Printing Solution: Hanya Sebuah Ide Startup



Artikel ini dimulai dengan pertanyaan: Bagaimana memudahkan orang lain dalam mengerjakan hal-hal yang biasa ia lakukan? Sehingga bisa dipercepat atau membuatnya lebih efisien. Ya gimana lagi ya, wong semuanya mau serba cepat dan tepat.


Hwayoooo~

Contoh saja, jasa transportasi online. Padahal layanan ini memang sudah ada dari dulu dan kalau kita perhatikan lagi, ya memang banyak yang menggunakannya.

Tujuan saya menulis artikel ini adalah mencoba untuk membantu mereka yang mungkin pernah memiliki permasalahan yang sama dengan saya. Tetapi, artikel ini perlu divalidasi lebih dalam lagi karena pernyataan yang ada di dalam artikel ini hanya sekadar asumsi belaka. Masih belum bisa dijadikan dasar sebagai acuan literasi atau sebuah anjuran woro-woro.

Singkat cerita, di tahun 2016 saya masuk ke tahap akhir perkuliahan dan bergelut dengan skripsi. Begitu pula dengan kawan angkatan yang lain. Di jurusan yang berbeda. Di kampus yang berbeda.

Rutinitas yang hampir saya lakukan setiap bulan adalah konsultasi mengenai skripsi dengan dosen pembimbing. Setiap konsultasi, saya harus membawa beberapa paper internasional, jurnal penelitian dan draft proposal yang sudah saya susun sebagai bahan diskusi. Wis padakke mahasiswa biasane wae ~

Namanya juga mahasiswa, ngeprint ya mepet-mepet deadline. Sungguh, bottleneck selalu terjadi di tempat fotokopian mas-mas sekitar kampus.

Kenapa bisa begitu?

Ternyata selain kakak-kakak tingkat yang ndableg kuliah, adek-adek gemes pun ikut mengantri untuk sekadar ngeprint dan membuat suasana menjadi sumringah berjubel-jubel di sana. Saling bergantian colokin flashdisk di komputer printing. Ya, bikin repot.

Ruamene poool! - printfotocopybali.blogspot.com


Hingga seorang mahasiswi nyeletuk bahwa file yang akan ia print ketinggalan. Pupus sudah harapan ngeprint tepat waktu. Saya melihat ini sebagai sebuah permasalahan. Ribet. Ruwet. Semrawut.

Misal saja, satu jurusan di kampus memiliki printing activity sebanyak 50 kali selama satu hari, ada berapa total dari satu fakultas? Bahkan untuk satu kampus? Satu kampus provinsi? Ini perumpamaan yang minimalis banget loh. Tanpa add-on.

Spoiler Alert:
Artikel ini benar-benar oversimplified karena saya hanya berasumsi dan sebisa mungkin memaparkannya agar mudah dipahami. Bagi kalian yang mungkin pernah terjun secara real time atau real good, silakan mengemukakan argumen di kolom komentar yang sudah disediakan. Ingat, ojo gelut! Terimakasih.

Kesimpulannya, ada beberapa poin penting (bisa lebih sih) dari masalah ini. Masalah yang bisa jadi sebuah ide bisnis. Printing solution. Mari kita jabarkan sodara-sodara.

1. Permasalahan

Dalam menulis skripsi, saya belajar untuk merumuskan masalah dan memasukkannya di dalam BAB 1. Andaikan sebuah bisnis, maka saya harus menemukan masalahnya terlebih dahulu, baru kemudian mencari solusi yang paling praktis dan efektif.

Coba kita jabarkan permasalahan yang mungkin terjadi dalam hal traditional/konvensional printing activity:

  • tempat fotokopian/printing penuh, sesak, tidak ada lahan parkir dan tidak ada database informasi akan hal ini
  • tidak ada listing harga printing di lokasi sekitar kita. Sebentar, dimana ya fotokopian yang bisa cetak ukuran A1 sih?
  • flashdisk/data rawan hilang dan corrupt, sebaiknya menggunakan email. Tapi....

Saya pernah berfikir untuk mengirimkan email ke mas-mas fotokopian untuk ngeprint skripsi saya. Tapi, ada hal sepele. Mas-mas fotokopian enggak se-woles itu untuk ngebalesin 50 printing activity setiap harinya dan sangat kecil kemungkinannya mereka memberikan notifikasi ke pengguna bahwa order mereka telah selesai. See?

Mulai dari sini, saya sadar bahwa printing ini adalah hal sepele tapi memang benar-benar bermasalah. Oke, akan saya jabarkan diakhir artikel bahwa bisnis ini tidak terbatas pada market kampus dan mahasiswa saja. Hehehe... sebuah trik supaya artikelmu dibaca sampai habis.

Lanjut ngomongin printing solution, ada kriteria tertentu agar sebuah bisnis bisa sustainable dan menjadi sebuah startup.

  1. Market Size, banyak orang yang akan menggunakan printing solution ini. Tapi, target market kampus yang utama, kita kerucutkan di sana terlebih dahulu.
  2. Scalability, ini penting untuk bisa scale up. Usaha ini akan sustainable nggak sih nantinya? Ojo mung bondo nekat!

Asumsi saya, bisnis ini sama seperti kos-kosan. Selama kampus masih berdiri, masih ada market utama. Selama kertas dan produk printing masih dibutuhkan dalam dunia literasi dan administrasi, maka layanan ini masih jadi solusi.

Pun sama seperti jasa ojek online. Sebelum ada layanan printing online pun telah ada puluhan bisnis printing di sekitar kampus. Kalau ditotal satu provinsi di Jawa Tengah sudah ratusan (?). Tapi apakah bisnis ini nantinya akan mengeliminasi bisnis konvensional yang sudah ada tersebut? Saya rasa tidak.

Ide bisnis ini memiliki visi untuk membuat proses printilan printing menjadi lebih mudah untuk semua orang. Bahkan bagi pelaku bisnis printing sekalipun. Sehingga, kuncinya adalah tantangan scalability. Itu menurut saya.

2. Metodologi - How to start?

Setelah kita tahu permasalahan yang terjadi, saatnya membuat rincian lebih detail bagaimana memecahkan tantangan yang ada.

Market Size

Apakah pasar yang ada cukup besar?
Apakah akan bertahan lama?
Apakah perlu dilakukan kalkulasi sehingga mendapatkan angka yang mendekati kondisi nyata di lapangan?

Karena bisnis ini akan berkembang sangat cepat, perlu dilakukan riset yang lebih matang. Kemudian, bagaimana strategi ekspansi pasar yang kita gunakan di awal? Secara vertikal atau horizontal?

Mungkin secara vertikal, kita bisa melakukan penetrasi pengguna printing dengan sasaran mahasiswa kampus dan konsentrasi di Pulau Jawa terlebih dahulu.

Mungkin juga menggunakan pendekatan horizontal dengan melahirkan lini produk tidak hanya printing, tapi juga ke percetakan dan pernak-pernik seperti banner, vendel, map, poster, mug dan lain sebagainya.

Contoh kalkulasi kasar dari saya:
Dari sebuah kampus kita ambil rata-rata ada minimal 10 tempat printing dengan masing-masing minimal 50 printing activity per hari. Setiap printing activity minimal senilai dengan 10 lembar kertas. Anggap saja hanya print hitam putih seharga 200 rupiah per lembar. Maka, potensi market layanan ini:

(10 x 50 x 10 x 200)/2 adalah Rp. 500.000, ini secara kasar untuk sebuah kampus dalam hitungan hari. Kenapa dibagi dua, biar lebih murah saja sih. Hehehehe....

Ya kalo layanan ini lebih mahal atau sepadan dengan harga yang sekarang ya kurang menarik. Toh, kalau layanannya lebih mudah dan murah, pengguna tentu bisa memilih yang mana.

Kalau dihitung perbulan untuk satu kampus dengan hitungan di atas, sebagai early stage bussiness sudah bisa jalan 15jt-an. Pendapatan kotor loh ya.

Challenge

Tantangannya adalah bagaimana menemukan mereka yang mau membayar untuk layanan ini.

Ya soalnya kalau mahasiswa sih maunya hemat, daripada keluar banyak mending ke tempat print sendiri. Eittsss... itu asumsi, apa betul begitu?

Apalagi kalo hujan deres begini - ahmadshofwan.wordpress.com


Bagaimana cara mengetahuinya? Testing!
Caranya?

Awalnya memang butuh effort lebih sih.
Perlu sumber daya yang cukup sebelum progress pembuatan aplikasi.

Keuntungannya? Biaya lebih rendah dan kita bisa tahu ketika testing dengan kondisi real di lapangan.

Caranya, buat saja call center/email center yang nantinya dipakai sebagai pusat data. Ingat, pakai excel untuk mencatat transaksi yang ada. Hal ini bertujuan agar semuanya bisa di-tracking dengan benar.

Pengguna menghubungi server database dan mengirim dokumen yang akan masuk ke mitra printing. Sebelumnya, kita memerlukan mitra printing yang bisa diajak bekerjasama. Bisa diambil sampel 2-3 tempat. Usahakan dekat dengan server/call center kita.

Setelah pengguna mengirimkan file artinya melakukan order, kita mengantarkan file ke mitra printing, setelah selesai, berikan opsi. Apakah hasil printing perlu dikirimkan ke pengguna, atau pengguna mengambil sendiri ke mitra printing.

Tentu di sini ada peluang kolaborasi dengan layanan jasa antar, bukan? Kalau pengguna masih 'males' mengambil sendiri, ada opsi send by jasa kurir online dikemudian hari.

Biaya dan cara yang digunakan relatif simpel daripada langsung melakukan uji coba dengan melempar aplikasi ke pengguna. Di tahap ini, perlu juga dilakukan kalkulasi biaya terkait bagaimana operasional layanan bisa tercukupi. Terlihat simpel. Saya belum melakukan uji coba sampai tahap ini.

Distribusi Layanan

Ketika kita sudah menemukan pasar dan formula pricing yang pas, selanjutnya bagaimana layanan ini bisa digunakan. Bagaimana cara kita melempar layanan ini ke early adopters sungguh krusial.

Sebaiknya fokus ke pasar yang lebih kecil dahulu. Jika targetnya mahasiswa, maka lebih spesifik lagi, kita bisa melemparnya ke organisasi. Contohnya adalah BEM, Badan Eksekutif Mahasiswa.

Kita perlu feedback dari mereka. Seandainya berhasil, kita sudah punya orang-orang yang menjadi early adopter di kampus. Lebih valid.

Saran saya kepada founder, berikan layanan trial/promosi kepada mereka. Itu menjadi salah satu daya tarik agar tercipta mindset 'apa salahnya sih mencoba'.

Jika sudah berjalan selama satu bulan. Bisa dilanjutkan dengan 10 lembar printing gratis dengan milestone printing 50 lembar. Hal ini akan memicu pengguna untuk melakukan retensi terhadap layanan.

Penting untuk menghindari iklan ditahap awal. Apalagi ketika market, ekosistem dan kompetisi belum tercipta. Jangan sampai ujung-ujungnya kok kayak cuman bakar duit aja. Hehehehe...

3. Iteration

Langkah selanjutnya boleh diasumsikan bahwa layanan ini telah berjalan 3 bulan dimulai dengan versi aplikasi paling sederhana. Tentu saja selain menangani bug, pekerjaan menjadi semakin banyak karena muncul berbagai permasalahan baru. Diantaranya yang mungkin terjadi:
- mitra printing tidak bisa menghandle order yang terlalu banyak
- pengguna tidak puas terhadap hasil printing karena kualitas print yang berbeda di setiap mitra

Wajar terjadi karena tidak ada SOP dan standarisasi layanan. Mengapa layanan transportasi online bisa sustain? Karena memiliki standar, skema pricing dan alur yang jelas. Demikian dengan layanan printing ini.

Sebenarnya simpel. Hanya selembar kertas printing. Tapi, hasil printing pun akan berbeda-beda. Bahkan mitra printing memberikan layanan yang berbeda pula. Apalagi ketika peak day atau peak hours di masa Ujian Tengah Semester misalnya. Di sini, konsistensi layanan kita akan diuji. Lalu, apa usulan solusinya?

Ekspansi selanjutnya memerlukan teknologi dan modal. Kenapa saya katakan demikian? Karena sudah seharusnya IoT (Internet of Things) diimplementasikan. Apakah mungkin dengan perangkat Arduino atau Raspberry Phi yang bekerja pada sebuah printer yang terhubung ke internet dapat secara otomatis melakukan layanan printing?

Jika memungkinkan, maka mitra printing tidak perlu lagi menyediakan printer. Layanan kita yang justru menyediakan printer yang terintegrasi dengan app melalui minikomputer. Sehingga, mitra printing hanya perlu mengawasi, maintain dan menyerahkan hasil printing kepada pengguna ketika mereka mengambilnya.

Akhirnya tempat mas-mas ngeprint bukan jadi arena pertarungan barbar antrian lagi - pelangifotocopy.blogspot.com


Permasalahan mitra printing tidak bisa meng-handle order pun teratasi oleh server yang menggunakan algoritma mirip seperti layanan transportasi online untuk menentukan mitra mana yang paling dekat dan memiliki queque paling sedikit untuk pengguna.

Kualitas hasil printing juga terus dijaga karena menggunakan standar layanan, bukan lagi bergantung pada aset milik mitra printing. Pernah dengar eFishery? Coba cari tahu lagi. Layanan ini juga bisa mirip-mirip ke sana.

Oh iya, di awal artikel saya menyatakan bahwa layanan ini tidak terbatas pada printing saja. Tepat sekali. Saya pernah menemui sebuah case, seseorang pebisnis yang sedang dalam perjalanan bisnis. Ia ingin melakukan presentasi dan memerlukan print. Selain print biasa, ia juga memerlukan poster dan banner.

Ia bertanya pada staff hotel apakah di hotel tersebut terdapat printer. Atau bahkan digital printing terdekat dari hotel tempat ia menginap. Apabila ia harus mencari, ia tidak kenal tempat tersebut. Tentu buang-buang waktu saja.

Akan lebih baik apabila ada sebuah layanan yang mengakomodir hal itu disetiap kota. Mudah bukan?

Case lain adalah pengalaman pribadi saya disebuah site project di Kalimantan. Tentu jauh sekali apabila harus menuju ke kota terdekat untuk menemukan digital printing. Sehingga, digital printing melalui sebuah aplikasi akan jauh lebih mudah daripada pergi sejauh 60 km hanya untuk mencetak sebuah banner ukuran 1x5 meter saja.

Oh iya, saya lupa. Layanan sejenis yang hampir mirip dengan hal ini sebenarnya sudah ada. Contohnya Printerous, Prinzio, atau Gogoprint. Tapi, saya belum menemukan layanan printing masif yang tersedia di setiap kota sebagai franchise layanan printing.
Mungkin ada alasan tersendiri akan hal ini dan saya belum menemukan jawabannya. Saya akan mencoba update artikel ini jika ada hal baru yang saya temukan. Okay.

Na, sudah kepikiran? Atau punya pemikiran lain setelah membaca uraian saya di atas? Silakan share di kolom komentar ya.

Demikian artikel singkat dari saya. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

Have a nice day!

Komentar

  1. Dari artikelmu, aku mendapatkan pencerahan, mz. Bahwasanya hal sesepele nge-print itu ternyata tidak sesepele itu. 😂😂

    BalasHapus
  2. ini tempalatenya pake apa om. bagus. buat personal blog no monetize hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini saya build sendiri Bang Yudi. Beberapa source code saya modifikasi dan tambahkan dari beberapa sumber. Bisa dilihat melalui page source juga kok.

      Hapus

Posting Komentar

Popular Post

Yuk Kenalan dengan Berbagai Jenis Power Plant yang Ada di Indonesia

Pengalaman Pengembalian Dana (Refund) Tiket Pesawat di Traveloka

LOGO BARU PIZZA HUT