Archive for Jungjawa.com Januari 2018


Sharing is caring
Saya percaya kalau kekuatan sharing yang bagus terletak pada konten yang dibawakan. Termasuk bagaimana seorang blogger membagikan link blog post yang ia buat di sebuah grup Whatsapp (biar kekinian bisa kita sebut dengan WAG, Whatsapp Group).

Yuhuuu... pasti bukan main antusiasnya ketika kita sudah selesai menulis sebuah blog post. Saya pun pernah begitu antusias sekali untuk membagikannya dimanapun. Di media social seperti Twitter, Facebook atau Instagram. Bahkan juga di aplikasi chat seperti Whatsapp dan Telegram.


Saya selalu ingin apa yang sudah ditulis, dibaca orang lain dan dikomentari. Ingin mendapatkan traffic secara mudah dan instan. Apakah kalian juga merasakan hal yang sama?

Tapi, saya sadar, antusiasme juga harus dibarengi dengan cara berpikir yang benar. Saya rasa, seorang blogger memang perlu tau cara mempromosikan blog post mereka di WAG. Bukan membagikan link secara membabi buta.

Ya siapa juga yang mau ngeklik artikel blog saya yang semenjana ini, walaupun membagikannya di WAG~

Sekarang pertanyaan saya, apakah semakin banyak yang kita share akan semakin banyak yang membaca link yang sudah kita bagikan? Belum tentu. Apakah mereka peduli dengan link yang kita bagikan? Belum tentu. Kalau kita membagikan link blog post di semua WAG, apakah sama saja dengan spamming link? Bisa jadi.

Tidak ada yang peduli dengan link yang kita bagikan. Bahkan ketika melihat judul yang tidak menarik, orang-orang pun tidak mau melakukan klik. Tidak mudah mendapatkan atensi dari orang lain.

Meh, nobody wants your shitty content

Oke lah, mungkin kalian punya WAG yang berisikan blogger lain yang bertujuan untuk saling blogwalking. No problem sih ya. Tapi, nggak organik dong ya. Orang-orang tidak melakukan klik karena mereka tertarik. Tapi ya karena kewajiban untuk blogwalking. Itu saja.

Yakali kerjaan kita cuman spam-spam-spam-spam. Situ bot? - meme via stallion-theme.co.uk
Gini, misalkan aja nih, kamu blogger otomotif yang membagikan link di blog tadi. Apakah mbak-mbak beauty blogger yang satu grup dengan kamu perlu tau cara ganti oli di sepeda motor kopling seperti yang telah kamu bagikan? Enggak kan. Lebih praktis ya ke bengkel terdekat dan minta tolong mas-mas montir. Iya kan sist?

Kalau memang ingin mereka yang di WAG care dengan artikel kita. Ya jangan promosi dulu. Ajaklah diskusi kecil-kecilan. Ya tes ombak lah istilahnya.

Kalau memang belum ada yang memberikan tanggapan, berarti belum ada peluang. Sederhana kan? If you want their attention, grab their attention first. Tapi kalau ada yang tertarik, berarti diskusi bisa dilanjutkan lagi. Masih belum ngerti?


Ibaratkan aja kata nih ya. Kamu lagi enak-enak bersihin kampung. Tiba-tiba ada yang nawarin kita buat baca pamflet smartphone terbaru. Udah badan kotor, belum mandi, suruh ngomentarin, diminta beli lagi. Aih, padahal lagi ga bawa duit nih. Kan lucu.

Masih bingung?

Bayangkan lagi enak-enak tidur siang terus kamu dibangunin buat beli kereta bayi. Lah, punya bini aja belum, sudah ditawari kereta bayi. Kan nggak nyambung, ya pelan-pelan lah. Kasih introducing dulu lah minimal.

Kalau kamu bisa ngelakuin ini, kayaknya diskusi di WAG bakalan lebih hidup. Bisa aja kan, dapat insight baru yang mana bisa dibikin dasar artikel baru lagi. Darimana? Ya feedback dari orang-orang yang ada di WAG dong ya.

Baca juga: Eksperimen Domain Authority

Kalau nggak percaya, coba deh riset kecil-kecilan. Pake Bitly juga bisa, biar bisa dilihat statistik rasio kliknya. Bandingkan. Pakai diskusi dibandingkan dengan tanpa diskusi alias titip link tadi.

Buat apa sih mengharapkan cara instan mendapatkan traffic dengan sharing link membabi-buta di grup Whatsapp? Cara seperti itu sudah so last year banget.

Use your blog to spread positive things and don't forget to spread it in positive way too. Kekuatan konten plus kekuatan share yang baik bakalan jadi sesuatu yang berlipat ganda! Sekian uneg-uneg saya kali ini :)


Agak selo dan memang kurang kerjaan, tadi malam saya mencoba mencari-cari tahu tentang statistik jahanam yang bernama Domain Authority. Walaupun saya sendiri agak kurang sreg dengan model metrik berbasis angka dengan dasar dari link building.

Selain njlimet, saya agak bingung dengan faktor DA ini. Sudah susah cari tau faktor naiknya Domain Authority, job placement mensyaratkan DA pula. Kalo nggak cepat-cepat naik, bisa jadi blog ini nggak kebagian jatah monetisasi alias konten berbayar dong? Hehehe...

Baca juga: Memperbaiki Page View Blog dengan Optimasi CTR

Utik-utik sana sini, saya mencoba beberapa alamat blog dan saya masukkan secara random ke Open Site Explorer (OSE) milik Moz. Ya, dimana lagi nyari tau nilai DA blog kita selain dari Moz. Lha wong DA kan bikinan Rand Fish dan koleganya.

Oh iya, nggak usah nanyain tentang Page Authority juga. Toh metrik yang dipake juga sama. Mirip-mirip lah ya. Satunya adalah domain, satunya page individual.

Ada 6 blog yang saya coba lihat. Saya namain saja lah pakai urutan abjad. Hasilnya bisa dilihat di bawah.

Ada 6 blog yang ditaburi dengan background rainbow. Yummy!
Urutannya dari kiri ke kanan. Kiri punya nilai DA paling kecil dan semakin ke kanan semakin besar. Warna hijau menunjukkan nilai yang 'lebih tinggi'. Sedangkan warna merah menunjukkan nilai yang 'paling kecil'.

Baca juga: Seberapa Cepat Loading Blog Milikmu?

Dari tabel yang bisa bikin edan di atas, kita lihat kalo blog F punya DA paling tinggi dan metrik pendukung DA berwarna hijau semua. Mutlak. Cakep!

Tapi, di sini saya ingin mencari metrik apa yang paling penting. Iya sih, kita bisa ngelakuin semua metrik di atas. Tapi buat apa? Toh dari data tersebut terdapat anomali.

Lha kalo semuanya linear, kenapa metrik blog A nggak berwarna merah semua? Dari 6 blog tadi, blog A punya Domain Authority paling rendah. Harusnya dia punya metrik yang paling jelek dong. Tapi ternyata nggak. Terus gimana dong?

Data tersebut saya ekstrak. Blog F saya hapus karena metriknya terlampau tinggi. Kemudian blog C juga saya hapus karena buat apa nilai tengah? Saya hanya memerlukan nilai paling tinggi dan paling rendah untuk menentukan linear apa tidak. Tolong dikoreksi seandainya saya salah.

Baca juga: Seberapa Pentingkah Asumsi Data?

Selanjutnya, data anomali juga saya hapus. Karena jika blog dengan DA paling rendah ternyata memiliki nilai metrik yang lebih tinggi, saya asumsikan bukan metrik yang penting. Seandainya itu adalah metrik penting, maka nilai DA nya juga ikut tinggi. Betul tidak?

Sudah diseleksi. Dikurangi. Hingga akhirnya pusing sendiri.

Nah, hasilnya begini. Rainbow table yang nyatanya bukan rainbow cake jadi ya jelas, nggak bisa digigit.


Nah, dari statistik njlimet di atas, ada 6 metrik yang kira-kira bisa naikin nilai DA. Kalo nggak percaya, coba bantu saya membuktikan.

Eitss.. ini bukan berarti kalau cara ini berhasil 100% yak. Kan sudah dari awal saya bilang, statistik angka DA ini bikin mumet. Serius.

Baca juga: Yuk Belajar Serba-serbi SEO

Saya nggak begitu respek terhadap metrik DA ini. Buat apa sih? Monetisasi. Mungkin kalo untuk monetisasi, angka DA bisa dipakai petunjuk paling mudah karena value sebuah blog bisa terukur.

Ada kok blog dengan nilai DA tinggi tapi isinya kosong. Berarti, metrik DA ini nggak valid dong?

Biasanya, campaign yang biasa mensyaratkan DA seringkali meminta backlink untuk situs tertentu. Sedangkan syaratnya dengan DA di atas 15, misalkan. Yang kita tahu kalo 15 itu adalah angka authority. Sistem DA Moz ini mirip Page rank juga sih. Membanding-bandingkan sesuatu yang berasal dari nilai DA situs/blog lain.

Jadi mereka (brand) ingin DA situs mereka naik dengan sumber backlink dari blog/situs dengan DA yang baik pula. Persetan dengan kontennya mau kayak gimana.

Baca juga: Gimana Sih Cara Menulis Blog Tanpa Keyword?

Lucu sih ini, jual beli backlink. Ya kalian bisa simpulkan sendiri lah. Tapi kalo kalian mau coba, silakan. Hehehe...



Buat kalian yang sering buka blog ini. Dan emang kurang kerjaan, jadi bisa memerhatikan tiap detil dari jungjawa.com, mungkin menemukan hal yang saya maksud dari judul di atas.

Disclosure sebuah iklan di awal artikel.

Ya, saya sering memberikan penjelasan atau embel-embel terhadap sebuah artikel yang memuat iklan di dalamnya (bukan adsense ya, kalo iklan adsense itu beda kasus). Kalo kalian lihat, saya seringkali menulis 'Artikel ini disponsori oleh bla bla bla....'. Nah, itu embel-embel yang saya maksudkan. Tapi, ini bukan berarti semua iklan ada penandanya loh ya (saya sudah menjelaskannya di halaman disclaimer blog ini).

Ada sekitar 80% artikel bersponsor yang saya berikan embel-embel di awal post. Tenang saja, saya masih transparan dalam menampilkan konten-konten yang memiliki iklan di dalamnya dengan memberikan 'pertanda iklan'.

Kenapa saya memberikan atribusi iklan di awal artikel?

Kalo mau ditelusuri lebih jauh, ujung-ujungnya kita akan ngebahas konten, sumber daya dan lain sebagainya. Ribet. Saya juga sudah menjelaskan bahwa, blog dengan iklan itu nggak salah. Jadi, kalian enggak perlu repot ngajak saya berdebat. Hehehe...

“We entertain readers, readers give us traffic, and traffic give us money. Fair enough, ain’t?” - Shitlicious

Satu-satunya alasan saya memberikan atribusi iklan di awal artikel adalah untuk mengutamakan visitor. Itu saja. Nggak ada yang lain.

Saya hanya takut ketika membuat iklan tanpa memberikan 'tanda iklan' akan mengganggu kenyamanan pembaca. Iklan yang tidak sesuai, nggak memberikan solusi. Saya cuman nggak mau pengunjung menggumam di belakang atau di kolom komentar.

"Lah, ternyata iklan."

Seolah-olah pengunjung blog adalah sebuah objek yang kena tipu. Aaaa...aaa kena tipuuu~~


Saya hanya ingin mereka sadar ketika membaca artikel bersponsor. Jadi, ya harapan saya nggak ada yang merasa dirugikan. Soalnya, dari awal saya sudah memberikan 'tanda iklan'. Cukup adil, kan?
Ingat, dalam monetisasi dalam bentuk iklan, ada tiga pihak yang terlibat. Advertiser, pemilik blog dan visitor. Seandainya saya tidak memberikan peringatan atau tanda di awal artikel, ini hanya akan menguntungkan saya sebagai pemilik blog dan advertiser saja. Ujung-ujungnya kan bakalan ngeganggu kenyamanan pembaca.

Terus, yang 20% tadi kemana?

Beberapa iklan memang nggak saya berikan atribusi di awal artikel. Tapi kalian bisa melihatnya di tab Sponsored Post pada navigasi blog ini. Kalo memang artikel tersebut adalah artikel bersponsor, akan masuk di kategori tersebut.

Atribusi iklan adalah salah satu cara saya mengapresiasi pengunjung blog ini. Sebagai blogger, saya menganggap visitor adalah hal utama. Kuantitas visitor adalah tolak ukur kepopuleran sebuah blog. 

Ya, gimanapun juga, jungjawa.com sih cuman ingin menyenangkan pembaca. Kalo bisa nyediain kuaci sama orson sarsaparila, rela deh, biar pada baca blog ini. Hahaha...

Mari berbagi, mari berkarya dan mari bersenang-senang. :D
Artikel ini disponsori oleh GoApotik, layanan apotik online sebagai solusi masalah kesehatan.



Kalian bisa mengganti subjek ide di artikel yang saya tulis ini dengan apapun. Bisa tim, individu, produk atau apapun. Whatever.

***

Asumsikan saja sebuah produk. Begini, setiap produk, pasti berawal dari sebuah ide. Entah dari hasil modifikasi ide-ide yang sudah ada atau meniru ide yang sama dan diaplikasikan di lokasi yang berbeda. Semua orang juga berkesempatan untuk merealisasikan ide mereka untuk menjadi produk yang keren. Bisa dalam bentuk produk jasa, barang atau apapun itu.

Tapi, kita baru sadar bahwa sejak awal manusia tercipta hingga sekarang ini, berbagai macam produk tadi hanya berubah-ubah dan ditambahkan fitur-fitur saja. Ada faktor penting yang nggak pernah kita sadari ketika berbicara tentang sebuah produk.

Baca juga: Jadilah Kreator, Bukan Plagiator

Kelebihan. Ya, setiap orang berkesempatan memiliki ide untuk diaplikasikan pada produk. Bahkan memiliki ide yang sama dan produk yang sama pula. Tapi, tidak semua ide akan berhasil direalisasikan dan menjadi sebuah produk yang wow. Got it?

Gini, gampangnya kita bisa melihat kondisi startup di Indonesia (yang cenderung menarik perhatian). Ya, cuman sebagai contoh aja sih agar lebih realistis. Kita bisa lihat pertarungan layanan transportasi online yang justru sudah muncul sejak tahun 2011. Tapi, ojek sudah muncul jauh lebih awal daripada layanan roda dua ala-ala online ini.

Ide startup seperti Go-Jek pun bukan hal baru. Berawal dari ojek konvensional. Kemudian kemudahan alat komunikasi yang mengubah segalanya secara perlahan. Pun Gojek juga bukan satu-satunya layanan on-demand di dunia ini. Ada Lyft dan Uber. Tapi, mungkin karena moda transportasi di Indonesia didominasi oleh kendaraan roda dua, Gojek melakukan penetrasi di sana.

Bicara ide, berarti bicara kelebihan ide yang kita miliki dibandingkan dengan orang lain. Kelebihan individu dibandingkan individu lain. Kelebihan tim kita dan tim lawan. Aspek penting ini yang membedakan ide kita dibandingkan dengan ide lain.

Kondisi menguntungkan inilah yang akan membuat produk atau layanan yang kita miliki menjadi lebih baik daripada yang sudah ada, ujung-ujungnya mengganggu layanan yang sudah ada (disruptive).

Baca juga: Simak 7 Cara Kreatif Ini Buat Cari Ide

Contoh lain yang lebih gampang adalah masalah kesehatan. Siapa yang tidak ingin memiliki yang sehat? Padahal, untuk mendukung aktivitas (dan juga ide-ide kita tadi), diperlukan tubuh yang sehat. Iya kan?

Salah satu cara untuk menjaga tubuh untuk selalu sehat adalah dengan melakukan monitoring rutin. Yap, kita bisa dengan gampangnya mengukur berat badan sebagai tanda ketika ada yang tidak beres dengan tubuh kita. Berat badan yang tiba-tiba naik, atau tiba-tiba turun drastis.

Gampangnya, kita menggunakan timbangan untuk melakukan pengukuran. Well, sebuah timbangan yang bisa kita lihat sekarang ini jauh lebih kompleks daripada desain awalnya. Timbangan konvensional mendapatkan tantangan dari sebuah ide modifikasi baru (nggak saya sebut ide baru karena memang timbangan bukanlah hal baru).

Sebuah ide modifikasi muncul. Melahirkan sebuah timbangan digital. Apa kondisi menguntungkan dari sebuah timbangan digital?
  • Ukuran yang relatif lebih compat jika dibandingkan dengan timbangan biasa
  • Akurasi pengukuran sehingga lebih presisi
  • Desain yang lebih baik daripada timbangan konvensional
Sederhananya, timbangan digital memberikan kondisi menguntungkan yang lebih baik daripada timbangan konvensional. Padahal, tujuannya tetap sama, yakni mendapatkan berat dari sesuatu yang diukur.

Fitur apa lagi yang bisa kita tambahkan untuk sebuah timbangan?


Tapi, kembali lagi kita berbicara masalah ide dan kelebihannya. Timbangan digital menawarkan keuntungan yang lebih baik. Tidak ada ide baru di sini. Timbangan digital hanya berimprovisasi dari ide-ide yang sudah ada.


Oke, kita bisa menciptakan berbagai kondisi yang menguntungkan ide kita. Bisa dengan membuat produk dengan kualitas yang jauh lebih baik tapi juga jauh lebih murah karena biaya produksi yang jauh lebih rendah. Maka, ini adalah kondisi menguntungkan produk kita dibandingkan dengan kompetitor.

Atau, kalau kita memiliki jaringan distribusi yang lebih luas dibandingkan dengan kompetitor, maka itu adalah kondisi yang menguntungkan produk kita melalui aspek distribusi.

Baca juga: Yang Muda, Yang Mikir

Masing-masing dari kita memiliki kesempatan untuk melihat dan melakukan optimalisasi dari kondisi yang ada. Produk kita mungkin sama saja dengan yang lain (atau bahkan lebih buruk). Tapi, kalau kita jeli melihat peluang yang ada, sekecil apapun, itu adalah kelebihan ide kita. Bicara ide, bicara kelebihan.

Good Ideas. Great Stories.

Feel free if you want to send an email to me and ask anything, or just to say hello!

hello@jungjawa.com

Copyright © jungjawa 2022