Archive for Jungjawa.com Oktober 2015
clean-tech-jungjawa


"Clean Technology"

It is a means to create electricity and fuels, with a smaller environmental footprint and minimise pollution.

Kalo bulan Oktober kemarin, jungjawa.com banyak ngebahas tentang semangat anak muda, nah bulan November ini jungjawa.com akan mengangkat tema "Clean Technology"

Baca juga: Ngomongin Clean Tech, Emangnya Udah Ngerti?

Seperti biasa, akan ada kesempatan buat kamu yang pengen banget ngebahas clean technology melalui guest post.
  1. Artikel ditulis dengan mengangkat tema clean technology.
  2. Tulisan dapat dimuat dalam bentuk bentuk share pengalaman, tips, sudut pandang atau apapun yang berkaitan dengan clean technology.
  3. Konten dari artikel bisa mengedukasi tentang clean technology serta manfaatnya agar anak muda bisa berpikir lebih jauh bisa dapet inspirasi tentang clean technology.
  4. Penulisan artikel bebas, ya yang penting enak dibaca. Artikel ditulis dalam 250 kata atau lebih. Kalo perlu penjabaran, semakin banyak juga boleh. 
Kirim artikelmu ke hello@jungjawa.com. Jangan lupa subjeknya [Guest Post]_Judul Post_Author. Gue bakalan nunggu artikel kalian dari sekarang sampai dengan 30 November 2015.

Prove your existence and make a better future using clean technology!

Image credit: bloomberg.com
marfa-umi-introvert-jungjawa


Dalam waktu tiga bulan terakhir, status saya berubah menjadi mahasiswa. Rangkaian acara penerimaan mahasiswa baru juga sudah saya lalui. Mulai dari meet up dengan kelompok ospek di tingkat universitas hingga mengucapkan salam (just say 'hi') dengan senior komisi disiplin ditingkat fakultas.

Ya, begitu banyak perbedaan yang saya rasakan ketika masuk ke ranah perkuliahan. Salah satu hal yang membuat saya tertarik adalah aroma khas anak muda yang bergelora. Ya, aroma semangat masa muda.

Baca juga: Komunitas Perubahan

Jika di sekolah menengah atas, kita hanya menuruti apa yang dikatakan oleh guru. Pun demikian dengan organisasi yang secara mayoritas masih sesuai standar alias ngikutin banget dengan yang namanya peraturan. Tentu saja berbeda dengan kehidupan di kampus.

Begitu masuk kampus, banyak sekali pertanyaan di kepala saya.

“Oh, organisasi kayak gini mahasiswa yang buat ya?”

“Keren ih mereka punya tim dan bisa mandiri”

“Seminar kaya gitu yang ngusulin mahasiswa?”

“Hah itu manusia apa bukan ngomongnya udah mirip pejabat?”

“Buset dah, mereka berani dan melek banget sama aturan pemerintah. Dengan umur yang masih muda. Lah saya?”

Nggak salah kalo mahasiswa dikenal sebagai kaum intelektual dan agent of change. Sebab menjadi mahasiswa adalah salah satu bagian dari generasi perubahan dan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Inilah titik awal untuk mereka yang akan terjun ke masyarakat untuk ditunggu kontribusi terbaiknya.

Ada yang menarik ketika saya mengikuti acara malam keakraban (padahal sih udah akrab gitu). Ada sebuah sesi dimana seorang dosen mengatakan “Mahasiswa itu harus aktif dan kreatif, orang pendiam atau introvert itu nggak berlaku disini.

Well, jangan kepancing dulu loh emosinya (buat yang ngerasa introvert sih). Maksudnya gini, kita tahu kan kalo introvert ya emang sukanya jadi pendiam dan pasif. Tapi ada juga loh yang diam pasif eh emang orangnya pinter.

Saya sebagai introvert ngerasa sama apa yang diomongin dosen tadi ada benarnya. Semacam tamparan keras untuk diri saya. Oh please, use that empty brain, human!.

Soalnya gini, mungkin aja kita punya ribuan ide kreatif tapi kalo kita tetep diem dan nggak mau speak up, ya percuma. Bener gak sih?

Khususnya buat mereka yang introvert nih, jangan takut buat angkat suara. Kita juga jadi nggak susah buat bersosialisasi dengan orang lain. Lagian kalo kita ngomong nih, ada banyak kesempatan buat ketemu sama mereka yang punya positif dan emang bener-bener fresh.

Hal kecil kayak gini kalo buat mereka yang ekstrovert ya emang nggak jadi masalah. Bukan maksud ngebanding-bandingin loh ya. Soalnya ya faktor utama jadi seorang yang pemberani ya cukup sadar diri aja sih.

Baca juga: Ketika Media Sosial Melahirkan Penulis Handal

Belajar dari diri saya sendiri deh, saya mengakui bahwa kemampuan public speaking yang saya miliki memang masih parah. Ya soalnya saya sadar kalo selama ini emang jarang ngomong, kalo kepengen aja baru mau angkat suara. Soalnya ya males.

Nah, ngomongin soal males nih, saya pernah ngobrol dengan diri saya sendiri. Jadi saya pernah berpikir tentang bagaimana membuat suatu rangkaian komputer. Bagaimana prinsip kerja, cara produksi setiap komponen dari komputer tadi, hingga saya berpikir bagaimana membuat peniti yang kecil itu. Selalu ada saja waktu untuk wondering why dengan alat-alat yang banyak saya lihat.

See? Semua barang yang diciptakan oleh manusia di dunia ini dibuat melalui proses berpikir. Lah kalo pemikiran kita tadi gak diomongin atau diwujudkan, mau sampai kapan nunggu jadi?

Hey! It's time speak up our ideas!


Image credit: davidsusman.com
Tentang penulis
+Marfa Umi . Suka nemu ide ngeblok kalo tugas lagi banyak. Tiap bercanda dianggap serius karena lahir sehari sebelum April Mop. Kepoin aja di umimarfa.web.id

Guest post adalah artikel yang ditulis oleh kontributor jungjawa.com. Bulan Oktober ini jungjawa.com bakalan ngebahas tentang Pemuda Indonesia. Pengen ikutan bikin guest post juga? Prove your existence and send your email to hello@jungjawa.com with subject [Guest Post]_Judul Post_Author. Good luck!
jungjawa-anak-muda-komunitas


“Anak muda adalah kegelisahan dan derap langkahnya adalah perubahan.” ― E.S. Ito, Negara Kelima

Ngomongi soal anak muda nih, rasanya nggak akan jauh-jauh dari yang namanya agen perubahan. Ya, anak muda emang simbol dari perubahan. Generasi yang menginginkan langkah konkret daripada hanya diam dan mengatakan "yaudah sih, mau gimana lagi"

Mau gimana lagi coba? Padahal di internet sendiri kita dapat menjadi bagian dari perubahan. Ya, internet dapat kita gunakan sebagai tempat untuk mengekspresikan diri dan memacu kita untuk selalu produktif  menghasilkan apapun yang tentunya emang impactful dan sustainable.

Terimakasih untuk penemu internet karena kita dapat melakukan banyak hal dengan mudah, salah satunya adalah dengan berkomunitas melalui dunia maya.

Baca juga: Kenapa Anak Muda Harus Travelling?

Sebagai anak muda, udah seharusnya kita bikin berbagai kegiatan yang produktif, menarik dan solving real problem yang ada di lapangan. Gue rasa, kita sebagai anak muda perlu berkomunitas untuk berkolaborasi. Ya daripada nongkrong-nongkrong nggak jelas biar dibilang kekinian.

Masuk kedalam komunitas bakalan bikin kita level up dan membuka wawasan kita bareng anak-anak baru. Apalagi kalo komunitas tersebut aktif bertukar pikiran melalui diskusi kecil-kecilan.

Sebenarnya nggak ada bedanya mau ikut komunitas kecil atau komunitas besar sekalipun. Namanya komunitas ya emang butuh partisipasi yang aktif dari anggota komunitasnya. Buat apa? Ya buat bikin komunitasnya berkembanglah.

Komunitas yang diinisiasi oleh anak muda akan memberikan suasana baru dalam menyelesaikan suatu masalah. Ya, mungkin mereka masih belum tau apa-apa. Tapi bukan berarti mereka tidak bisa menyelesaikan masalah.

Anak muda sendiri udah seharusnya menjadi penggerak ruang-ruang diskusi, menciptakan karya dan meraih prestasi di dalam maupun luar negeri. Ini adalah bentuk pembuktian kalo generasi muda memiliki potensi yang cukup besar untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Baca juga: Ngapain Takut Bikin Perubahan?

Potensi besar yang dimiliki dapat dikembangkan di dalam komunitas. Ya, komunitas perubahan. Jika kita memerlukan suatu perubahan yang membutuhkan pemuda, komunitas perubahan ini bisa mewujudkannya. Jika dapat dianalogikan, pemuda adalah potensi terbesar. Kemudian tak hanya sampai disitu, potensi perlu dikembangkan lebih jauh. Salah satunya adalah langkah konkret melalui komunitas.

Jadi, bagaimana keinginanmu untuk bikin perubahan, berkomunitas?



Image credit: gratisography.com


Saya pernah bepergian ke Bali semasa masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Saat itu, saya sangat excited sekali untuk berlibur kesana. Bagaimana tidak? Setiap hari saya hanya melakukan aktivitas yang sama dan ditempat yang sama. Selalu. Sehingga ketika masa libur telah tiba, saya selalu merencanakannya sebagai sarana untuk pergi ke suatu tempat.

Ya, dengan kata lain saya selalu menginginkan suasana baru dan bertemu orang-orang baru. Mungkin seperti itulah katanya generasi milenialls. Mungkin saja.

Baca juga: Ketika Media Sosial Melahirkan Penulis Handal

Kemudian ketika kuliah, saya sering melakukan perjalanan baik seorang diri maupun bersama teman-teman satu angkatan. Entah hanya mengunjungi suatu tempat maupun karena keperluan organisasi kampus. Mendaki gunung juga membuat saya sering bepergian ke tempat lain. Ya,  hiking atau mendaki gunung menjadi semakin populer saja akhir-akhir ini. 

Selain itu, kuliah juga memberikan saya bbanyak pengalaman berharga seperti magang di Cikampek hingga perjalanan lintas negara untuk berkompetisi di Asia. Well, it’s quite long story by the way.

And then, saya harus berpikir beberapa kali ketika akan melakukan perjalanan jauh. Termasuk melintasi batas negara yang menjadi pengalaman pertama saya. Hal ini dikarenakan saya tidak merencanakannya untuk berlibur, tetapi harus ada target yang nantinya dibawa pulang. Long journey and short story, but had a lot of experience that I get.

Hampir di setiap perjalanan atau ketika saya melakukan travelling, saya memiliki teman baru. Entah hanya sebagai teman perjalanan maupun bertukar kontak untuk berbagi informasi dikemudian hari.

From time to time i made a lot of friends in Manila, most of them were foreigner (not Indonesians). Hal tersebut membuat saya memiliki banyak sekali pengalaman berharga. Seperti saat saya tahu bahwa salah satu dari mereka yang saya temui di Manila adalah orang Timor Leste. Ia bersekolah di Manila dan kemudian menetap disana. Sayangnya, saya tidak menanyakan mengapa ia memilih untuk bersekolah di Manila, bukan di Indonesia.

Bertemu dengan orang baru juga memberi saya pelajaran untuk membuka pikiran. Terbuka dengan segala sudut pandang dan menerima berbagai masukan yang diberikan.

Ada satu hal yang menarik yang saya dapatkan dari mereka tentang budaya dan kehidupan. They taught me how to enjoy life, maybe they not told me in verbal, but they told me by their cultures.

Kemudian saya berusaha untuk membuka mata bahwa dunia itu tidak sesempit yag saya kira. They taught me to feel more alive, like not worry about the future and past, just focus on the present. Saya pun berpikir, mungkin beberapa dari kita selalu merasa cemas karena sering berandai-andai. Ya, kita adalah generasi kurang fokus.

Kita tidak menikmati jalan hidup yang kita pilih dan sering kali too much thinking tentang orang lain. Bahkan kita sering beranggapan bahwa, menjadi lebih baik dimata orang lain itu lebih penting daripada mewujudkannya untuk diri sendiri.

In the end, ketika kita menikmati perjalanan yang kita lakukan, maka akan banyak sekali pelajaran berharga dalam hidup yang bisa kita dapatkan. Karena melakukan perjalanan adalah salah satu cara kita menikmati dan belajar tentang perjalanan hidup.


Itulah mengapa setiap orang, terutama kita anak muda disarankan untuk melakukan perjalanan jauh. Setidaknya sekali dalam seumur hidup. Karena kita akan menemukan banyak hal berharga daripada hanya sekadar membaca buku-buku travelling.

Do whatever you want to do, if it feels right, just do it. This is your life, you are the one who’s living it, not them. Then, enjoy the journey of your life.


Image credit: gratisography.com

Akhir-akhir ini gue sering banget nemuin update media sosial yang keren banget. Terutama di LINE, Facebook bahkan Instagram dengan cerita dari caption yang mengagumkan.

Gue baru sadar kalo anak-anak media sosial seneng banget bikin cerita maupun mengungkapkan fakta dan realita yang ada. Konten yang mereka buat cukup menggugah dan emang inspiratif banget. Sampai terkadang, mereka membangun konten berdasarkan isu sosial yang masih hangat terjadi (seperti kasus kabut asap atau situasi politik terkini).

Baca juga: Kenapa Anak Muda Harus Nulis di Internet?

Sayangnya, ada saja efek negatif dari fenomena ini. Ya, tentang cerita yang memiliki unsur mengada-ada atau bahkan cenderung provokatif hingga menyudutkan pihak-pihak tertentu.

Pembahasan serius dan cenderung panas mulai beralih haluan menjadi perdebatan sengit yang ada di media sosial. Ujung-ujungnya ya, seperti bullying oleh khayalak ramai karena cerita maupun konten yang dibagikan itu penipuan atau hoax.

Uniknya, ada saja yang pintar bercerita syahdu dengan curhat galaunya membuat banyak orang yang merasa 'wah gue banget'. Kemudian menjadi viral tapi eh ternyata, kok kontennya copy paste tanpa menyebutkan sumber *eh, ada yang kesindir?

Andaikan gue boleh beropini nih, konten seperti ini bagi gue cuman jadi angin lewat aja. Ya, gue cenderung untuk tidak langsung percaya dengan suatu konten bahkan untuk konten yang udah viral banget. Meskipun konten tersebut udah punya jutaan share dan like, bisa aja gue nggak menggubris konten itu sama sekali. Karena gue punya prinsip, pembuktian itu perlu untuk memberikan kebenaran dari konten tersebut.

Kembali ke pembahasan awal, menjamurnya penulis-penulis handal di berbagai media sosial seperti diatas memberikan sedikit harapan cerah untuk kita. Ya, citizen journalism yang mengedepankan fakta dan opini yang ada di masyarakat. Kita jadi punya banyak sumber, punya banyak data untuk membandingkan berbagai isu-isu yang ada.

Karena menurut gue opini publik seharusnya tidak dikemudikan oleh media konvensional. Maka dari itulah muncul penulis-penulis handal di berbagai media sosial.

Baca juga: Medium, Udah Saatnya Ngeblog dan Fokus Menulis

Emang sih, yang namanya berita apalagi breaking news seringkali memunculkan banyak data-data ambigu yang disajikan. Tentu saja berbeda dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Tapi perlu diingat, jika kita kebanjiran konten, ada satu cara untuk menyikapinya, jadilah pembaca yang cerdas.

Apalagi kalo lo orangnya emang punya rasa ingin tahu yang gede, pasti lo bakalan banyak baca berita dari berbagai sumber. Lagian kalo lo emang cerdas menyikapi suatu isu, lo nggak bakalan dengan mudahnya mencet tombol share gara-gara judul beritanya menarik banget. Jangan sampai ketipu deh, baca dulu!

Memang sih, susah menahan godaan untuk gak nge-share sesuatu yang menarik apalagi yang udah viral banget. Tapi, ini kan udah 2015 nih, masa mau cross check aja masih males?


Image credit: startupstockphotos.com
anak-muda-bikin-karya



“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia.” - Bung Karno

Masa muda adalah masa keemasan, masa dimana kamu bisa bertahan menyelesaikan masalah sesulit apapun. Masa berubah ataupun masa membuat perubahan.

Saya liat, anak anak muda sekarang terjebak dalam skema hura-hura dan hedonisme yang melenakan, banyak dari mereka maunya yang simple, maunya yang nyaman, maunya ikut arus aja.

Saya juga masih muda, masih 20-an. Masih suka nonton korea dan main main kesana kemari dengan alasan “mumpung masih muda” dan “kapan lagi begini” 

Tapi kemudian saya berpikir, apakah nyaman menjalani hidup begini begini saja, so typical. Saya lalu menarik benang merah kesuksesan para milyuner muda dunia dan sampai pada satu kesimpulan: mereka berbeda karena karyanya.

Tidak perlu panjang lebar berbicara tentang perubahan, apalagi berbicara sebagai anak muda yang merupakan agen penentu masa depan. Kita berbicara tentang makna untuk menjadi pembeda dan hidup berbeda saja dulu. Menjadi berbeda tidak mengharuskan kita untuk banyak berubah? Cukup membuat suatu ciri khas yang memiliki keunikan pembeda untuk diingat dengan baik oleh orang lain. Sesederhana itu.

Bos Facebook tidak pernah menyangka ia akan bisa memiliki satelit sendiri seperti sekarang, waktu itu pikirannya hanya sebatas membuat karya. Begitupun dengan bos Google, ia hanya berusaha berkarya dengan apa yang ia bisa. Melalui karya itulah yang membuat mereka berbeda.

Usia muda adalah usia perenungan, titik balik, sekaligus perumusan proyeksi masa depan. Mereka yang mau berkarya di usia mudanya adalah mereka yang menjadi berbeda dengan anak muda lainnya.

Berkarya tidak harus tentang menciptakan sesuatu yang wow banget seperti iPhone tandingan ataupun mesin pencari tandingan. Menulis dengan rutin dan arif menanggapi kritik serta komentar juga sudah termasuk berkarya. Menciptakan sebuah desain yang “berbicara” dan mengarsipkannya dengan rutin juga termasuk karya. Kamu juga bisa berkarya dengan seni lukis, craft, scrapbook dll, Apalagi membangun sebuah startup, itu jelas jelas karya. Memiliki faktor pembeda dengan menghasilkan karya adalah upaya kita untuk berterima kasih kepada keluarga dan lingkungan atas karunia usia muda.

Baca juga: Kenapa Anak Muda Harus Nulis di Internet?

Kuliah dengan baik dan menghasilkan IPK menjulang memang karya, tapi itu kewajiban. Bukan komponen yang membuatmu berbeda menurut saya. Kenapa? Karena dengan kemampuan dan usia mudamu, kamu bisa lebih dari sekedar IPK menjulang saja.

Keluar dari zona nyaman hura-hura, kurangi nyinyir di media sosial, berhenti mencari perhatian dengan hal tak berguna, ciptakan karya yang membuat kamu eksis dalam artian positif, dan konsisten dalam berkarya, itulah yang seharusnya kamu lakukan. Karena karya yang positif akan menuntun kamu pada banyak kesempatan besar lainnya. Juga peluang yang akan membawa kamu pada berbagai hal luar biasa.

Berkarya positif bukan berarti merenggut masa muda milikmu, tapi lebih kepada memberikan value kepada diri dan lingkungan, toh anak muda adalah mereka yang mampu menggabungkan tanggung jawab dengan kesenangan. Kamu tetap bisa menikmati masa mudamu, tapi dengan warna baru sebuah karya.

Baca juga: Alasan Kamu Bikin Karya: Tentang Uang atau Ngasih Value?

Kamu bebas berkarya dengan media apapun, asal bertanggung jawab dan memberikan impact positif bagi lingkunganmu. Karena karya merupakan tanda kamu adalah anak muda yang berbeda.



Image credit: pixabay.com

Tentang penulis
+Faizah Akhsan. Penyuka diving, basket dan penggila novel fiksi.  Read my blog at riffatakhsan.com or just contact me on Twitter at @riffatakhsan

Guest post adalah artikel yang ditulis oleh kontributor jungjawa.com. Bulan Oktober ini jungjawa.com bakalan ngebahas tentang Pemuda Indonesia. Pengen ikutan bikin guest post juga? Prove your existence and send your email to hello@jungjawa.com with subject [Guest Post]_Judul Post_Author. Good luck! 
Artikel ini disponsori oleh Mataharimall.com, Online Shop No. 1 di Indonesia

keamanan-matahari-mall



Trend belanja online atau berbelanja melalui internet udah menjadi salah satu gaya hidup buat masyarakat modern. Apalagi buat lo yang seneng belanja, pasti seneng banget dengan menjamurnya berbagai layanan e-commerce di Indonesia. Sehingga, gairah lo untuk belanja jadi terpenuhi.

Namun, belanja online pun masih punya tantangan tersendiri. Salah satunya adalah masalah keamanan dalam transaksi yang dilakukan.

Iya sih, siapa yang mau belanja kalo keamanan dalam transaksi yang dilakukan nggak terjamin. Alih-alih mau belanja, yang ada malah kita kena penipuan.

Padahal, keamanan dalam berbelanja secara online bisa kok kita lakuin. Apalagi kalo lo emang ngerti cara kerja sistem online. Jadi, ya nggak ada alasan lagi buat takut belanja online karena alasan keamanan.

Teliti Sebelum Membeli

Kalimat diatas sih keknya udah familiar banget deh. Apalagi buat lo yang suka berbelanja secara offline atau emang liat barang nyatanya.

Nah, kalo belanja online ya sama aja. Ya teliti produknya, ukuran, warna bahkan sampe produknya ready apa nggak. Sebab, kalo kita nggak teliti besar kemungkinan kita bakalan kena tipu-tipu.

Reputable Site

Apa alasan yang mendasari lo buat make suatu situs buat berbelanja? Ya kredibilitas dari situs tersebut kan.

Apalagi kalo reputasi situs tersebut emang bener-bener baik, nggak mengada-ada. Well, akhirnya ya sah-sah saja kalo kita suka belanja online.

Layanan Kontak

Hal penting lainnya dalam melakukan transaksi online adalah kemudahan pengaduan produk saat jual beli. Maka dari itu pilihlah situs yang benar-benar memiliki nomor kontak.

Sehingga, pada saat ada masalah, lo dapat dengan mudah bertanya-tanya kepada mereka. Harapannya, kalo lo ada masalah ya bisa diselesaikan. Tapi ya, semoga aja deh nggak ada masalah

Keamanan Situs

Buat lo yang tau enkripsi pasti bisa deh ngebedain situs yang aman alias udah dienkripsi dan situs yang nggak begitu aman.

Jadi, situs yang emang udah dienkripsi ditandai dengan url situs mereka yang menggunakan https, bukan http. Sehingga, keamanan data dan transaksi pengguna situs tersebut sudah dienkripsi.


Di Indonesia, lo bisa nyobain berbagai situs belanja online atau e-commerce kek Matahari Mall. Sebab, lo gak perlu takut penipuan buat belanja di Matahari Mall.

Soalnya, layanan milik Lippo Group ini udah punya reputasi yang baik dari keamanan yang sudah diimplementasikan. Lo juga bisa mengamankan diri sendiri dengan berbagai cara kek dibawah ini:
  • Menjaga rahasia password ketika menjadi user Matahari Mall.
  • Setelah melakukan transaksi jangan lupa untuk logout situs.
  • Lakukan transaksi melalui komputer/gadget pribadi.
  • Rahasiakan 3 digit nomor terakhir kartu kredit milikmu.

Belanja online emang bikin nagih. Bukan cuman kemudahannya, tapi juga kenyamanannya.

Terlepas dari itu, berbelanja di layanan yang emang udah punya reputasi bagus juga menjamin kenyamanan pengguna. Tapi, kita harus jeli kalo aja ada biaya yang nyempil dalam transaksi yang dilakukan.

Apalagi masalah barang yang dibeli, kita harus lebih teliti tentang kelengkapannya. Selain itu, syarat dan ketentuan layanan situs online harus kita pahami dengan baik. Ya kalo emang mau nyaman, ya emang harus mengamankan diri sendiri dulu.

Take care & happy online shopping!


Image credit: pixabay.com


Beberapa hari yang lalu gue menerima chat Line dari seorang teman. Singkatnya, isi pesan tersebut berisi ajakan buat make aplikasi karya anak bangsa dengan dibumbui himbauan untuk nggak cuman make aplikasi negara lain tapi dari negara sendiri juga dipake.

Baca juga: Kenapa Anak Muda Harus Nulis di Internet?

Well, ini nggak masuk logika yang gue punya. Kenapa? Sebab menurut gue, aplikasi bagus gak bakal ngejual 'karya anak bangsa', 'made in Indonesia', ataupun label nasionalisme yang ia miliki.

Kalo emang aplikasinya bagus ya emang bagus. Bukan karena penggunanya kepaksa make gara-gara status kenegaraan yang ia miliki. Bukan.

Lagian kalo developer dari aplikasi tersebut emang mau thinking forward, gak bakalan ngelabelin aplikasinya dengan embel-embel karya anak bangsa. Soalnya, kita bicara market. Emang mau ya kalo yang make aplikasi itu cuman orang sendiri? Lah orang asing gimana?

The thing is, lebih baik developer tersebut fokus memperbaiki aplikasi tersebut. Bukan memaksa bangsa sendiri untuk menggunakan. Sebab, kalo emang aplikasi itu bagus, ya siapa sih yang gak mau make? Ya kan?

Sebagai contoh Nike, Apple, Rolex dan sebagainya deh. Mereka nggak ngasih embel-embel nasionalisme di produk mereka. Ya, mereka tau. Produk yang baik adalah produk yang memang baik. Bukan negara asal produk.

Terus buat kita, memangnya serendah itukah nasionalisme kita dijual? Tentu gue masih mendukung karya anak bangsa. Tapi bukan kek gitu caranya. Logikanya gini, apakah lo tetep mau pake aplikasi bangsa sendiri walaupun ada aplikasi sejenis yang justru lebih baik. Kita harus bikin different way of thinking kalo emang mau bikin aplikasi lokal jadi populer.

Disisi pengguna, tentu ini masalah kualitas. Aplikasi yang memang berkualitas akan populer dan digunakan. Dan untuk pengembang aplikasinya? Ya, seharusnya developer dari aplikasi tersebut lebih giat untuk memperbaiki aplikasi dong. Dengan begitu kan ikut meningkatkan kualitas aplikasinya.

Baca juga: Bukan Jamannya Lagi Diam Itu Emas

Mulai sekarang nggak usah sok heboh dengan karya anak bangsa. Mentang-mentang karya anak bangsa, kita ngerendahin pride kita gitu? Maaf, kami memang nasionalis. Tapi kami punya harga diri untuk tidak menjual nasionalisme yang kami punya.


Image credit: pixabay.com


Ketika gue kecil, lucu rasanya kalo ngebayangin diem itu emas. Ya, emang gitu deh. Mana ada orang diem terus dapet emas? Kita selalu mikir ketika kita diam dan berpikir maka itu adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan. Diam dan do something. Makanya dianalogikan sebagai emas.

Daripada bikin kesalahan dan ngomong yang nggak bener, ya lebih baik diam. Diam dan mikirin apa yang seharusnya dilakuin. Jika pinter ngomong tapi isinya kosong ya sama aja. Ya kalo gitu wajar sih diam itu emas.

Susahnya, pepatah diam itu emas sering ditelan mentah-mentah oleh anak muda, terutama generasi penerus bangsa. Sehingga walaupun cuman hal sepele ya tetep bisa jadi masalah.

Sebagai anak muda era 90an, gue ngerasa banyak perubahan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal gue dan disertai harapan-harapan cerah. Kalo dulu gue masih ngerasain nelpon lewat wartel, sekarang anak-anak kecil di kampung gue udah sering pake Whatsapp. Bahkan adek gue yang masih kecil nanyain elixir Clash of Clan ke gue lewat Whatsapp. Hahaha...

Masuknya internet membuat kita mudah terkoneksi antara satu sama lain. Era internet kek sekarang ini bisa bikin kita berkomunikasi hingga membuat forum-forum diskusi tersendiri. Disana kita bisa speak up our mind dan diharapkan bisa bikin perubahan. Masalahnya, kalo mereka yang masih tetep teguh dengan memegang prinsip diam itu emas, ini bisa jadi bencana.

Emang dengan diam aja bisa nyelesein masalah? Belum tentu.

Apalagi buat anak muda kek kita sekarang. Pasti punya banyak ide brilian yang nyangkut dan belum dikeluarin dari isi kepala lo. Berbagai ide yang emang dibutuhin buat solving real problem. Sehingga udah tanggung jawab kita buat generasi muda pasang badan dan make otak buat jadi generasi penerus. Kalo bukan kita siapa lagi? Generasi tua? Masa mereka udah lewat bro. Sekarang saatnya kita beraksi.

Baca juga: Berhenti Sok Keren dengan Gelar Agent of Change

Tapi beberapa dari kita mungkin udah pesimis gara-gara minder duluan. Ngerasa masih muda dan belum punya cukup kekuatan buat ngomong. Apalagi udah kalah pengalaman sama mereka yang lebih tua. Udah banyak makan asam garam kehidupan. Hasilnya ya takut buat speak up gara-gara takut dikatain.

"Ah loe kan masih bau kencur. Tau apa deh"

Sebenernya ini nggak masalah sih, tapi lebih ke pola pikir anak muda. Kalo kita takut speak up, ya mau sampai kapan nggak bakalan jadi emas.

Ide brilian kalo disimpen doang ya nggak bakalan jalan. Udah seharusnya kalo anak muda punya argumen ya ditunjukkin, kalo punya kritik terhadap pemerintahan ya dipublikasikan dan disertai dengan solusi, siapa tau kalo ide yang lo punya emang brilian? Kan siapa tau.

Lagian dengan adanya internet kita anak muda bisa dengan mudah buat speak up. Kalo mau bikin visualisasi kan udah ada YouTube, kalo bisanya cuman nulis ya tulis aja di blog pribadi.

Baca juga: Kalo Cuman Ngomong Doang, Kapan Bisa Nyelesein Masalah?

Udah seharusnya generasi muda manfaatin internet sebagai tools to show up our power. Gak cuman sekedar pake social media buat kekinian.

Boleh sih pake media sosial, tapi alangkah lebih baik lagi kalo dibumbui oleh kritik sosial. Bukan kah negara kita menggunakan asas demokrasi? Dimana dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Gak bakalan ada langkah konkret kalo kita cuman diem.

Jadi, masih nganggep kalo diam itu emas?


Image credit: flickr.com/photos/martins_nunomiguel

“Usia duapuluhan adalah masa kegemilanganmu, masa yang paling penting dan paling indah. Tapi juga masa-masa dimana kamu harus mengambil keputusan penting dan melakukan kesalahan besar.” - Ann Brashares, penulis

Banyak orang yang bilang kalo anak muda adalah generasi penerus dan bakalan menjadi roda penggerak suatu bangsa. Apalagi di era digital kek sekarang ini, anak muda tentu saja makin eksis karena mudahnya akses internet.

Namun, kalo kita lihat lebih jauh lagi ternyata masih sedikit penulis muda atau mereka yang berada di rentang umur 15-25 tahun yang secara produktif ngehasilin konten di internet. Ya, mungkin karena beragam jenis konten bisa dihasilin sih kek video, grafis, tulisan dan lain sebagainya.

Disini gue bakal mempersempit pandangan kita tentang anak muda yang ngehasilin konten, khususnya buat mereka yang aktif nulis di internet.

Baca juga: Kibarkan Semangat Lo Sebagai Pemuda Indonesia

Boom! Asal lo tau sih, nulis di internet itu gak cuman buat update status media sosial yang kita punya kek Facebook atau Twitter aja. Menulis bisa lebih dari itu. Lo bisa bikin pemikiran tentang berbagai masalah di dunia nyata dan bikin solusinya. Solving the real problem is not easy work, but it doesn't mean it can't be done.

Pertanyaannya adalah, kenapa sih kita nggak liat banyak anak muda yang aktif nulis di Internet?

Where Are They?

Banyak tempat di internet yang bisa kita temukan dimana anak-anak muda sering ngumpul dan bikin diskusi. Tetapi, masih banyak dari mereka (termasuk gue) ngumpul di media sosial kek Facebook, Twitter dan Instagram. Selebihnya, mereka punya komunitas-komunitas sesuai dengan interest mereka atau paling mentok ya diskusi di forum kek Kaskus.

Sebenernya itu adalah problem yang jelas! Why? Karena anak muda sering menilai teman mereka lewat media sosial, dimana mereka bisa mengekspresikan opini mereka dari berbagai macam topik secara bebas. Ya, mereka bisa bebas gitu aja buat judging on various topic on internet.

Masalah selanjutnya, they're addicted! Kecanduan internet adalah salah satu worse things dan mereka nggak punya banyak waktu untuk jadi lebih produktif. Pagi hari scrolling timeline Twitter, agak siang dikit buka Instagram dan scrolling lagi, terus sorenya check-in di Path sambil scrolling lagi. Gitu aja terus. Just scrolling after ever.

Gak salah sih sebenernya buat lo yang sering scrolling kek gitu. Mungkin aja pekerjaan lo emang gak ada hubungannya sama internet, jadi lo make internet buat nyari informasi dan entertain aja. Bukankah emang media sosial sekarang jadi tempat buat pamer doang? Dibalut oleh pencitraan diri?

But, hidup lo bisa kok jadi lebih bermanfaat daripada cuman geserin jari dari bawah ke atas setiap harinya dengan cara menulis. Ya dengan menulis.

Baca juga: Berhenti Sok Keren dengan Gelar Agent of Change

Kenapa harus nulis? Ya, karena menulis adalah cara kita berpikir. Menunjukkan gimana pola pikir yang kita punya dan bangun hingga kemudian dituliskan secara sistematis dan terstruktur agar mudah dimengerti oleh orang lain.

Menulis disini gak usah kek nulis artikel ilmiah kok. Ya, biasa aja. Kek gue yang menulis seperti yang sedang lo baca sekarang ini. Pada dasarnya gue gak perlu keahlian menulis kek nulis artikel jurnal skripsi, itu kalo lo ngerti maksud gue.

Terus apa hubungannya anak muda sama kegiatan menulis? Jadi gini, menurut gue anak muda udah banyak kehilangan waktu, kreativitas dan imajinasi. Padahal mereka adalah generasi penerus yang bisa ngelihat dunia dari perspektif muda mereka dan pemikiran mereka yang masih fresh. Kenapa harus nunggu di umur 30 tahun untuk membuat sebuah inovasi kalo sekarang udah bisa?

Gue nulis, tapi gak di internet. Masalah?

Ada sebuah kutipan nih
"Untuk membuat sebuah perubahan hanya butuh satu orang"

Terus ada juga
"Nggak peduli berapa umur lo, setiap orang bisa bikin perubahan"

But, kita nggak liat banyak anak muda doing much for this things.

Padahal ide-ide brilian itu ada di anak muda. Mereka bisa jadi inovator dan inventor sebagai generasi muda. Sehingga kalo bisa kita tarik kesimpulan secara global, anak muda bisa reshaping the future of this planet.

Bagaimana caranya? Angkat bicara! We present to speak and contribute to arguments on the internet, yakin aja kalo anak muda bisa bikin cerita jadi beda. Bisa bikin all of us ngelihat dari perspektif yang berbeda. Itulah kenapa kita butuh banyak kehadiran anak muda di Internet.

Khususnya menjadi seorang penulis atau at least bikin konten yang bisa dibaca banyak orang, nggak cuman doing ordinary things like updating their activity on Facebook or Path. We can get better plan for the future with teenagers in mind.

Apalagi di era digital sekarang. Kalo lo cuman nulis pemikiran lo di buku catatan sekolah, mau sampe kapan? Gak bakal orang lain bisa liat pemikiran lo. Bukan berarti menulis secara offline itu salah. Tidak.

Itu baik, tapi ada yang lebih baik. Kenapa nggak?

Better future

"Imagine the internet being used as a tool, to build a better planet"

Kalo kita bisa dapatkan imajinasi dari anak-anak muda kita bisa bikin masa depan lebih baik soalnya anak muda masih punya banyak banget impian. Istilahnya masih idealis lah. Terus dibikin kolaborasi sama pengalaman mereka yang udah dewasa, pastinya we can doing something better for our lives!

Baca juga: Ngapain Takut Bikin Perubahan?

Kalo anak muda sama orang dewasa bikin kolaborasi buat solving real problem keknya bakalan lebih efisien. So? As a teenager lets participate in this evolution of the internet. Trust me, we can make the internet a better place and reshaping for better future.




Image credit: pixabay.com

Good Ideas. Great Stories.

Feel free if you want to send an email to me and ask anything, or just to say hello!

hello@jungjawa.com

Copyright © jungjawa 2022