Archive for Jungjawa.com November 2015
teknologi-mempersempit-lapangan-pekerjaan.jpg


Bulan November ini, jungjawa.com selalu ngomongin masalah teknologi. Khususnya teknologi bersih atau clean tech. Tapi setuju nggak kalo perkembangan teknologi bakal ngebawa dampak buruk? Salah satunya bakalan mempersempit lapangan pekerjaan.

Iya nggak sih? Kalo emang bener, gimana coba teknologi bisa mempersempit lapangan pekerjaan?

Mungkin kita bisa sum up dulu asumsi banyak orang kalo teknologi bikin segalanya lebih mudah. Ya, emang bener. Sebagai gambaran di industri manufaktur misalnya, dulu tenaga manusia masih banyak digunakan. Namun karena perkembangan otomasi dan elektronika, sekarang peran manusia tergantikan oleh robot.

Baca juga: Why We Should Know About Clean Technology?

Well, kalo kek gini ya emang tenaga manusia harus digantikan karena menuntut efisiensi pekerjaan yang tentunya robot memiliki efisiensi yang lebih tinggi. Soalnya kalo nggak efisien ya perusahaan bakalan merugi dong, apalagi kalo kebutuhan pasar selalu naik tiap tahunnya.

Kemudian tenaga manusia tidak begitu diperlukan lagi, which mean ya jumlah karyawannya dikurangin. Tapi bener gak kalo teknologi bakalan mempersempit lapangan pekerjaan? Menurut gue sih belum tentu. Bahkan jenis lapangan pekerjaannya bisa jadi banyak. Alih-alih jadi sempit, ini malah makin lebar aja.

Why?

Jadi gini, coba kita balik lagi ke tahun 80an. Ada nggak sih lowongan pekerjaan social media admin? Gak ada lah, padahal kan sekarang hampir semua brand punya account media sosial. Bahkan satu brand bisa aja bikin banyak account media sosial loh.

Baca juga: Clean Tech dan Para Penari Langit

Ya kan internet aja belum berkembang kek sekarang. Baru di tahun 1998-2000an internet digunakan secara massive hingga timbul fenomena yang disebut bubble dot com. Kemudian trend ini membaik dan teknologi membawa inovasi diberbagai bidang.

Contohnya Airbnb sendiri deh dengan sharing economy ikut memanfaatkan teknologi buat ngebantu banyak orang khususnya traveler untuk nyari penginapan dengan nuansa lokal (dan murah tentunya) hingga tempat tinggal sementara. Selain itu, pemilik rumah terbantu secara ekonomi dengan adanya pemasukan dari pengguna yang menginap. Fair enough?

Ya, banyak lapangan pekerjaan baru ikut tercipta deh pokoknya. Kalo kita balik ke industri manufaktur yang pake robot tadi ya juga sama. Walaupun yang bikin mobil itu robot, siapa sih yang bikin robotnya? Terus yang bikin otomasi, sistem kognitif dan lain sebagainya siapa coba? Ya manusia lah.

Baca juga: Harusnya Kalo Punya Ambisi Ya Harus Seratus Persen

Otomasi bisa menggantikan banyak tenaga kerja di bagian produksi. Tapi pembuatan electrical machine tadi ya tetep aja masih butuh tenaga manusia. High skilled people lah intinya.

Jadi, ya simpel aja. Kalo teknologi itu nggak bikin kita jadi pengangguran kok. Tapi memacu kita buat level up untuk punya keahlian yang lebih baik.

Ya jangan nyalah-nyalahin teknologi kalo belum dapet kerja. Setidaknya kita masih bisa belajar kok. Ya kalo masih belum ngerti apa-apa ya belajar. Lagian, layanan pencarian kerja juga ada tuh. Gimana? Yuk jadi high skilled people!


Image credit: businesswire.com


Teknologi dapat dianggap sebagai implementasi dari sains dan diterapkan pada kehidupan sehari-hari, khususnya di dunia industri. Sehingga, jika kita bahas lebih jauh lagi, clean technology adalah metode atau teknologi yang menggunakan sumber energi tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan.

Terus, kenapa sih kita mesti ngerti tentang clean technology? Jadi gini, kalo kita make teknologi ini, kita dapat mengurangi polusi dan emisi karbon di udara. Contohnya kayak natural gas vehicle, green building, paperless officesgreen manufacturing process dan masih banyak lagi lainnya.

Baca juga: Clean Tech dan Para Penari Langit

Ada banyak hal yang bisa dilakuin kalo kita paham dan ngerti tentang clean technology. Kita bisa bikin lingkungan yang sustainable tanpa harus mengorbankan faktor lain.

Buat lo yang tinggal di kota besar atau urban area, kerasa banget kan polusi yang terjadi? Baru jalan bentar aja polusi udah dimana-mana. Apalagi ditambahin sama kemacetan, makin lama makin tua aja di jalan.

Kalian pasti pengen banget bisa menghirup udara bersih, at least lo pengen nafas segar tanpa harus make masker. Nah, salah satu solusinya adalah penggunaan compressed natural gas (CNG) sebagai bahan bakar transportasi publik. Ya pengennya sih polusi udara dan emisi karbon di daerah urban bisa turun. Karena faktanya, secara global polusi di urban area membunuh lebih dari 3 juta orang setiap tahunnya.

Sektor korporasi misal, bisa berbenah diri dan dapet banyak keuntungan dari clean technology yang diterapkan. Contohnya aja penerapan green buildings dan green manufacturing process, bisa ngasih input efisiensi energi yang digunakan. Selain itu, penggunaan LED dan air conditioner yang emang green based bisa menghemat daya yang digunakan suatu perusahaan dibandingkan make alat-alat yang masih konvensional.

Clean technology juga bisa diterapkan pembangkit listrik loh. Apalagi negara kita punya banyak opportunity terkait sumber daya alam yang dimiliki. Energi matahari, wind power, biogas, tidal dan lainnya bisa menjadi solusi dari kebutuhan energi yang kita tau kalo setiap tahunnya semakin menggila.

Ya soalnya asik sih, kalo kita bisa bikin teknologi dan manfaatin teknologi tapi nggak ngerusak lingkungan. Kalo bisa ya standard of living kita bisa naik dan juga meminimalisir dampak ke lingkungan.

Baca juga: Ngehasilin Energi Listrik dari Rem Kereta, Emang Bisa?

Kesimpulannya, clean technology memberikan berbagai solusi terkait ekonomi, energi dan lingkungan. Memanfaatkan teknologi ini dapat memberikan dampak yang signifikan baik di bidang industri maupun melindungi kelestarian sumber daya alam.

Kalo emang kita pengen lingkungan yang bersih dan pertumbuhan ekonomi yang bagus ya mau nggak mau harus nyoba ngerti sama yang namanya clean technology. Iya kan?



Image credit: azocleantech.com

"Lagipula, pesawat tinggal landas dengan cara melawan angin, bukan dengan mengikutinya" - Ricky Elson

Keknya hampir setiap orang udah tau deh kalo Belanda punya julukan sebagai negeri kincir angin. Ya soalnya di Belanda sendiri banyak terdapat kincir angin yang digunakan sejak dulu untuk pengairan. Eh, mungkin lo udah pernah ke Belanda?

Kincir angin, selain dipake buat pengairan bisa juga dipake buat jadi pembangkit listrik loh. Seperti yang udah kita tau kalo pemanfaatan energi angin atau bayu merupakan salah satu cara untuk mendukung pelestarian lingkungan. Ya, kincir angin merupakan salah satu pengembangan teknologi clean tech yang menarik.

Baca juga: Ngomongin Clean Tech, Emangnya Udah Ngerti?

Well, secara ekonomi kincir angin mampu memberikan efektivitas yang tinggi dalam jangka waktu yang panjang. Soalnya, untuk mendapatkan angin yang bergerak para penari langit ini tidak memerlukan bahan bakar seperti pembangkit listrik pada umumnya. Tapi ya emang sih, investasi untuk ngebangun infrastrukturnya tergolong mahal (untuk yang skala besar).

Kenapa gitu? Kek yang kita semua tau, komponen-komponen dari kincir angin skala besar emang nggak diproduksi dari dalam negeri, seperti generator listrik. Tapi jangan berkecil hati dulu, kalo kamu ingin tau, kamu bisa cari tau apa yang sedang dilakukan oleh Putra Petir Indonesia saat ini, Ricky Elson.

Nah, untuk nambah wawasan yang lo punya, boleh nih kenalan sama beberapa penari langit dari berbagai belahan dunia.

Vestas V164 8MW

Rekor paling gede sebagai kincir angin yang menghasilkan energi listrik untuk saat ini dipegang oleh Vestas V164. Setelah sebelumnya rekor ini dipegang oleh Enercon V126 dan dipatahkan Vestas di tahun 2014. Blade dari kincir angin ini memiliki panjang 80 meter dimana lo bisa bebas bergelantungan disepanjang blade. Tapi itu nggak mungkin kali.

Asal lo tau nih, Vestas V164 bisa ngehasilin pasokan listrik sebesar 8 Megawatt. Dimana pasokan listrik sebesar itu sama dengan mimpi Pemkab Bekasi untuk mendapatkan pasokan listrik yang berasal dari pengolahan sampah (eh!).

Enercon E126 7.5MW

Seperti yang gue singgung diatas, Enercon E126 adalah pemegang rekor sebagai the biggest wind turbine in the world hingga pada akhirnya dipatahkan oleh Vestas V164. Kincir angin ini dibuat oleh perusahaan asal Jerman, Enercon. Dimana ia mampu mensuplai kebutuhan listrik hingga sebesar 7,5 Megawatt.

Fyi ajasih untuk melakukan instalasi satu unit Enercon E126 memerlukan biaya sebesar 14 juta dollar US. Ya itu udah termasuk biaya pemasangan loh. 

Samsung S7.0 171 7MW

Selain hobi bikin smartphone, Samsung juga punya hobi buat bikin kincir angin loh. Kincir angin buatan Samsung ini pernah di tes di Energy Park Fife, Skotlandia pada tahun 2013. Sayangnya, kincir angin dengan panjang blade hampir 85 meter ini nggak direncanakan untuk diproduksi secara massal.

Sayang banget sih kalo pengembangan kek gini terhenti, ya ujung-ujungnya balik ke perusahaan masing-masing sih.

Anyway, wind turbine adalah salah satu alternatif untuk mendapatkan sumber energi yang ramah lingkungan. Disamping itu, untuk mengembangkan kincir angin memerlukan potensi angin yang cukup baik.
Dimana potensi angin cukup besar dapat kita temui diberbagai pesisir pantai seperti Indonesia. Kek pemanfaatan kincir angin beserta solar panel yang udah diterapkan di Desa Ngentak, Pandansimo, Kab Bantul. Keren kan?

Bangkitlah dan menarilah wahai para penari langitku!


Image credit: pixabay.com
kereta-kota-cleantech-jungjawa


Pernah denger tentang mobil hybrid nggak? Atau seenggaknya lo mungkin tau kalo rem pada kendaraan dapat menghasilkan energi, ya namanya adalah pengereman regeneratif.

Secara fisika ya, emang energi nggak bisa diciptakan dan nggak bisa dimusnahkan. Ya cuman bisa diubah ke bentuk yang lain aja. Begitu juga ketika kita melakukan pengereman terhadap kendaraan apapun. Energi kinetik atau gerak tadi ya berubah jadi energi panas akibat gesekan.

Konsepnya sederhana dari pengereman regeneratif ini menggunakan energi kinetik dari pengereman untuk kemudian diubah menjadi energi listrik dan disimpan di dalam baterai. Sederhananya ya energi panas maupun kinetik dari kendaraan digunakan untuk menggerakan generator untuk menghasilkan listrik. Sebenernya sih teknologi ini sudah sejak lama digunakan pada balapan Formula 1 dengan nama Energy Recovery Sistem (ERS) yang terbagi menjad dua, yakni kinetik (MGU-K) dan panas (MGU-H).

Baca juga: November: Yuk Ngomongin Clean Technology!

Baru-baru ini di London, ada sebuah percobaan teknologi ini untuk diaplikasikan di dalam pengereman kereta bawah tanah. Ya, kita tau kalo di Inggris sana kereta emang menjadi transportasi utama untuk bepergian ke berbagai tempat di seluruh wilayah Inggris.

Teknologi ini telah diuji di Cloudesley Road dan dapat menghasilkan sekitar 1MWh listrik setiap harinya. Dimana energi listrik sebesar itu cukup untuk menghidupkan 104 rumah setiap tahunnya. Jumlah energi sebesar itu juga cukup untuk mensuplai kebutuhan energi Stasiun Holborn selama dua hari. Seenggaknya dapat menghemat energi sebesar 6 juta poundsterling untuk setiap tahunnya.

Sistem teknologi ini merupakan bagian dari proyek Transport for London untuk membuat transportasi umum yang lebih hemat energi dan menurunkan jejak karbon. Ya seenggaknya juga menaikkan efisiensi penggunaan energi dalam sistem transportasi publik.

Nah, kalo orang luar sendiri udah mulai concern sama lingkungan dan carbon footprint, kita kapan? Apa kita mau terus-terusan ngehasilin karbon dan menyesal nantinya? Think Again.

Baca juga: Harusnya Sih Kalo Punya Ambis Ya Harus Seratus Persen


Image credit: pexels.com
ambisi-clean-tech-seratus-persen

"Lebih mudah untuk memiliki tujuan sebesar 100 persen daripada 90 persen. Sebab, ketika Anda sudah mencapai 90 persen, Anda akan dengan mudah mencari sisanya. Ya, 10 persen itu tadi" - Steve Howard

Anak-anak sekarang mungkin udah banyak yang melek sama teknologi, apalagi yang namanya media sosial. Tapi pernah sadar nggak sih kalo teknologi yang kita gunakan itu nggak cuman buat scrolling lini masa aja?

Pernah lihat aktivis lingkungan atau emang mereka yang punya concern buat lingkungan? Ya seenggaknya pernah liat mereka atau campaign mereka di media sosial dong.

Nah, para aktivis tadi pasti selalu konsisten sama yang namanya green movement. Mulai dari hal-hal kecil kayak penggunaan kantong plastik yang nggak langsung dibuang, tapi disimpan untuk digunakan kembali. Hingga hal kecil lain seperti mematikan peralatan listrik yang tidak digunakan.

Bahkan semangat green movement tadi juga udah diterapkan untuk tingkat instansi pemerintahan, komunitas dan diberbagai perusahaan. Mungkin isu penghematan energi emang sesuatu yang ambisius dan harus segera dilakukan.

Contohnya kayak apa yang dilakukan oleh Apple dengan membeli hutan di San Fransisco sebagai bentuk kepedulian terhadap keberlangsungan ekosistem hutan. Hal kayak gini udah ambisius banget kan?

Ngapain coba perusahaan kayak Apple repot-repot beli hutan. Padahal tujuannya ya sama dan bisa aja dengan mudah cuman mematikan peralatan listrik yang gak dipake kayak yang dicontohin diatas. Goal-nya kan sama, nggak perlu sesuatu yang ambisius kayak gitu.

Tapi gini, pada titik tertentu yang namanya clean tech akan semakin murah. Sehingga makin besar kemungkinan buat nggak make bahan bakar fosil lagi. Hal ini disebabkan makin banyaknya research yang dilakuin oleh scientist dan engineer. Yap! The future is already coming to pass.

Baca juga: Ngomongin Clean Tech, Emangnya Udah Ngerti?

Coba deh liat sekarang, perusahaan-perusahaan otomotif banyak yang mengembangkan hybrid car dengan bahan bakar gas. And we know that, penggunaan mobil berbahan bakar fosil alias menggunakan non-renewable resource udah kayak yesteryear's thinking.

Nah, ada baiknya kalo kita emang punya goal yang bagus ya dibarengi dengan ambisi yang tinggi. Contohnya kek green movement gitu deh. Goal dari green movement yang kita bikin ya jangan cuman 70 persen, 50 persen atau bahkan cuman 30 persen. Ya bikinlah goal yang kamu bikin tadi harus tercapai 100 persen. Kek quotes yang dibilang oleh Steve Howard dari IKEA:

"Lebih mudah untuk memiliki tujuan sebesar 100 persen daripada 90 persen. Sebab, ketika Anda sudah mencapai 90 persen, Anda akan dengan mudah mencari sisanya. Ya, 10 persen itu tadi"

Semoga aja ketika kita bikin sebuah green movement atau suatu kepedulian apapun sama lingkungan ya dilakuin 100 persen lah. Terus lanjut buat berusaha bikin goal lain yang dampaknya lebih besar lagi. Nggak cuman gitu-gitu aja apalagi sampe stuck gitu. Setuju?


Image credit: pixabay.com

Good Ideas. Great Stories.

Feel free if you want to send an email to me and ask anything, or just to say hello!

hello@jungjawa.com

Copyright © jungjawa 2022