah posisinya akan seperti Influencer atau Advertiser. Atau jangan-jangan untuk pengguna saling berhubungan. Entahlah.

Namun bisa sedikit ditebak (jika asumsikan dengan term pada Google+) bahwa iBlogMarket akan meluncurkan sebuah fitur social networking di dalam platform barunya tersebut. Lebih penting lagi, platform iBlogMarkot akan di-shutdown sementara pada hari Sabtu, 22 Oktober 2016. Wah, jaga-jaga yuk bro dan sist!

Jelasnya, dari email pemberitahuan tersebut seluruh sistem akan migrasi ke platform yang baru. Namanya juga migrasi loh bro-sist, kekhawatiran hal-hal yang akan bermasalah pun muncul. Makanya, lebih baik sekarang (bagi pengguna iBlogMarket) segera melakukan backup manual. Buat jaga-jaga saja jika ada hal bermasalah, kita masih memiliki data cadangan seperti jumlah deposit, aktifitas campaign maupun task yang sudah dijalankan.

Soalnya nih, sistem ini memerlukan waktu lebih dari seminggu untuk 'on-air' lagi (tepatnya hampir dua minggu). Platform ini akan bisa diakses kembali pada tanggal 7 November 2016. Wah lama juga ya ternyata.

Last, jangan panik dan bingung loh bro-sist. Ini cuman email pemberitahuan. Jadi ndak perlu baper, kangen mantan apalagi sampe mager. Informasinya sudah jelas dan gamblang tho. Ya, semoga platform baru bisa lebih memberi nilai positif. Harapan Jungjawa.com cuman satu. Semoga kualitas advertising blogger akan lebih baik lagi. Semoga saja. Amin.
sidang tugas akhir itu gampang! ini caranya


Oke, tulisan ini tidak bermaksud untuk merendahkan, satire atau pun sarkas. Tantangan apapun itu harus dihadapi. Namanya juga hidup.

...

Pertama, saya percaya bahwa mahasiswa memiliki pandangan terdepan dalam hal memahami problematika yang ada. Tak terkecuali sebuah tantangan akhir dalam menyusun skripsi atau tugas akhir.

Sayangnya, masih banyak yang khawatir menghadapi serangan fajar berupa sidang di akhir masa perkuliahan. Entah memang tidak begitu memahami atau bawaan sejak lahir. Bayangkan saja, jika ada sarjana bisnis namun tidak memiliki kapabilitas yang memadai dalam bidang bisnis, wajar jika ia akan merasa was-was menghadapi sidang tugas akhir. Apakah mereka bisa disebut sarjana gagal? Saya harap tidak.

Kuliah dengan jumlah semester mencapai dua digit membuat saya menyadari bahwa pendidikan di kampus itu sangatlah penting. Tentang sebuah pembelajaran baik secara teknis atau non-teknis. Melakukan studi di bawah institusi untuk menuntut ilmu. Setidaknya, setiap mahasiswa memiliki kesempatan terbaik untuk mendapatkan kompetensi dan kapabilitas yang memadai.

Momok yang paling menyebalkan adalah tugas akhir dan skripsi. Sebuah target sekaligus tantangan akhir bagi seorang mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana. Kemudian, setelah berbulan-bulan (bahkan ada yang sampai hitungan tahun) mengerjakan skripsi, pembuktian terakhir pun segera dilaksanakan.

Sebuah sidang yang harus dipertahankan di depan dosen penguji. Hasil dari tugas akhir yang dikerjakan akhirnya selesai juga dan harus dipertanggungjawabkan. Sehingga, muncul pertanyaan "Bagaimana menghadapi sidang tugas akhir dengan lancar?"

Stay calm. Sleep well.

Oke, ini adalah komponen utama sebagai kunci sukses menghadapi sidang tugas akhir. Jangan panik dan milikilah waktu istirahat yang cukup. Eh, ngomong-ngomong saya menyimpulkan hal ini dari pengalaman teman-teman loh ya. Kalau saya sendiri sudah cukup puas melihat mereka disidang. Hehehe...

tidur-untuk-keberhasilan-sidang-skripsi
Go to bed right now. Please... via  newbornhub.com


Istirahat yang cukup merupakan kunci dasar sebuah kesuksesan. Genderang perang boleh saja sudah ditabuh. Namun, tenang dalam pikiran dan perbuatan adalah wajib hukumnya. Tidak boleh ditawar!

Maka, menenangkan diri adalah polemik tersendiri. Terutama untuk tidur nyenyak malam sebelum perang tiba. Ada baiknya mengetahui terlebih dahulu bagaimana tidur yang baik. Kenikmatan tidur adalah koentji.

Jangan mudah sakit hati

Sebuah pertanyaan "Kapan lulus" tentu sangat kurang ajar sekali jika dihadapkan pada mahasiswa yang jelas-jelas akan sidang tugas akhir esok paginya. Entah si penanya memang kurang bisa memahami situasi dan kondisi atau passion bawaan sejak lahir.
Everything gonna be okay - via yantinainggolan.wordpress.com


Saya memahami perasaan seseorang yang akan menghadapi sidang tugas akhir. Tidak mudah memang. Bahkan, sentilan sentilun kecil bisa berujung baper. Jika ingin dilanjutkan, lebih baik menyanyi saja.

Sakitnya tuh di sini di tugas akh... (ah embuh!)

Percaya diri ketika manggung

Kunci sukses membawakan diri saat sidang adalah memiliki rasa percaya diri yang sempurna. Bagaimanakah percaya diri yang baik? Ya, tidak lebih tidak kurang. Kombinasinya harus pas layaknya penggabungan antara perjalanan menggunakan bus dan irama dangdut pantura.

apapun resikonya tetap bangga dan percaya
Percaya diri saja! via colinhiles.com


Ketika berada di panggung presentasi, jangan mudah gugup. Usahakan menatap mata dosen penguji. Tapi sebentar, bukan mata kaki apalagi mata batin. Plis deh.

Akan lebih baik jika kamu mampu menguasai setiap elemen dalam tugas akhirmu. Baik itu elemen api, tanah, udara, maupun air. Eh, itu elemen avatar ya. Hehehe...

Presentasi yang baik akan membawa kebahagiaan abadi. Jangan lupa untuk membuat background presentasi yang cukup kontras dengan konten yang dibawakan. Jika kesulitan, mungkin kamu perlu tahu bagaimana caranya membuat background untuk presentasi yang baik.
Jadi gini, fokus utama membawakan presentasi sidang tugas akhir adalah sebuah ujian kompetensi bagaimana penguasaan elemen pokok dari penelitian yang kita kerjaan. Jadi, apapun pertanyaan dosen penguji, jawablah dengan yakin dan sesingkat-singkatnya. Semangat, Bung!

Hati-hati. Jangan neko-neko

Yakinkan dirimu untuk menghadapi sidang tugas akhir dengan lancar. Apapun resikonya, kamu harus yakin. Tentu saja dibarengi dengan persiapan yang matang.

Jangan gegabah dengan begadang semalam suntuk untuk belajar. Ada baiknya kamu tidur lebih awal. Matikan semua notifikasi grup di smartphone kamu. Jangan neko-neko dengan bermain game Werewolf di Telegram hingga larut malam.

Jika memungkinkan, keluarlah dari grup apapun atau matikan notifikasinya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir distraksi yang tentu saja akan sangat mengganggumu. 

Jaga perasaanmu

Sidang tugas akhir bukanlah perkara mudah. Sudah banyak pengalaman yang bercerita tentang seram dan horornya tantangan pamungkas ini. Membiarkan diri berbahagia tentu menjadi sebuah pilihan mujarab.

Sesungguhnya, di dalam diri yang bahagia terdapat kebahagiaan yang haqiqi. Beidewei, kebahagiaan sejati adalah ketika kita mengerti akan arti bahagia yang sebenar-benarnya. Bukan berpura-pura bahagia atas cinta yang bertepuk sebelah tangan. Lah?

Yakinkan dirimu! Tegarkan perasaanmu! via uncletypewriter.com


Setidaknya, ada beberapa kesimpulan yang akhirnya saya dapat dari hasil pengamatan saya dalam beberapa peserta sidang tugas akhir:

  • Jangan gampang menyerah adalah kunci. Teruslah berlatih untuk mempersiapkan presentasi sidang tugas akhir dengan baik. Berjuang terus untuk hasil yang maksimal. Hormatilah proses, karena mengerjakan skripsi itu adalah hal yang menyenangkan.
  • Tataplah segalanya dengan keyakinan. Baik itu dosen maupun pertanyaannya. Mereka adalah bahan bakar untuk menyalakan api semangatmu!
  • Salah dan kalah itu adalah konsekuensi biasa. Bukan akhir segalanya. Menurut saya, yang penting adalah usahanya. Kalah tak menyerah, menang tak jumawa.
  • Hormati proses. Rasakan keberhasilan.
  • Berhenti mengeluh dan bersikaplah optimis. Berhentilah berpikir pesimis, mari berjuang bersama!



Header image credit: pixabay.com
pecel-yang-ingin-naik-kelas


Indonesia memiliki ragam kuliner yang menggugah selera. Siapa sangka, inisiatif dari sayuran yang mudah didapat seperti kacang panjang, kecambah, daun kemangi dan kerabat dekatnya mampu disajikan dengan nikmat.

Sudut emperan perkantoran hingga kantin sekolah, umumnya menyediakan menu ini. Di Solo, hampir setiap hari saya menyantapnya. Bahkan, jika boleh adu harga, modal 10.000 bisa untuk makan berdua (ini jika harga tarif parkir belum naik). Romantis sekaligus hemat dikantong. Siapa yang mampu menolaknya?

Bagi saya, pecel bukan perkara Madiun saja. Ada hal penting selain sejarah pecel yang banyak dicari oleh khayalak ramai. Salah satu keunikan yang membuat saya berpikir bahwa dipojokan Eropa sana, seorang bule akan meringis jika melihat Paijo makan salad dicampur dengan nasi.

Ya, saya pikir hanya orang Indonesia lah yang gila, mencampurkan salad dengan nasi atau lontong. Dari sana, terciptalah sebuah kombinasi dengan segudang manfaat. Lupakan dengan saran ahli gizi. Murah, kenyang dan mudah didapat adalah alasan utama.

Pecel itu merakyat lho, ndes!

Kalian yang seringkali makan hidangan ini tentu paham betul tentang rentang harga yang ditawarkan. Jika boleh membandingkannya dengan 'jajanan' cafe, pecel lebih murah dan ramah di kantong sampeyan.

Beidewei, bagi saya pecel menjadi makanan terenak setelah rendang. Akan tetapi, pecel lebih menyasar ke segmen pecinta hidup sehat tanpa kolesterol. Sebentar, cinta hidup sehat adalah alasan klise.

Sebab, kantong kering adalah masalah pelik. Mengapa? Karena walaupun makan pecel, gorengan adalah pendamping utama. Selain harganya yang terjangkau, kembali lagi ke tujuan awal, mengenyangkan perut. Persetan dengan kolesterol!

Sampeyan yang belum pernah mencoba pecel mungkin tidak butuh waktu yang lama untuk jatuh cinta dengan pecel. Kombinasi pecel paket lengkap dengan kembang turi, lamtoro dan peyek teri akan menggoyang lidah. Itu baru bicara hal pokok dalam pecel. Jika ditambahkan pelengkap seperti gorengan, telur dadar atau perkedel akan lain cerita. Lagi-lagi, kolesterol dan kawan-kawannya.

Dian Sastro mungkin akan mengumpat habis-habisan dan menaikkan alis sembari berbisik lirih "Kamu jahat" jika sampeyan ketahuan mengambil perkedel miliknya. Lantaran perkedel disisihkan untuk jadi hidangan penutup. Persis seperti masa kecil saya. Sing penak ki keri dewe dipangan.

Pak Bondan pun begitu, biasanya hanya bilang "Maknyos", akan mengubah jargon andalannya akibat rasa pedas dari sambel pecel yang sederhana. "Makjilak tenan!". Biasanya ia akan menanyakan resep bumbu hidangan yang disajikan. Namun, kali ini tidak. Ia akan menanyakan bagaimana mengawetkan bumbu pecel yang akan dibawa naik kelas menuju ibukota.

Sebenarnya kalo dipikir dengan nalar yang baik, apa yang disajikan oleh pecel ya bahan makanan yang sering dikonsumsi oleh kambing. Sehat sudah pasti. Murah dan mudah didapat itu wajib. Sebuah logika yang samar akan terlihat jelas bahwa kambing memberi contoh untuk hidup sehat.

Bagi saya, pecel bukan perkara kuliner saja. Namun amanat penyerahan diri kepada alam. Tentang kembalinya raga dan menikmati rasa dari Sang Kuasa. Pecel dapat dijadikan sebuah simbol tentang perlawanan. Rendah lemak itu keras, Bung!

Dalam periode sepuluh semester tapi belum jadi sarjana teknik, saya masih bermimpi. Bahwa, pecel bisa naik kelas dan Instagram-able. Kalo bisa mirip-mirip dibikin seperti kopi, ada filosofi pecel. Gitu. *eh ini kok gimana gitu ya~

Nah, sebenarnya jika saya menjelma menjadi hidangan pecel, saya tentu iri dengan kopi. Saya ndak mengerti apa salah pecel? Kurang ngehits? Ya, saya paham, diputus secara sepihak itu enggak enak. Perih. Makanya saya dukung Mbak Yuliana.

Jika sekarang coffe shop sudah mulai menjamur ibarat jamaah fesbukiah yang "menjamurkan" berita hoax. Saya juga bermimpi pecel bisa menjamur seantero negri ini. Menyebar menuju gang kecil. Melewati batas suku, etnis, ras dan agama. Bersatu kita pecel, bercerai kita menikmati gado-gado!

Mungkin pengusaha pecel harus mampu melihat pasar yang memiliki market share dengan porsi menjanjikan. Melakukan analisis sederhana tentang dedek-dedek gemes yang mungkin bisa dialihfungsikan sebagai duta pecel, seperti Dek Depari yang sudah jadi duta anti narkoba. Sangar tho?

Momentum restoran cepat saji juga bisa dijadikan solusi jitu memasarkan produk lokal ke pasar internasional. Bukankah menarik jika burger saus pecel dan pizza karamel pecel ikut naik di daftar menu?

Bahkan, saya iri dengan kuliner Nasi Padang yang populer seperti franchise modern dengan outlet tersebar ke pelosok desa. Sungguh, Nasi Padang mencuri start terlebih dahulu. Pecel tidak boleh tinggal diam! Serangan fajar balas dengan serangan gelap gulita!

Pecel seperti di anak tirikan oleh Nasi Padang. Seperti rasan-rasan mahasiswa di kampus saya, nasi padang yang katanya sederhana namun harganya tidak sesederhana nasi pecel. Lak ngapusi tho!

Pecel, peyek dan mahasiswa yang ingin segera lulus bukanlah omong kosong. Kiranya wajib untuk menjaga kesehatan melalui asupan nutrisi yang baik. Solusinya? Ya sego pecel.

Hubungannya dengan mahasiswa? Ya kalo pengen segera lulus, biasanya mencoba menulis pecel dengan serius.



Header image credit: wikipedia.org


Hello again, nice to meet you guys. Recently, I working on +Adri Adityo Wisnu cover book. Check out my illustration for Curtis Trio and The Secret of The Loch.

The owl is drawn in a sketch style. Sebenarnya, saya punya stok gambar hasil sketch iseng. Eh, ternyata kebetulan Adri memberi kabar tentang buku yang akan ia terbitkan. Yasudah, owl yang semula saya lakukan perbaikan.

Beberapa detail saya tambahkan dan dibarengi sedikit revisi dari Adri, ya jadilah Curtis Trio and The Secret of The Loch ini.

Oh iya, bukunya sudah terbit di NulisBuku.


 



Oh iya, beberapa hasil kerja saya yang mungkin rada-rada iseng sedikit:
Jika ingin sekadar melihat-lihat, bisa menuju halaman showcase dan profil saya. Beberapa hasil kerja mungkin tidak saya unggah di blog ini, sebab saya berusaha untuk menjaga privasi klien.

Kritik dan saran? Let me know on the comments box below.
sebuah-milestone-sederhana


Saya yakin, manusia memiliki rekam jejak dalam hidupnya. Memori masa kecil yang tak pernah terlupakan, hingga tempat favorit yang sering dikunjungi.

Masa kecil yang membuat kita memiliki berbagai cita-cita. Hanya dengan target sederhana dan menganggapnya sebagai pencapaian yang luar biasa. Awalnya, saya hanya menganggap remeh akan hal tersebut. Namun, saya salah, masa kecil mengajarkan kepada kita tentang arti sebuah pencapaian.

Tak terasa, sudah 3 tahun lamanya saya menulis dan menuangkan pemikiran di jungjawa.com. Sebuah aktivitas blogging yang nano-nano. Ada manis, asam, pahit dan lain sebagainya. Tidak masalah. Sebab blogging juga mengajarkan tentang kedewasaan.

Adakalanya saya terlihat idealis dan menggebu-gebu ketika menggunakan kata "gue" dan "loe". Tak lama kemudian, saya ditegur oleh Paijo.

"Ojo kemaki"

Saya terdiam.

Membuat saya menurunkan tempo dengan menggunakan kata "saya".

Paijo cukup sederhana dalam menemani dan menyunting tulisan saya. Bersama Paijo, saya berusaha memahami pola pikir yang kental dengan nurani dan belajar dari alam.

Selama tiga tahun menulis, saya selalu mempersetankan tentang metrik dalam blogging. Saya pikir, itu hanyalah omong kosong. Apakah saya salah? Ya, tentu saja. Jika saya ingin membeli kapal pesiar, maka mau tidak mau harus memiliki orientasi akan hal ini.

Kemudian, saya belajar menulis. Menyusun alur berpikir dan konsisten dengan pokok pemikiran yang dituliskan. Thanks to: +uni dzalika , +Mahadewi Sugiastuti Shaleh  and +Titi Iskandar.

buat-kamu-dari-sindoro
Maunya buat kalian! Bukan kamu aja. Hehehe...


Dari mereka saya banyak belajar. Tanpa mereka, mungkin saya masih terjerumus untuk menghabiskan waktu dengan mengeluh dan pesimis. I'm sorry to say.

Saya mencoba keluar dari zona nyaman. Bertemu dengan orang-orang baru dan mencoba belajar dari mereka yang 'rendah hati' membagikan ilmunya di linimasa sosial media. Baik itu Twitter maupun Facebook. Ada banyak hal yang tergores dalam jarak 2.0

Menolak pesimis dan berusaha untuk membuat target sederhana. Selama lima tahun, saya belajar itu semua. Tidak mudah untuk melakukan berbagai hal dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi, lelah dan keringat tak akan pernah mengkhianati.

Hari masih pagi, saya masih memiliki banyak target sederhana. Tapi, akan ada satu ketakutan dalam diri yang tak mungkin untuk disembunyikan.

Masihkah saya menulis?

Saya harus jujur, menulis adalah kegiatan yang menyenangkan. Seperti kata Firdaus Ramdhan, belajar menulis ya sama seperti belajar berbicara. Sedangkan membaca adalah pelengkap yang saling melengkapi.

Bagaimana jika saya tidak memiliki kesempatan untuk menulis lagi? Hal itu yang saya takutkan. Tentang sebuah pencapaian selama tiga tahun menulis dan lima tahun menyusun target yang seolah akan hilang sia-sia.

Oh, sebentar, target menulis dan menyusun tanggung jawab baru saja terlewati. Dengan waktu yang hampir bersamaan, saya menduga bahwa Tuhan mengerti dan mencoba kembali membuka mata saya, bahwa roda kehidupan itu berputar. Suatu saat, bisa saja kalah, namun bukan alasan yang cukup bijak untuk menyerah.

Kalah tak menyerah. Menang tak jumawa.

Selanjutnya, saya tetap ingin menulis. Entah sampai kapan, entah bagaimana caranya. Bagaimana jika saya menulis apapun yang saya sukai? Ya. Tepat sekali.

Tadi pagi, saya mencoba untuk berdamai dengan navbar blog ini. Sudah lama sekali ternyata saya tidak melanjutkan pengembangannya.

blog-membahas-computational-fluid-dynamics
Selamat datang CFD


Sebuah kategori topik baru yang muncul, CFD. Bukan, saya tidak berniat untuk menulis tentang acara pagi-pagi dijalanan. Enggak.

Saya ingin menulis tentang Computational Fluid Dynamic. Sebuah cabang ilmu turunan dari Mekanika Fluida dan analisis numerik.

Lalu, apakah saya akan berhenti membuat post dalam bentuk opini? Tidak, semuanya akan saya tuliskan di blog ini saja. Ibarat warung, itu hanyalah menu baru. Tidak lebih.

Tak salah pula jika pengunjung warung sederhana ini juga berniat mencobanya. Siapa tahu bisa cocok dan belajar bersama, bukan?

Tiba-tiba saya menjadi semangat menulis lagi. Oke, sebuah milestone sederhana. Tidak lebih dan tidak kurang, semoga tetap berdiri tegar. Good ideas. Great stories.
harga-domain-id-murah


Ibarat rumah, domain yang kita gunakan untuk ngeblog adalah alamat rumah. Semakin singkat maka akan semakin mudah untuk diingat. Tentu saja, hal ini sifatnya relatif. Tidak semua situs memiliki domain yang pendek akan menjadi populer.

Kabar bagus, pemerintah mulai concern terhadap internet dengan meluncurkan website 1juta.id. Menawarkan gimmick menarik dengan menggunakan domain dot id yang diidam-idamkan sebagai Country Top Level Domain.
Merupakan program Kementerian Komunikasi dan informatika yang memberikan domain tingkat tinggi .ID dan hosting gratis bagi UKM, Sekolah dan Pondok Pesantren.
Apalagi seperti yang diberitakan oleh Kompas pada awal tahun 2016 lalu, penggunaan domain berekstensi dot id meningkat pesat. Menjadikannya sebagai tren positif bahwa negara kita sudah mulai memiliki kecenderungan untuk semakin ‘melek internet’.

Koar-koar domain dot id tidak sampai di situ saja. Berbagai penyedia jasa hosting (tentu domain juga) ikut serta meramaikan program ini. Bahkan, sampai ada yang mendiskon 96% atau kurang lebih harga domain dot id menjadi Rp. 18.000 saja. Siapa yang ndak kepincut kalo gini ceritanya?

Tapi, semua itu tadi hanyalah harga di tahun pertama. Setelahnya? Ya, jadi harga normal menjadi sekitar 500 ribu rupiah per tahun. Bayangkan saja, jika dibandingkan dengan domain berekstensi dot com dan dot net, biaya sebanyak itu bisa untuk memperpanjang selama 3 tahun!

Satu juta id


Apalagi, orang Indonesia itu sensitif sekali untuk masalah harga. Contohnya saja, ketika menggunakan ecommerce untuk berbelanja. Selalu membandingkan harga barang dibeberapa ecommerce sekaligus. Pokoknya cari yang murah dan menguntungkan. Ketika menemukan barang di Tokopedia tak lama kemudian mencoba mencari barang serupa di Bukalapak.

Eh ternyata, Bukalapak memiliki benefit bebas ongkos kirim dengan total pembelian minimal 200 ribu rupiah. Coba cek lagi ke Shopee, ternyata minimal ongkir hanya 70 ribu rupiah saja. As simple as that kalo saya bilang masalah harga yang jadi pertimbangan utama dalam memilih domain.

Belum lagi jika contoh lain seperti membandingkan paket data yang akan digunakan. Bahkan, mungkin sampai dihitung harga per gigabyte yang ditawarkan. Sensitif sekali.

Enggak jauh dari domain, memilih layanan hosting juga mencari-cari harga yang lebih murah. Membandingkan dengan disk space dan bandwith serupa, mau tidak mau pasti memilih yang lebih murah. Kalo bisa, bandwith unlimited dan kapasitas disk yang gratis. Karena, domain dan hosting memiliki problem yang sama yakni cost konsumsi per tahun.

Oke, mungkin di tahun pertama hanya 500 ribu saja (bahkan gratis). Namun, jika tahun selanjutnya harus membayar sebesar 500 ribu sedangkan harga ekstensi dot com hanya sepertiganya, pilih yang mana?

Biaya pertahun yang harus dikeluarkan terhadap penggunaan domain dot id inilah yang perlu diperhatikan. Ada kelebihan tersendiri di tahun pertama. Apalagi, harga domain dot id yang nyaris gratis sangat menarik untuk diikuti.

Program 1juta.id pun menawarkan domain dengan ekstensi tertinggi menggunakan dot id. Lebih meng-Indonesia dalam pesona identitas. Selain kebanggaan, tentunya lebih ramah terhadap google.co.id (benarkah?).

Murahnya di tahun pertama? Selanjutnya 500 ribu per tahun.

Menurut program 1juta.id, penggunaan ekstensi dot id lebih mengutamakan sekolah, pondok pesantren, komunitas dan desa untuk hadir di internet (ehm... desa.id bagaimana dong? Itu second level domain bro). Tapi setelah satu tahun, apakah program ini efektif melangsungkan eksistensi domain dot id tadi?

Harga hampir setengah juta rupiah per tahun bukanlah perkara mudah. Mungkin, faktor keamanan domain ini lebih jelas. Karena harus menyertakan identitas diri dan nama domain yang related pada saat registrasi. Artinya, domain dot id dalam proses verifikasi pendaftaran lebih ribet alias tidak semudah dot com.

Ada cost. Ada lead. Bagaimana? via pixabay.com


Domain dot id sendiri diluncurkan pada tanggal 15 Januari 2014 oleh PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonasia). Sebenarnya, selain Country TLD seperti .id, ada banyak domain lainnya yakni Country SLD (Second Level Domain). Contohnya co.id, biz.id, my.id, web.id dan sebagainya.

Memilih domain dengan ekstensi super (dan harga super juga tentunya) akan membuat kita berusaha keras menjaganya. Kalo cuman untuk main-main, rasanya sayang sekali jika harus ngurusin ekstensi dot id selama satu tahun.

Domain yang Lebih Profesional

Lebih baik, domain dot id digunakan untuk konten yang profesional/work related. Seperti galleri, portofolio atau pun showcase yang bisa kita tunjukkan ke klien. Ya, selain looks cool, nuansa profesionalnya juga dapet.
So, yeah domain with id extension are still awesome. But wait, are you going to get one too?
Kalau memang lebih memilih domain dot id, lebih baik menjaganya untuk hal-hal yang memang profit oriented. Kalau memang bagus, buatlah situs tersebut memuat apapun tentang opportunity yang memang untuk profit. At least, bisa mengimbangi dengan biaya per tahun yang dikeluarkan. A must do for everyone. I think.

Kalau tahun depan gagal membayar 500 ribu, gimana dong?


Header image credit: pixabay.com/


Gue emang jarang banget nulis gadget. Walaupun sebenernya punya concern di sana, tapi seringnya dipendem aja sih. Well, mungkin lo pernah baca review gue buat Asus X450JB, ya gitu-gitu aja sih ulasan gue. Bukannya bikin review panjang lebar, gue cuman ngomongin impresinya aja.

Kali ini device yang sukses bikin gue ngiler adalah Xiaomi Yi 4K. Bahkan, gue tau device satu ini lewat Lazada Indonesia. Harganya bikin ngiler. Parah banget emang. Masak iya dibanderol dengan paket komplit jadi 3.4 juta-an. Tapi tunggu dulu deh, yakin mau beli?

Ya, walaupun belum hands-on, gue coba ngasih pendapat lah ya. Sinyal-sinyal kalo emang ada rejeki ya ntar gue pake dan review lebih jauh lagi.

Great for price

Jujur ya, masalah harga itu sensitif. Apalagi untuk barang elektronik yang ujung-ujungnya harganya nggak pernah naik malah turun terus. Contohnya kek smartphone deh, awalnya 7 juta, satu tahun kemudian udah drop ke 4 juta. Duh mak!

Nah, menurut gue, kali ini Xiaomi cukup jitu buat ngebanderol harga si Yi 4K. Kalo dibandingin generasi pertama, jelas beda. Yi generasi pertama masuk ke kelas entry level. Kalo mau compare langsung dengan GoPro Hero 4, jelas kurang apple to apple.

Xiaomi Yi 4K vs GoPro Hero 4 via kamerakecil.com


Menurut gue, positioning Yi 4K sendiri cukup cerdik dan bersaing bangetlah dengan GoPro. Sehingga, eksistensi GoPro Hero 4 udah bisa dibilang ada penantang yang sepadan. Ya, mungkin itu juga sih yang bikin GoPro udah rilis Hero 5 lengkap dengan add-on berupa drone. Plus, munculnya versi low cost yakni Session. Respon yang cukup positif nih dari GoPro.

Yi 4K is awesome!

Gue belum pernah hands-on Xiaomi Yi 4K. Cuman, lihat dari beberapa review di YouTube dan spesifikasi di e-commerce lokal sudah cukup meyakinkan. Ya, minimal nggak mengecewakan lah ya.

Yi 4K Action Camera sudah 4K 30fps. Oke, untuk ukuran resolusi sudah terdepan lah daripada kompetitor sejenis selain GoPro tentunya. Nah, yang bikin gue penasaran adalah slow-motion saat frame rate 240fps pada resolusi 720p. Duh, beneran kesengsem sama implementasi slowmo satu ini.



Xiaomi Yi 4K via gadgetsng.com

Spesifikasinya sendiri menurut gue udah lebih dari cukup. Resolusi kamera 12MP dengan sensor yang dipake adalah Sony IMX377. Sensor ini satu seri di bawah Pixel, smartphone Google buatan HTC yang baru aja dirilis oleh Google. Tapi dengan ukuran sensor yang sama sih, 7.81mm.

Fitur yang paling mencolok adalah  EIS (Electronic image Stabilization), fitur yang nggak dimiliki oleh GoPro Hero 4. Okay, gue batesin di Hero 4 aja, kalo GoPro Hero 5 masih anget banget soalnya.

Tapi yang bikin gue agak ngerasa aneh adalah nggak ada audio jack buat external microphone kek GoPro. Terus, yang bikin was-was adalah material quality yang dipake untuk casing. Kalo menurut beberapa review yang gue lihat, keknya kurang solid dan terkesan licin (glossy?).

Well, dengan harga yang kurang lebih 3juta-an (Gue cek di Lazada, versi cam aja) plus Gorilla Glass 4 untuk layar sentuh 2.19 inchi udah worth it banget lah menurut gue. Mau pake buat travelling, motovlog, outdoor activity ya it's okay lah. Bisa bersaing dengan GoPro. Yap! Pilihan yang menarik.
blog-tanpa-keyword-tapi-value


Seriously? Awalnya gue nggak kepikiran tentang keyword dan lainnya. Apalagi untuk menulis sebuah artikel di blog. Entah itu blog milik sendiri seperti di jungjawa.com ini atau untuk media lain.

Buat gue, keyword stuffing keknya udah so last year banget. Gimana nggak kuno? Gue sebagai pengguna internet ikut kena imbasnya. Misal gue cari sesuatu tentang topik A, nah yang gue temuin bukan hal yang gue maksud. Tapi jauh melenceng gara-gara keyword atau kata kunci yang nggak bener tadi.

Gue sih nggak masalah lah ya, tapi blog tadi pasti punya bounce rate yang gede banget karena kontennya yang tipu-tipu. Visitor sekali masuk langsung close tab gitu aja. Emangnya mau narget visitor yang aslinya human being apa robot dan spider sih?

Sebenernya gue males banget buat belajar keyword yang harus kita pake di blog. Menurut gue, itu apa banget lah. Gue lebih suka menyebut keyword atau kata kunci dengan istilah lain, yaitu value.

Blog sukses belum tentu berguna

Jadi gini, apa sih value dari artikel atau post yang kita buat di blog? Yakin nggak kalo post kita tadi emang punya value yang bener-bener dibutuhkan oleh pengunjung? Nah, itu dia yang harus kita cari. Bukannya orientasi keyword tadi.

Lo boleh aja nulis artikel panjang lebar yang isinya full targeted keyword. Tapi kan gini, ujung-ujungnya orang buka artikel milik lo buat cari informasi. Fyi aja sih, gue lebih suka menggunakan search engine berdasarkan opini dari penulis. 

Misal gini, biasanya orang akan mencari lezatnya Sop Buntut Bu Ugi di Tawangmangu dengan cara menulis “Bu Ugi Tawangmangu” atau “Sop Buntut Bu Ugi”. Tapi, karena gue mau cari artikel yang pure opini jujur tentang Sop Buntut Bu Ugi, maka gue akan menulis “Sop Buntut Bu Ugi menurut gue”.

Pencarian dengan kata "gue" (kiri) dan pencarian biasa (kanan)

Nah, kata “gue” dan “menurut” di atas gue masukkan dalam keyword pencarian yang gue lakukan agar mendapatkan artikel tentang opini jujur. Soalnya, kalo gue nggak menyertakan kata “gue” dan “menurut”, maka akan banyak sekali artikel yang isinya cuman enak-enaknya aja. Yeah, BS.

Jadi, gue sebenernya cuman mau cari artikel yang memang punya value buat pembaca. Bukan artikel yang keyword stuffing. Sehingga, buat lo yang mau nulis tentang artikel dengan keyword tertentu, jangan terpaku sama keyword atau kata kunci itu tadi. Bikinlah value buat pembaca lo.

Penggunaan kata opini dalam bentuk keyword kata "gue" bisa diubah dengan "saya" atau yang lain. Berlaku juga dalam pencarian menggunakan bahasa Inggris.

Blog dibikin kek diary gimana? Boleh banget, misal lo punya cerita apa kek, ceritain aja di blog lo. Seenggak-enggaknya lo punya value kan? Mau komedi, tutorial, unboxing, travel-notes, tips dan lain sebagainya pasti punya value. Gue nggak ngebahas jenis, tapi cara menulisnya. Fokus di konten aja deh, gak usah pusing mikirin H1, H2, H3 dan seterusnya.

Makanya, gue kan udah pernah nulis kenapa sih kita belajar SEO, ya karena buat banyakin pembaca misalnya. Ya kalo mau banyak pembaca nggak usah SEO juga bisa, cukup belajar bikin konten yang bagus. Kelar.

"Sebab, fokus kita adalah menulis artikel yang relevan dan baik untuk pengunjung. Dan hal-hal teknis seperti itu udah bisa kita dapatkan dengan mudah."
Btw, Bena Kribo dulu belajar SEO nggak ya buat ngeblog? Hmmm...

Are you in for the value?

Kalo misalnya, lo mau bikin artikel tentang review helm misalnya, ya jangan pake bahasa muluk-muluk yang ngasih tau kelebihan helm tersebut. Usahakan jujur aja. Wong kita kalo mau cari keburukan tentang suatu hal juga di search engine, kan? Hehehe... 

Jadi gini, lebih baik bikin post atau artikel yang memiliki value daripada orientasi keyword melulu. Tolong, hargailah visitor atau pengunjung sebaik mungkin tanpa harus keyword oriented. Pengen bangetkan visitor yang masuk ke blog kita bakalan jadi returning visitor? Nah loh.


Hargai juga blog yang sudah susah payah kita bangun, tidak membiarkannya menjadi abal-abal dengan terus memberikan value adalah pilihan bijak. So, udah nentuin value buat blog mu belum? What are you waiting for?
jadi-karyawan-atau-wirausahawan

Read this: Cukup baca tulisan ini pelan-pelan. Jangan buru-buru tersinggung. Ini negara demokrasi jadi gak usah diambil hati. Udah sama-sama dewasa. Okay? Gitu aja.

...

Mungkin lo udah sering banget denger istilah entrepreneurship atau entrepreneur ala-ala wirausaha lainnya. Apalagi lo sebagai anak muda tentu pengen banget jadi orang sukses secepat mungkin dan semuda mungkin. Kalo bisa sukses besok ya ngapain musti ditunda. Gitu, kan?

“Kalau bisa sukses muda, kenapa harus nunggu tua.” - Billy Boen
Apalagi kalo iming-imingnya adalah sukses menjadi wirausahawan muda. Anak muda mana yang nggak mau? Bikin ini itu dan kontribusi ini itu. Seenggaknya punya karya dulu. It’s that all, right?

Terlepas dari banyaknya anak muda yang ingin jadi pengusaha, masih ada nggak sih yang pengen jadi pegawai perusahaan terus sukses bersama perusahaan tersebut? Ya, mungkin beberapa dari lo punya mimpi besar buat sukses menjadi pengusaha. Silakan. Cuman, sukses menjadi seorang pegawai apakah salah? Tunggu dulu.


Kalo semisal gue menjadi pegawai, apakah menurunkan kasta gue? Oke, mungkin jawaban lo, kalo jadi pengusaha lebih enak. Kerja bisa seenak jidat dan punya kekuasaan penuh atas usaha yang dijalanin. Oke, itu menurut lo. Kenyataannya?

Sebagai pengusaha, lo juga dituntut untuk bisa menciptakan lapangan pekerjaan buat mereka yang membutuhkan. Syukur deh kalo emang kek gitu keinginan lo untuk jadi pengusaha. Gue acungi jempol.

Tapi, kalo semisal lo jadi pengusaha dengan alasan biar nggak jadi orang lain dan budak-budak perusahaan atau tempat kerja, itu salah besar. Lagian, entrepreneur kan nggak bisa seenak jidat gitu aja ongkang-ongkang kaki sembari foya-foya.

Jadi pengusaha itu bebas stress?

Bahkan, menurut gue perjuangan dan tanggungjawab seorang entrepreneur itu gede. Selain ngurusin kerjaan, mereka juga ngurusin orang lain yang masuk responsibility perusahaan mereka. I have sorry to say, perjuangannya bisa lebih berat dari mereka yang sibuk berbaris di antrian jobseeker.

stress-setiap-pagi


Post ini emang kontra banget sama gembar-gembor entrepreneur. Ya, against all rule kalo entrepreneur itu bagus. Tapi, gue cuman mau ngasih tau buat lo yang mau jadi entrepreneur, techpreneur, sociopreneur atau apalah-preneur (you named it), bahwa semua itu gak gampang. Butuh mental yang bener-bener keras. Gak cuman mental aja, fisik juga.

Pokoknya gini, jadi entrepreneur atau jadi pegawai itu tetep sama baiknya kok. Gak usah saling membanggakan diri, toh ujung-ujungnya malah saling membutuhkan. CEO bukan berarti seenak jidat dan staff bisa makan gaji buta, nggak, nggak gitu.

Baca juga: Art vs Design

CEO juga punya target yang jadi tanggungjawab dia. Terus, target tersebut dari mana? Ya dari pasar. Ujung-ujungnya kalo pengusaha ya bergantung sama pasar juga, bukan berarti dia di atas terus, kan?

Pengusaha dan karyawan yang dalam satu perusahaan, pasti punya visi. Dan saat nya menuju visi itu bareng-bareng. Bukan menjatuhkan dengan saling merendahkan.

“Semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin menerpanya”
Apa memang anak muda zaman sekarang belum berpikir dewasa, ya? Maunya serba instan, hilang tanggung jawab dan belum tahu diri. Jangan cuma mau gaji tinggi dan gak mau kerja dan ngurus banyak hal.

Ingat lagi, gaji tinggi itu kompensasi atas tanggung jawab besar yang perusahaan tanggung ke lo. Kalau lo belum bisa ningkatin etos kerja lo sekarang, berarti lo belum siap bermental gaji tinggi. Dengan kata lain, lo harus siap dengan tanggungjawab yang gede buat jadi pengusaha.

Belum lagi yang menjadikan passion sebagai alasan buat ngomong "Jadi karyawan nggak sesuai sama passion gue". Ah elah, mau jadiin passion buat kerja coba pikir dulu deh. Kalo ujung-ujungnya nyesel, siapa yang repot? Ya elo sih, gue nggak.

Gak usah deh terkekang harus jadi pengusaha atau karyawan. Nggak bisa dipilih kok. Pilihlah yang emang sesuai dengan kriteria diri lo. Jangan dipaksain terlihat keren atau sekadar ngikutin trend. Apalagi buat coba-coba.

Masa depan kok dipake buat coba-coba. *garuk-garuk kepala*



Good Ideas. Great Stories.

Feel free if you want to send an email to me and ask anything, or just to say hello!

hello@jungjawa.com

Copyright © jungjawa 2022