Archive for Jungjawa.com Juli 2015


Lo pernah sadar apa nggak sih kalo gambar-gambar maupun foto di internet itu nggak semuanya gratis atau free for use. Selalu aja ada atribut copyright yang menyertainya bahkan free license pun ada keterangannya kalo itu free. Nah lo kalo gitu boleh nggak kita seenaknya ngambil gambar lewat Google dan menggunakannya untuk kepentingan komersil tanpa menyertakan aribusi copyright dari pemilik karya yang asli?

Well, harusnya sih nggak. Semua karya udah seharusnya dilindungi oleh copyright. Terus kenapa mesti dilindungi? Karena untuk bikin karya itu nggak gratis dan gampang, termasuk fotografi.

Baca juga: Does Design Matter for Really Your Blog?

Sebagai contoh semisal lo mau menggunakan foto dari hasil search engine Google, jangan menggunakan atribusi Google dengan menuliskan ‘sumber dari Google’. Kenapa? Karena Google cuman search engine yang hasilnya crawling dari situs-situs lain. Sehingga atribusi yang harus lo cantumin adalah website sumber foto tersebut. Perhatikan juga keterangan website itu tentang sejauh mana kita bisa mengutip isi website tersebut (termasuk tulisan, foto dan lain sebagainya).

Tapi nggak usah khawatir, ada aja kok beberapa dari kreator yang memperbolehkan karya mereka disebarluaskan alias atribut free license atas karya yang mereka buat. Salah satu tujuan mereka sih sebagai shared services atau juga bisa sebagai portfolio dia nantinya (bergantung jumlah download juga sih). Terus kalo lo emang care dan pengen mereka ngasih karya yang berkualitas (terutama kreator lokal) lo bisa aja ngasih mereka donasi, walopun nggak seberapa tapi itu cukup buat ngasih apresiasi dan bikin mereka semangat buat ngelanjutin karya mereka. Alternatif lain semisal lo nggak bisa ngasih donasi, bisa aja nge-klik iklan jika situs mereka memiliki iklan.

Secara nggak sadar kalo kita peduli dengan mereka, kita masih berkesempatan terus menikmati karya-karya mereka. Gratis kan? Lo bisa liat di blog gue ini, menggunakan free-used images (mayoritas dari Pixabay) sebagai ilustrasi tiap tulisan yang gue bikin. Because a picture is worth a thousand words.

Ngomong-ngomong tentang atribusi foto, dibawah ini ada beberapa website penyedia gambar-gambar free-license buat dijadiin ilustrasi. Mau dipake buat blog, web ataupun startup milik lo juga boleh. Jangan lupa, atribusinya dibaca ulang biar ngerti dan nggak salah pake:

1. Pixabay
Image credit: pixabay.com
Bagi gue, situs ini enak banget. Selain navigasi yang mudah dan ringan, kualitas yang ditawarkan pun nggak main-main. Dan kalo mau yang lebih oke lagi, Shutterstock juga jadi partner dari Pixabay.

2. Foodiesfeed 
Image credit: foodiesfeed.com
Nah kalo lo adalah pecinta makanan atau memiliki situs yang food-related kayak startup, blog atau website company situs ini bisa jadi alternatif sumber foto kamu. Selain itu, kamu bisa ngikutin perkembangan mereka melalui sosial media kayak Twitter, Facebook dan juga Instagram.

Image credit: picography.com
Picography ini kayak semacam blog gitu dan koleksi foto dari situs ini emang bagus banget. Uniknya disetiap fotonya kita bisa liat properti dari foto yang kita inginkan sebelum nge-downloadnya kayak ISO, aperture, lensa dan sebagainya (sekilas mirip properti milik Flickr).

4. Pexels
Image credit: pexels.com
Situs ini nyediain 10 foto baru untuk setiap harinya. Walaupun cuman sebagai search engine foto, kualitasnya nggak bisa dipandang sebelah mata (bahasa kerennya Instagram-able). Rata-rata foto disini berlisensi CC0 yaitu boleh tanpa menyertakan atribusi dan bebas digunakan baik secara personal maupun untuk komersial.

5. Kaboompics
Image credit: kaboompics.com

Dibelakang KaboomPics adalah Karolina, desainer website asal Polandia yang berfikir bahwa nyari foto berkualitas tinggi itu sulit (ya kayak nyari pacar gitu...). Maka dari itu Mbak Karolina ini bikinin KaboomPics yang foto-fotonya ia ambil sendiri, soalnya fotografi udah jadi passionnya Mbak Karol.

6. New Old Stock 
Image credit: nos.twnsnd.com

Semisal topik blog lo atau situs lo bertema old style gitu pasti agak susah nyari foto-foto jadul kan? Nah boleh dicoba nih New Old Stock sebagai sumber gambar situs milik lo.

7. Unsplash
Image credit: unsplash.com

Sering banget liat berbagai mockup website atau template nggak? Nah Unsplasih ini banyak dipake oleh para kreator mockup dan template sebagai foto sampel. Kualitas? Daripada penasaran mending cek aja sendiri.

8. Stocksnap
Image credit: stocksnap.io
Tagline situs ini beautiful free stock photos yang udah jelas banget kalo semua foto yang ada di situs ini free license. Bahkan resolusi yang ditawarkan nggak cuman becandaan, bisa diatas 3000px. Nyenengin banget kan?

Baca juga: Jadilah Kreator Bukan Plagiator

Makanya udah saatnya berubah. Masukin foto sih boleh-boleh aja, bebas. Yang penting ngerti tentang atribusi. Lagian banyak yang free, ngapain maksa buat nggak nyantumin sumber gambar? Parahnya malah jadi copaser gambar. Kan gak keren banget. Mendingan berubah dari sekarang dan bikin mata kita melek hak cipta, yuk!

Header image credit: pixabay.com


Sebelumnya kita pasti sering dengerin tentang renewable energy atau energi terbarukan. Nah sekarang ini ada juga namanya clean tech atau teknologi bersih. Tapi sebelum ngomongin clean tech, sebenarnya udah ngerti banget belum sih? Atau cuman jadi buzzword doang biar kelihatan keren gitu.

Jadi clean tech itu menggambarkan produk-produk yang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi dari suatu sistem operasional. Nah selain itu clean tech sendiri mampu untuk mengurangi biaya operasional sambil mengurangi konsumsi energi dan menekan limbah bahkan sampe jadi zero waste. Wih!

Gue lebih suka dengan penjelasan dari ecoconnect.org.uk: clean tech refers to technology, products and services which generate superior commercial benefits to customers while addressing significant environmental concerns such as global warming, sustainability of natural resources and energy security. Simpelnya sih teknologi yang memanfaatkan lingkungan dan concern banget sama lingkungan bahkan keberlanjutan dari sumber energi tersebut pun ikut diperhatikan. Ciee perhatian banget...

Baca juga: Ngapain Takut Bikin Perubahan

Clean tech sendiri merupakan tingkat lanjut dari teknologi konvensional yang sudah banyak berkembang dan diharapkan mampu lebih baik untuk menjadi inovasi. Ya seenggaknya menyelamatkan planet kita dari kerusakan. Ya akibat kita juga sih.

Ada delapan kategori clean tech, yaitu, renewable energy generation, energy storage, transportasi, lingkungan, clean industry, water treatment dan pertanian.

Zenithsolar
ZenithSolar merupakan solar panel berbentuk parabola. Sebagai contoh Z20 memiliki ukuran 11 meter persegi dan dilengkapi cermin optik untuk menangkap dan mengkonsentrasikan sinar matahari yang ditangkap agar energi yang didapatkan bisa lebih efektif dan efisien.

Image credit: rotemi.co.id

Vertical Farming
Kalo yang satu ini mungkin kita udah banyak liat. Di kota-kota besar vertical farming udah jadi tren. Selain dapat menjadi 'kebun penghijauan' dalam kota juga menjadi sumber pangan. Pernah denger kan tesis dari Thomas Malthus yang menyatakan pertumbuhan penduduk itu mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung. 

Image credit: scorigin.com

Sehingga lahan pertanian bakalan punya kompetitor lain, yakni kebutuhan tempat atau papan oleh manusia. Vertical farming sendiri mampu meningkatkan hasil pertanian, selain itu juga hemat lahan. Hal ini dikarenakan untuk setiap 100 meter persegi lahan vertikal sama dengan 400-600 meter persegi lahan pertanian konvensional. Apalagi sistem pertanian ini memiliki keunggulan lain seperti bebas banjir dan bebas hama.

Carbon Nanotubes
Nanotube ini masuk kedalam teknologi material. Di kalangan peneliti, teknologi ini memiliki popularitas yang tinggi dan perusahaan industri elektronika memiliki perhatian besar pada material. Coba bayangin sebuah material yang kondiktivitas listriknya melampaui tembaga dan kemampuan hantar panasnya bisa lebih tinggi dari berlian, keren kan!

Image credit: cntcoating.com

Namun masalah lain muncul seperti kemampuan produksi massal yang masih menjadi kendala utama di kalangan industri. Perusaaan-perusahaan besar pembuat CNT (Carbon Nanotube) hanya mampu memproduksi material ini kurang dari 100 ton per tahunnya.

Carbon nanotubes (CNT) pertama kali ditemukan oleh Iijima pada tahun 1991. CNT diketahui memiliki sifat elektrik, kimia dan mekanik yang luar biasa sehingga sejak ditemukannya material CNT, CNT telah menjadi subyek penelitian-penelitian aplikasi teknologi baru, seperti biosensor, aktuator, fuel cells dan berbagai proyek lainnya.

Hydrovolt
Kebayang nggak kalo teknologi yang kita gunakan udah advance banget sehingga mampu meniadakan limbah dari proses itu sendiri atau istilah lainnya adalah zero waste. Selain di industri kertas, ada satu teknologi lain yakni hydrovolts yang menyediakan teknologi “micro hydropower” dan dapat menghasilkan membangkitkan listrik dengan tenaga air dari sumber apapun.

Image credit: gizmondo.com.au

Namun, teknologi ini difokuskan untuk digunakan di pabrik-pabrik yang memiliki limbah industri berupa cairan. Jadi sebelum limbah dibuang ke lingkungan, hydrovolt akan memanfaatkan energi kinetik dari aliran air limbah untuk dikonversikan menjadi energi listrik. Jadi tidak terbuang sia-sia.

Baca juga: Hackers: Kekuatan Baru yang Patut Diperhitungkan

Ngomongin clean tech emang asik banget, selain teknologinya lebih advance kita juga bisa lebih concern ke lingkungan. Jadi, pengusaha jangan cuman mainin ego kapitalisme doang, terus lingkungan gak ikut diperhatikan. Ya rusak deh.

Apa mau terus-terusan begitu? Makanya belajar dari sekarang.


Header image credit: pixabay.com

In the 21st century, hacking is a superpower that can positively impact millions worldwide – if we learn how to harness it – Keren Elazari
Masih inget nggak era dari Friendster yang pernah booming dulu? Atau pernah nggak ngalamin akun Friendster atau media sosial kalian dibajak, yap “Maaf dibajak” atau istilah lainnya get hacked.

Mungkin dari sana kita sering mengasosiasikan hal tersebut dengan istilah hacker, hacking and hack itself. Ada suatu hal yang membuat kita takut ketika membaca ataupun mendengar kata hack. Terus kenapa kita harus takut terhadap kekuatan para hacker? Apakah mereka mempunyai kekuatan superpower sehingga pantas untuk kita takuti?

Baca juga: Ngapain Takut Bikin Perubahan?

Jawabannya bisa iya, bisa juga nggak. Hacker itu udah kayak sistem imun tubuh di tubuh kita. Dalam era informatika kayak sekarang ini kita nggak bisa jauh-jauh dari berbagai produk IT. Dan hacker, ia dapat mengobati atau sebaliknya dapat menyerang balik tubuh inangnya. Terus kenapa kita harus peduli? Gini sob, menjadi seorang hacker berarti memiliki kekuatan besar, you have more power to do something bad!

Tapi nggak selamanya paradigma buruk yang ada di masyarakat itu benar adanya. Kita harus belajar bahwa nggak semudah itu nge-judge suatu hal yang belum tentu benar. Why? Karena disaat banyak dari mereka doing something bad, tapi nggak dikit juga yang doing something good.

Sebagai contoh adalah Android One Hack for Impact yang baru-baru ini diselenggarakan oleh Google guna mendukung developer aplikasi lokal di Indonesia. Keren kan kalo banyak developer lokal berlomba-lomba buat aplikasi lokal. Apa kita mau terus-terusan menjadi konsumen aplikasi impor?

Selain itu ada juga Lailatul Koding, yakni acara hackaton tahunan yang digagas oleh developer IT, khususnya di Bandung. Dimana hasil kegiatan disumbangkan dalam bentuk amal. Keren nggak tuh meningkatakan kualitas hidup banyak orang dengan doing something good?

But great power comes great responsibility. Kamu bisa menjadi seorang hero ataupun kriminal tingkat tinggi dengan kekuatan tersebut. Tapi udah seharusnya seorang hacker do the right things and become a hero for themself.

Selain itu hacker seharusnya nggak cuman bisa ‘membuka’ sesuatu. Tapi ia harus bisa membuat sesuatu yang nyata. Coba kita lihat di tahun 2011 dimana konflik yang terjadi di Mesir dan membuat pemerintah Mesir harus bertindak ekstrim yakni dengan memblokir akses internet di negaranya. Namun apa yang dilakukan oleh Anonymous dan Telecomix (aktivis hacker Mesir) benar-benar patut diacungi jempol. Mereka membuat akses internet darurat di Mesir untuk memulihkan koneksi internet saat itu.

Kalo aja kita punya sense of belonging yang tinggi buat berkontribusi bagi sesama, kita akan memiliki nilai lebih. Selain itu, technology is there for the greater good. Jangan sampe deh kita salah buat ngegunainnya

Baca juga: Alasan Kamu Bikin Karya: Tentang Uang atau Ngasih Value?

Disini kita dapat melihat bahwa di era informatika kayak sekarang ini, akses terhadap informasi adalah kekuatan baru. New power in 21st century. Itulah kenapa hacker memiliki sumber kekuatan yang baru dan sangatlah besar, tapi how they can be the hero, if we expecting them to be the bad guys?


Image credit: pixabay.com

A: "Does it really matter what my blog looks like?"B: "Yes, it definitely does"A: "Why?"B: "Because people will judge your blog based on the quality of our blog, whether that’s fair or not"
Sebagai salah satu desainer yang seneng ngeblog (atau blogger yang seneng ngedesain), gue sering banget blogwalking sambil memperhatikan hal-hal kecil dari blog yang gue kunjungi.

Tentu hal yang sering gue perhatiin nggak jauh dari masalah desain dan gimana blog itu berinteraksi dengan pembacanya. Kadang sebel juga dan pengen langsung negur, istilahnya pengen ngasih feedback positif gitu biar blognya bisa level up dan lebih istimewa.

Semisal lo berkunjung ke sebuah blog dengan berbagai widget kayak musik, guest chat dan laba-laba yang tiba-tiba bikin sarang sarang di pojok kanan atas. Gue sih ngelihatnya sebagai sesuatu yang unik aja (soalnya udah jarang banget yang kayak gini). Terus tiba-tiba ada burung terbang yang nyuruh kita buat nge-follow. Ini absurd abis. Terus kalo kita klik sebuah link ada bintang-bintang berjatuhan. 
Well, dari skenario diatas, kita bisa come up tentang apa aja yang bisa bikin desain blog kita bermasalah. Sebetulnya ada banyak faktor lain yang membuat desain blog jadi ngga nyaman. Diantaranya kayak layout yang terlalu ramai, navigasi yang membingungkan, penggunaan warna yang salah, slow intro (biasanya yang pake preloader) dan lain sebagainya.

Write to design
Gue sering banget nih nemuin pengaturan teks yang kurang tepat di sebuah blog. Desainnya dibikin nggak nyaman dengan make ukuran font yang kecil, well dibawah 12px bisa menyakitkan mata pembaca. Masa iya pengunjung ‘terpaksa’ nge-zoom-in buat ngebaca. Jangan dibikin susah deh.

Terlalu banyak teks juga nggak bagus. Biarkan pengunjung memiliki space to take for rest. Jadi, penting banget buat ngerti apa itu letter-spacing, line height, font-size dan font-family.

Khusus yang terakhir, font-family bisa lo liat di Google Font. Disana terdapat banyak jenis font yang bisa lo pake di blog. Tapi inget, nggak semuanya cocok. Beberapa blogger sering memaksakan font jenis display untuk menjadi body text di blog miliknya. Hasilnya pembaca kesulitan buat ngebaca. Jadi tempatkan jenis font di tempatnya. Kalo body text ya taroh di body, kalo display ya dipasang di headline atau tittle. Jangan suka kebalik-balik.

Without beauty, nothing else matters.
Mungkin lo punya konten blog yang bagus. Niche yang lo pilih udah bagus banget dan lo udah expert di bidangnya. Mau nulis 100 artikel per hari udah nggak masalah buat lo. Tapi lo masih punya masalah. Blog sepi pengunjung.

Ya emang sih, blogwalking itu masalah kenyamanan hati. Gue lebih nyaman kalo blogwalking ke blog yang ramah. Nggak bikin mata gue sakit, apalagi bikin sakit hati. Well, kalo emang lo bisa bikin konten bagus kenapa nggak sekalian desain blog lo dibagusin. Sayang banget kalo manfaat dari blog lo ditutupin oleh masalah sepele. Gara-gara desain.

Nggak usah ribet bikin desain sendiri. Gampang. Banyak jasa desain diluar sana kok. Misal lo bisa make jasa seorang blog designer. Jadi yang lo pikirin sekarang tinggal bikin konten.

Beauty can change how people act. People act differently around beautiful things. 
Ngeblog hari gini emang nggak kayak sepuluh bahkan lima belas tahun lalu. Maksud gue, ngeblog sekarang makin happening aja. Banyak CSR dari perusahaan gede make jasa blogger. Terus banyak kompetisi juga digelar buat blogger. Mulai dari giveaway sampe hadiah ratusan juta. Terus apa hubungannya sama desain blog?

image: okilla.com
Gini, pernah nggak lo liat perbedaan tombol hijau dan merah. Walaupun nggak pernah dijelasin, secara psikologis kita menganalogikan merah dengan kata ‘bahaya’ dan hijau dengan kata‘aman’. Dari sini kita bisa tarik kesimpulan bahwa desain bisa bikin perbedaan. Sebab pembaca blog akan berinteraksi dengan blog, bukan dengan penulis (kan kita offline).

Apalagi blog yang berisikan iklan maupun hal-hal yang memerlukan conversion rate yang tinggi. Hal itu bakalan bikin desain menjadi poin penting selanjutnya.

Design = Packaging
Bicara desain berarti bicara packaging. Semisal lo beli produk A dan produk B nih. Kemasan produk A lebih bagus dari B, pastinya dengan asumsi konten yang sama lo bakalan milih produk A. Karena manusia cenderung tertarik pada sesuatu yang ‘terlihat’ lebih baik.

Baca juga: Medium, Udah Saatnya Ngeblog dan Fokus Menulis

Udah ngerti kan? Desain blog jangan dikesampingkan kalo pengen banget blog yang kita miliki jadi sukses. Pada akhirnya gue cuman mau bilang kalo desain itu terlalu sederhana jika hanya diartikan sebagai how it looks. Desain adalah tentang sebuah kenyamanan dan keinginan untuk berinteraksi, saling bercerita dan menyampaikan arti dari hati yang selalu kau rendam rindu di setiap pagi di dalam secangkir kopi. Ouch..


Image credit: sunclouddesign.com

Agiasa Ziya, lebih akrab disapa Agia, adalah blogger wanita yang telah lama berkecimpung di dunia blogging. Salah satu karyanya adalah Princess Sendal Jepit, buku ini adalah kumpulan cerita yang dibagi menjadi dua bagian. Bab pertama adalah kumpulan cerita gokil, sedangkan bab kedua adalah prosa abstrak gitu.

Lanjut nih, dari hasil ngobrol dengan Mbak Agia, ada beberapa poin yang menarik banget menurut gue. Terutama buat anak muda yang pengen ngejar mimpi nih. Gimana caranya biar terus konsisten, berperan aktif dan lain sebagainya.

Mbak Agia sendiri orangnya emang easy going, jadinya gue nggak terlalu kikuk buat ngobrol, bahkan cenderung banyak bercanda dan santai banget.

<J = James Jung; A= Akika Agia>


A: Ahoy...sebelumnya makasih banget buat Jung atas kesempatan yang diberikan, karena dengan adanya interview ini, gue berasa jadi artis.

J: Eeeh.. mending kenalan dulu mbak. Sedikit introduction gitu biar pembaca bisa kenal sama artis yang satu ini. Boleh kan?

A: Aduh. Oke. Gue manis, cerdas, ga pernah nangis ga jelas atau ngambekan saat mengalami PMS dan sangat rajin dalam hal apapun. Tapi bohong. Hehe... Gue agak manis, pendek, penggemar anime, sering dibilang aneh bin absurd, pengidap agyrophobia atau jalan raya. Gue omnivora tapi defensif sama terong, daging kambing dan nanas. Gue juga selalu dikira cowok akibat gaya nulis gue yang jauh dari kata feminim. Oh ya, gue juga hanya bisa konsentrasi belajar atau membaca di tempat yang bising. Kalo di tempat tenang, gue bakal ketiduran.

J: Jadi harus berisik gitu mbak? Waw banget yak cara konsentrasinya. Pertama nih, sebagai blogger, apa sih yang melatar belakangi mbak Agia biar konsisten menulis dan ngeblog?

A: Latar belakang gue ngeblog pada awalnya karena pengin cari wadah yang pas buat curhat. Mau nulis di tembok, ga mungkin. Pernah nulis di buku diary, malah dibaca nenek gue. Jadi gue memutuskan untuk curcol di blog. Itu awalnya. Makin lama, latar belakang gue ngeblog itu karena pengin belajar nulis kreatif dan ngasih kontribusi positif buat banyak orang, meski cuma dikit. Satu lagi. Ngeblog itu nyenengin dan bisa ngilangin stres.

J: Wah baru tau nih kalo ngeblog bisa ngilangin stres. Gini mbak, ngeblog kan nggak cuman nulis nih, gimana sih caranya biar ngeblog kita itu punya purpose?

A: Blogwalking. Percaya atau ngga, kegiatan yang satu itu bisa memberdayakan dan ngembangin diri khususnya dalam ngeblog agar lebih punya purpose. Awalnya hanya nulis ngasal, tapi dengan ngeliat gimana blogger yang lain nulis dengan tulisan yang keren-keren, memacu diri untuk ga lagi nulis hal-hal yang monoton tapi kreatif dan punya tujuan spesifik.

source: agiasaziya.blogspot.co.id/ 
J: Oke udah dicatet, blogwalking! Lanjut ya, menurut Mbak Agia peran serta blogger di dunia nyata itu kayak gimana sih?

A: Blogger bisa lebih banyak berperan di dunia nyata dengan aktif menggalakkan dunia perbloggeran. Mulai dari lingkup terkecil misalnya sekolah atau kampus. Kita bisa jadi trail blazer atau pelopor gerakan ngeblog di sekolah atau kampus dan mengadakan kompetisi biar para civitasnya lebih canggih dalam dunia kepenulisan. Bisa juga dengan cara lain. Misalnya anak-anak muda ingin menyalurkan ide-ide terpendam dengan jangkauan lebih luas, ga hanya sekolah atau kampus. Melalui blog, informasi tertulis pastinya bakal lebih jelas dan gampang nyebar. Kecuali kalo di rumahnya ga ada komputer atau laptop, susah juga. Tapi bisa pinjem tetangga atau gebetan, kok. #Ehhh.

J: Ngomongin inspirasi nih, ada nggak sih yang menjadi role model Mbak Agia?

A: Hahaha... kalo ngomongin inspirasi nih, gue masang suami sendiri sebagai role model. Dia bukan blogger dan bidang yang digeluti pun beda jauh. Dia kuliah di Jepang, ngambil eco energy yang isinya kebanyakan fisika lalu nerusin belajar Syariah di Ahgaff University yang terletak di Yaman. Gue? Gue belajar bahasanya Pangeran Charles di Bandung. Jauh banget, kan? Meski beda, dia punya "something cool" yang bikin gue terpacu untuk lebih maju dalam bidang yang gue bisa. 

J: Wah keren banget, by the way Mbak Agia sendiri punya creative habits gak?

A: Soal creative habits, paling ngga, ada satu buku atau blog yang gue baca tiap hari. Buku apa aja gue baca. Komedi, sastra, sampe buku telepon juga gue pantengin. Selain itu gue usahain jalan-jalan biar ga galau. Percuma jadi blogger tapi ga kreatif dan isi tulisannya negatif akibat stres berkepanjangan. Contoh: How to Kill Your Mantan Using Ketapel. 

J: Analoginya bikin ngakak nih. Hahaha.. Any upcoming project?

A: Upcoming project: Nerbitin dua novel (sok iyes banget ini), travelling ke luar negeri (ini juga sok iyes banget) dan melanjutkan S2.

J: Semoga projectnya tercapai ya mbak dan jangan lupa ngasih kabar ke Jungjawa.com, biar berbagi pengalaman dan inspirasi gitu :). Next, menurut Mbak Agia, bagaimana seharusnya teman-teman blogger bisa lebih banyak berkontribusi positif untuk perkembangan industri kreatif Indonesia saat ini?

A: Biar bisa berkontribusi lebih banyak di industri kreatif, para blogger harus lebih banyak baca, sering blogwalking, lebih banyak mengamati apa yang sedang jadi fenomena, jangan lupa update informasi terkini, juga mempelajari isu-isu yang ada biar ga ketinggalan dan bisa punya ide-ide segar yang belum pernah ada sebelumnya.

J: Sebelumnya Mbak Agia pernah mengalami pembajakan nggak. Kalo pernah bagaimana Mbak Agia menanggapi hal ini?

A: Pernah banget. Satu dua kali gue biarin. Tiga empat kali gue cuekin, tapi mengalami pembajakan tulisan entah itu di Twitter atau blog yang keenam kali, gue kedipin orangnya. Gue gampar mukanya. Gue sabotase pacarnya. Hahahahaha.... Bohong lagi. Gue ngomong baik-baik ke orang tersebut gimana cara memodifikasi ide orang menjadi tulisan yang lebih segar tanpa ada indikasi plagiarisme sama sekali. Bukan ngerasa udah jadi blogger kece, tapi kalo ga ditindak, copaser ga bakalan bisa maju. Dia bakal terus nyolong tulisan orang dan ga akan bisa jadi orang yang kreatif atau inovatif.

J: Wow, bijak ya! Tuh dengerin tuh yang sering jadi copaser. Balik lagi ke anak-anak muda sekarang nih mbak, ada yang ingin disampaikan nggak buat mereka yang sedang belajar ngeblog. Agar mereka berani dan tetap semangat berkarya gitu?

A: Belajar ngeblog harus pake cinta. Dengan menyukai apa yang kita lakuin, belajar bisa lebih cepet dan konsisten. Kayak ngelakuin hobi. Jangan kecil hati kalo blognya dikritik atau dibilang jelek. Jangan berhenti ngeblog apapun yang terjadi, kecuali kalo ada Pak RT yang nagih iuran ya berenti dulu, jangan dicuekin. Kasian. Jangan malu untuk nulis apapun yang penting ga menyinggung sara dan mengandung hal-hal berbau porno. Blogger kreatif awalnya juga cupu dan nyebelin, tapi lama-lama, dengan konsistensi dan kasih sayang, isi tulisan akan lebih beragam dan punya nilai. Syukur-syukur bisa menghasilkan sesuatu. Entah itu kepuasan, kemajuan dalam menulis, atau jadi lahan pekerjaan. 

Nah loh, buat lo yang masih muda kudu konsisten tuh. Apalagi blogger, kasihan kan kalo bio sosial media nampang tulisan blogger tapi update terakhir setahun yang lalu. Hih!

Mendingan konsisten ngeblog terus ngehasilin sesuatu, kalo kayak gitu kan bakalan wih banget. Trust your power, follow your dreams!


Image credit: awesomewebguy.com


“Jika Anda tidak memiliki mimpi, maka Anda akan bekerja untuk mewujudkan mimpi orang lain.” - Tony Gaskins
Ada banyak cara buat anak muda untuk bisa berkontribusi dan mau jadi bagian dari perubahan. Emang sih beberapa postingan blog gue yang terakhir selalu ngomongin tentang anak muda, perubahan dan pola pikir. Sebenernya nggak ada tendensi apapun, cuman pengen yuk sama-sama ngebuka mata kalo kita sebagai iron stock bisa bikin kontribusi lebih kok. Nggak cuman bisa gaya-gayaan gengsi doang. Banyak cara untuk menjadi berguna.

Baca juga: Berhenti Sok Keren dengan Gelar Agent of Change

Balik lagi ke kutipan Tony Gaskin diatas. Misalnya nih anak muda kita banyak yang enggak mau bermimpi besar, ujung-ujungnya bakalan jadi ‘pekerja’ dari mimpi orang lain. Gue bukan bermaksud menggeneralisir atau bersikap skeptis, tapi ya inilah peran kita. Coba kalo lo gak punya mimpi, mau jadi apa 5 tahun atau bahkan 10 tahun kedepan?

Hari ini, setelah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, kita punya banyak cara untuk lebih berkembang apalagi dengan bantuan teknologi. Cuman buka Instagram atau Twitter, kita bisa bantu kontribusi (walaupun hanya ningkatin awareness doang) dengan hashtag atau social-movement lainnya. Mudah banget.

Terus yang jadi pertanyaan lagi nih, kenapa anak muda harus punya mimpi yang gede? At least alasannya karena kita nggak cuman mikirin perut sama ego diri sendiri, seenggaknya peduli dengan kemanusiaan (kita emang manusia, kan?). Nggak banget kalo kita udah on the way to death tapi baru sadar pengen ngelakuin ini itu buat orang lain. Pengen berkontribusi dan lain sebagainya, tapi apa daya raga udah nggak prima kayak dulu. Telat banget.

Ngomongin mimpi lagi nih, ada juga yang cuman jadi wacana. Kalo ditelusuri lagi, salah satu masalahnya adalah ketidakmampuan untuk ngewujudin ide atau mimpi tadi.

Baca juga: Hey Pemuda! Jangan Banyak Alasan Untuk Berkarya

Hei bro! Ini udah tahun 2015, udah nggak banget ide cuman jadi wacana. Asal lo tau aja sih, di luar sana ada banyak cara buat ngewujudin ide lo tadi. Salah satunya adalah dengan berkolaborasi. Seenggaknya kalo kalian memiliki visi yang sama maka mudah banget buat ngewujudin ide atau mimpi besar. Orang Indonesia emang pada dasarnya suka banget sama gotong royong kan?

Which means kalo lo punya knowledge bahkan experience, lo bisa aja berkolaborasi bikin tim yang solid buat ngewujudin ide tadi (sekaligus eksekusi). Nggak usah mentingin gengsi deh, we can’t have it all. In fact, we can never have it all. Mungkin lo punya resource yang memadai, tapi kalo lo bisa build a team and find your partner gue yakin hasilnya bisa lebih baik daripada lo jadi single fighter sendirian. Terus kalo udah punya tim tinggal bagaimana bikin tim yang kompak. Punya skill yang beda dan satu visi biar bisa ngasih kontribusi sama value ke tim lo bangun.

Kabar baiknya, anak muda kita udah makin banyak yang rela tangannya kotor buat nyelesein masalah sosial. Kayak mahasiswa di Universitas Gadjah Mada yang ngebikin aplikasi pelapor jalanan rusak. Mereka berambisi untuk menjadi solusi perbaikan jalan agar segera diperbaiki oleh pemerintah. Iya sih, sebagai pengguna jalan gue juga kadang ngerasa jengkel dengan jalanan yang rusak.

Lebih-lebih perbaikan yang dilaksanakan pun terkadang lamban banget keburu ada korban baru dilaksanain. Kabarnya, aplikasi dari mahasiswa UGM tadi juga ikut dalam kompetisi Urban Issues yang diselenggarakan oleh PBB. Well, nggak cuman jadi peserta biasa gitu aja, namun menjadi peserta terbaik dari Indonesia. Keren ya tujuan dan eksekusinya.

Nah kalo kita bisa saling bahu-membahu buat nyelesein masalah isu sosial (yang paling deket aja dulu), terus jadi gue mikir “Kalo anak muda udah bikin sesuatu yang bermanfaat kayak gini semua, masalah-masalah bangsa kayaknya bakalan kelar dari dulu deh”. Seenggaknya kita bisa doing something good tingkat nasional.

Baca juga: Ngapain Takut Bikin Perubahan?

Sekali lagi gue juga percaya kalo anak muda di negeri ini punya sejuta mimpi besar. Ditambah lagi kalo mereka suka banget bekerja keras dan berwawasan luas. Yakin deh kita mampu untuk berkontribusi secara positif buat tanah air. Nah kalo mimpi udah punya terus eksekusi udah di depan mata, nunggu apa lagi? Kalo gitu, mimpi dan eksekusi adalah rumus wajib buat sukses!


Image credit: escapetoeden.files.wordpress.com

“Each generation wants new symbols, new people, new names. They want to divorce themselves from their predecessors.” - Jim Morrison
Mungkin udah saatnya kita sadar (terutama buat mahasiswa) yang menyandang gelar agent of change untuk segera bergerak dan berubah. Berubah menjadi lebih baik dan mau ngasih contoh real, nggak cuman wacana. Tanpa bermaksud menggurui, sebenarnya tulisan ini menyindir gue sendiri maupun lo yang ngerasa udah jadi mahasiswa tapi nggak bisa ngasih kontribusi apapun yang berarti.

Masih belum ngerti juga? Gini, mahasiswa itu identik dengan gelar agen perubahan atau bahasa kerennya sih agent of change. Sebagai agent of change tentu banyak banget pemikiran ini itu dan wacana ini itu, tujuannya ya cuman buat bikin kemajuan negara kita ini.


Tapi (kebanyakan loh) masih cuman sekadar omong doang, wacana doang, rencana doang tanpa ada tindakan nyatanya. Kalo pun ada ya palingan mandeg ditengah jalan. Ending-nya juga au ah gelap kemana. Apa mungkin negara kita ini perlu kementrian pemuda omong doang?

Sekarang mahasiswa bebas kalo mau berkoar-koar dimana aja. Mau di jejaring sosial dengan hashtag buat bikin awareness maupun dalam bentuk parlemen jalanan. Tapi berapa banyak sih yang ngerti esensi dari sebuah pergerakan atas nama idealisme mahasiswa? Atau cuman ikut-ikutan biar kelihatan keren gitu?

Kebanyakan sih sukanya ngasih kritik tapi kadang diri sendiri nggak mau dikasih kritik balik. Bisa bikin movement eh tau-taunya cuman buat gaya doang. Parahnya lagi ikutan organisasi cuman buat dapetin sertifikat tanpa ngerti proker-proker divisinya. Terus sok gaya bikin program kerja keren tapi nyontek dari organisasi lain. Inovasi macam apa itu?

Ironisnya, mahasiswa sering teriak anti korupsi tapi dirinya sendiri lemah nggak berdaya ngehadepin birokrasi yang menuntut mereka untuk melakukan penyelewengan dana. Program kerja dibikin sesederhana mungkin, dana operasional di markup setinggi-tingginya bahkan nota kosong dicari-cari buat bikin mulus jalan pengucuran dana bantuan.


Terus pantes nggak generasi yang katanya iron stock ngelakuin hal-hal kayak gini. Daripada ngebanggain gelar agent of change, mending jadi agen biasa aja dulu. Inget, lo itu bisa berbuat lebih dan banyak banget daripada cuman mikirin kebutuhan perut dan kewajiban lulus mau jadi apa. Sekarang coba tanyain ke diri lo sendiri, apa gunanya belajar bertahun-tahun, malah sampai jadi mahasiswa abadi, kalau tidak bisa banyak berbuat banyak untuk negeri? Nah loh.

And then, apa yang bisa kita perbuat? Lo kan udah gede. Udah jadi mahasiswa yang digadang-gadang udah punya kemampuan intelektual paling tinggi. Which means lo itu udah cerdas nentuin mana yang bener dan mana yang salah. Masa buat ngelakuin sesuatu yang bener kudu diajarin lagi kayak bocah?

Syukur-syukur dengan tulisan ini bisa bikin lo sadar dan cepet bergerak. Banyak pekerjaan rumah yang mesti kita benerin. Kalo bukan lo siapa lagi, kalo nggak gerak sekarang kapan lagi?



Image credit: boomtownroi.com

Beberapa dari kita sering menghadapi chicken-and-egg problem. Dimana kalo mau mulai sesuatu harus nunggu yang lain gerak dulu baru bisa jalan. Ujung-ujungnya nggak jadi bikin perubahan karena udah males nungguin. Nggak usah jauh-jauh ngeliat sistem birokrasi,coba balik aja ke diri kita sendiri deh.

Apalagi situasinya udah enak dan puas banget, jadi males ngapa-ngapain apalagi bikin suatu perubahan. Mungkin mental kita takut perubahan dan lebih suka duduk diam di zona nyaman. Parahnya lagi kita lebih suka nyalahin keadaan yang nggak ngedukung kita buat bikin perubahan. Sebenernya ini kan cuman masalah pola pikir.

Baca juga: Medium, Udah Saatnya Ngeblog dan Fokus Menulis

Sebagai contoh di dunia digital deh. Sekarang lo liat aplikasi-aplikasi smartphone sering banget diupdate oleh developer aplikasi tersebut. Bahkan hampir tiap minggu selalu dapat notifikasi pembaruan. Iya sih ngeselin, apalagi cuman ada changelog yang isinya cuman bug fixed doang.

Tapi perubahan itu harus tetap dilakukan. So, nggak mungkin kita bisa jadi lebih baik tanpa harus melakukan perubahan. Kemudian untuk menuntut perubahan yang lebih besar itu sulit banget. Biasanya dimulai dari hal-hal kecil. Nggak bisa langsung instan begitu aja. To be perfect is to change often.

Salah satu Local Hero kita, Rian Nofitri pernah bilang kalo karya itu adalah salah satu bukti bahwa kita pernah ada. Daripada kongkow-kongkow nggak jelas dan chit-chat yang ujungnya nggak tau kemana, mending diskusi bareng buat bikin suatu perubahan. Gak usah gede, kecil aja dulu boleh kok selama itu punya value ke arah yang baik. Apalagi kalo yang lo bikin itu solutif banget buat permasalahan yang ada disekitar kita.

Gue pernah bilang juga bahwa anak muda itu jangan pernah takut apalagi kebanyakan alasan untuk berkarya. Siapa tau karya yang lo buat tadi bisa bikin suatu perubahan. Nggak usah nyari-nyari alasan nggak ada waktu lah, sibuk kuliah lah, banyak tugas sekolah atau excuse lain yang jadinya karya lo tadi cuman wacana.

Baca juga: Alasan Kamu Bikin Karya: Tentang Uang atau Ngasih Value?

Next time kalo lo liat seseorang udah bikin perubahan dan karya-karyanya udah mendunia, lo cuman bisa bengong dan kagum. Kalo kata Mark Twain sih, "Twenty years from now you will be more disappointed by the thing that you didn't do than by the ones you did do".

Nah loh, kalo udah gini ngapain mesti takut sama perubahan?


Image credit: mechanochameleon.blogspot.com 

Writing means sharing. It's part of the human condition to want to share things - thoughts, ideas, opinions. - Paulo Coelho
Ada berapa banyak orang yang ngeluh saat make Twitter karena keterbatasan jumlah karakternya? Nggak sedikit. Nah di sini Medium muncul sebagai media pembeda buat ngasih solusi dari pembatasan karakter tersebut.

Konsep dari Medium sendiri sangat simpel, yaitu kita sebagai penulis cukup fokus kepada apa yang kita tulis. Nggak usah mikirin lagi yang namanya format HTML, desain header dan lain sebagainya. Mungkin inilah yang disebut dengan konsep minimalis blogging, you named it.

Di Medium kita bisa sharing stories dan ide-ide atau bahkan bisa kolaborasi dengan penulis lain. Pendeknya Medium adalah full version dari Twitter yang dibatasi oleh 140 karakter. Yang perlu kita lakuin cuman fokus sama tulisan. Nggak ada distraksi lain yang bakalan ngeganggu kita buat nulis. Pembaca pun lebih bisa fokus sama tulisan yang ada, bukan elemen desain yang ditonjolkan.

FYI aja sih, founder dari Medium adalah Ev Williams yang notabene juga founder dari Blogger (sekarang layanan ini udah digandeng Google). Ev sendiri juga merupakan sosok dibalik Twitter. Jadi nggak heran kalo konsep minimalis dari Twitter dibawa juga ke Medium.

Get in touch with Medium
Gue sendiri tau layanan ini dari +Dewey Waspada. At first sight tampilan dari layanan ini cukup bikin gue terkesima dan ngerasa kalo ini bakalan jadi next big thing setelah Twitter. Soalnya Medium sendiri fokus di konten dengan kata lain informasi-informasi penting dapat tersampaikan dengan baik di sini dalam bentuk teks. Menurut Medium sendiri, user disarankan untuk menggunakan elemen gambar seminimal mungkin sehingga fokus utama adalah konten dalam bentuk tulisan.

Baca juga: Trend Flat Design

Bukan cuma itu, ketika lo menulis menggunakan Medium apa yang lo lihat adalah apa yang lo tulis. Bahasa kerennya sih WYSIWYG (What You See Is What You Get). Hal ini tentu berbeda kalo semisal lo menggunakan Blogger maupun platform blog lainnya. Apa yang terlihat di editor mungkin akan berbeda saat kalian udah menekan tombol post.

Collaborative
Fitur lain dari Medium adalah kemudahan akses buat kolaborasi bahkan secara langsung lo bisa ngasih komentar di paragraf ataupun kalimat dari postingan orang lain. Jadi nggak perlu pake quote gitu.

Focus
Let me think about design or writing. In last 2 years, I put my tought, time and work in graphic design. But in last month, blog and publication caught my eyes. Then Medium is a great place to learn. So I decide to make a Medium account to improve my writing skills. Surprisingly, layout and typography was good. So I can stay focused on my writing lesson and learn how to make great copy.

Nah kalo mereka yang diluar udah kepikiran bikin media sosial yang sesimpel mungkin. kenapa startup di Indonesia nggak mencoba hal yang seperti ini. Tapi bukan berarti copycat juga.

Baca juga: Jadilah Kreator Bukan Plagiator

Teknologi memungkinkan setiap orang di dunia bisa saling terhubung. Kalo udah saling terhubung, yakin deh bakalan banyak ide brilian dari anak-anak muda Indonesia.

Ada nggak sih kepikiran buat konsep minimalis kayak begini? Share your thought on comment box below!


Image credit: zurb.com


Catatan: Bagi lo yang ngerasa uang adalah alasan utama buat bikin karya mending jangan baca tulisan ini. Nggak usah tersinggung ya, ini negara demokrasi jadi gak usah diambil hati. Udah sama-sama dewasa. Okay?

Pernah nggak sih kehilangan alasan buat bikin karya? Atau balik lagi ke awal saat kita nyari alasan berkarya hanya untuk uang. Ditengah jalan, disaat karya kita belum selesai atau bahkan belum menunjukan hasil yang pasti kita sudah merasa bosan bahkan kehilangan alasan buat ngelanjutin karya tadi.

Berarti ada sesuatu yang salah dong disini. Alasan kita untuk bikin karya kurang kuat. Padahal jika kita memiliki reason yang kuat, kita bakalan nunjukin ke orang-orang yang mencela karya kita tadi kalo mereka salah. Kita percaya apa yang kita lakuin.

Bayangin deh kalo Sergey Brin sama Larry Page nggak ngelanjutin Google gara-gara banyak yang bilang kalo mereka itu ngelakuin hal yang sia-sia. Kenapa? Karena pada saat itu search engine udah banyak banget. Dan mereka hadir untuk bersaing untuk menjadi yang terdepan. Apa jadinya kalo mereka malu dan ngedengerin perkataan orang-orang yang mencemooh mereka berdua? Mungkin sekarang kita nggak kenal apa itu Google.
Itulah kenapa di artikel Local Hero selalu memiliki penjelasan tentang bagaimana background mereka dan penjelasan atas alasan mereka untuk bikin karya. Why? Karena dengan karya, kita bisa ngasih sesuatu ke lingkungan sekitar. Bahkan kita bisa bikin impact yang melebihi ekspektasi awal. We have the opportunity to learn something new everyday. We get the chance to make things happen.

Karya adalah bukti kalo lo telah melakukan sesuatu yang memiliki manner dan value. Namun alasan untuk mendapatkan uang saja tentu kurang tepat. Why? Karena karya akan memberikan kita kesempatan untuk belajar dan peluang untuk berkembang. Bukan cuman uang.

Bukan berarti tulisan ini ngelarang uang dijadikan alasan buat berkarya. Tapi ada yang lebih penting daripada uang. Emang sih segala-galanya butuh uang, tapi uang juga bukan segala-galanya kok. Seenggaknya kita bertujuan buat ngasih value.

Sebab kalo uang dijadikan alasan utama, apa yang terjadi jika kita udah mendapatkan kecukupan bahkan kekayaan berlebih? Kemungkinan besar kita akan berhenti untuk bekerja keras. Itulah kenapa Bill Gates nggak berhenti berinovasi hingga saat ini.

Baca juga: Jadilah Kreator Bukan Plagiator

Bukannya mau skeptis sih sama money seekers tadi. Tapi misalkan kita punya alasan berkarya yang mana alasannya adalah bikin dampak, maka dampak itu tadi yang bakalan kita jadiin alasan untuk ngelanjutin karya kita bahkan kita bakalan ngasih usaha lebih untuknya. Karena kalo kita bisa bikin suatu perubahan, investasinya itu nggak langsung kelihatan sekarang. Bisa aja besok, bulan depan, tahun depan atau kapan-kapan. Percaya nggak sih kalo anak muda itu bisa bikin dampak?

Sekarang balik lagi deh ke diri lo sendiri. Take it for money or value?


Image credit: latitudes.nu

Good Ideas. Great Stories.

Feel free if you want to send an email to me and ask anything, or just to say hello!

hello@jungjawa.com

Copyright © jungjawa 2022