Alan Walker, Chainsmokers, Marshmello dan beberapa nama lainnya mungkin terdengar tidak asing lagi di telinga kita. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari saya mendengarnya. Ya, mendengarkan musik mereka seolah-olah memberikan nuansa dan emosi tersendiri.
Emosi ketika mengantri fotokopi dan diserobot dedeq-dedeq gemes semester rok pendek hilang seketika tatkala mas-mas fotokopian membuka Youtube dan memutar Alone.
Namun, ada satu yang luput dari perhatian saya dan beruntung saya mendapatkannya. Jatuh cinta pada Bodyache milik Purity Rings. Sungguh sial, saya baru mendengarkannya. Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Sam Kolder karena sudah menghipnotis saya melalui videonya yang berjudul My Year 2015. Thanks Kold!
Namun, ada satu yang luput dari perhatian saya dan beruntung saya mendapatkannya. Jatuh cinta pada Bodyache milik Purity Rings. Sungguh sial, saya baru mendengarkannya. Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Sam Kolder karena sudah menghipnotis saya melalui videonya yang berjudul My Year 2015. Thanks Kold!
Lalu, saya dibuat bimbang, mana yang lebih baik diantara Purity Rings dengan Bodyache-nya dan Alan Walker dengan Fadednya. Nyatanya, saya kepengin sekali mendengarkan keduanya bersamaan. Biar ndak ribut-ribut gitu. Mantap!
Bodyache milik Purity Rings membuat saya berhalusinasi. Seolah-olah saya terjatuh diantara jutaan bintang.
Sejujurnya, saya cukup kecewa ketika membuka Republik Musisi dan tidak menemukan arsip Purity Ring sama sekali di sana. Di mana saya mencoba mengingat-ingat kembali untuk pertama kalinya menemukan Purity Ring secara tak sengaja di poster We The Fest pada bulan Agustus 2016 lalu.
By the way, banyak sekali musisi internasional yang karya musiknya cukup berkualitas. Yaiyalah, namanya juga musisi, kan? Seperti Alan Walker dengan "Faded" miliknya. Artist EDM asal Norwegia ini ternyata masih berumur 18 tahun. Terpaut dua tahun dari Martin Garrix.
Kabarnya, Faded dibuat pertama kali pada tahun 2014 dengan judul Fade. Kemudian dijadikan cikal bakal dari Faded yang kemudian mulai naik dua tahun kemudian dengan tambahan vokal dari Iselin Solheim.
***
Musik memang tak mengenal batas usia, ras dan gender. Saya pernah menulis tentang Alesso dengan We Could Be Heroes miliknya. Secara tersirat mengingatkan saya kepada Civil War, Heroes dan semangat juang anak-anak muda.
Saya senang mencari korelasi antara musik dan anak muda. Entah mengapa, keduanya seperti memiliki arus timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Dan lagi-lagi, saya menemukan secuil lirik yang cukup menggugah selera.
Bicara Alan Walker, ia tak ubahnya seperti Kakashi di dunia nyata. Secara penampilan bisa dibilang hampir mirip. Walaupun tanpa mata sharingan yang kiyutable itu.
Header image credit: youtube.com | Alan Walker
P.S.
Sebuah skipable post yang sekadar uneg-uneg. Sebenarnya ingin sekali share playlist di sini. Cuman, sepertinya sudah terlalu umum untuk dibagikan. Nikmati saja. Ya sudah, saya ingin ubek-ubek Proximity dulu. Have a nice day!