Archive for Jungjawa.com Juli 2016
kebiasaan berkomentar blogger


Buat kalian yang sering blogwalking, pasti udah paham banget ya, gimana caranya berkomentar. Entah itu isi komentar maupun etika berkomentar saat blogwalking itu sendiri. Di sini, saya akan memberikan opini dan sedikit saran ketika memberikan komentar untuk blog yang sedang dikunjungi. Ya, sejauh yang saya tau dan pandangan awam banget. Kalo ada salah ya, monggo, bisa dibetulin dikit-dikit lewat kolom komentar ya.

Oh iya, sebelumnya, artikel ini murni opini pribadi. Tentu dengan sumber tertentu yang saya baca dan coba pahami. Artikel ini ndak disetting buat SEO banget. Jadi, ndak bakalan nemu di search engine. Lha wong cuman artikel seadanya. Serius. Makanya kalo mau, dibookmark aja *ealah

Oke, sebagai awalan, saya yakin, diantara kalian yang memang rajin blogwalking pasti pernah menemukan link aktif di kolom komentar. Apa itu link aktif? Ya, ada komentar dengan link yang menuju website atau blog lain. Kayak gambar di bawah ini.

link aktif pada kolom komentar
Link aktif pada kolom komentar

Komentar Ca Ya adalah komentar dengan sisipan link aktif menuju blog cahcilik4869. Kalo di klik, menuju blog tersebut. Makanya disebut link aktif (clickable).

Terus ada lagi yang namanya komentar dengan sisipan link yang tidak aktif atau ndak bisa diklik. Itu namanya link pasif. Seperti yang saya tunjukkan pada gambar di bawah ini.

link pasif pada kolom komentar
Link pasif pada kolom komentar

Perbedaannya, link aktif akan dirayapi atau ditelusuri oleh bot/spider mesin pencari seperti Mbah Google. Sedangkan link tidak aktif atau pasif tidak bisa ditelusuri oleh bot dan spider tadi. Untuk poin ini, saya masih ragu. Tapi sejauh yang saya tahu, ya seperti ini.

Permasalahan di kolom komentar pun dimulai dari perbedaan dua jenis link ini. Terkadang, ada beberapa pemberi komentar yang boleh dibilang sedikit 'nakal' dan memberikan link aktif yang tidak bertanggung jawab.

Kenapa saya bilang tidak bertanggung jawab? Karena dia tidak mengurus tautan tersebut dan mengelola sepenuhnya. Alasannya banyak sekali. Bisa karena url tautan tersebut mati (dalam kasus ini seperti domain yang sudah expired). Atau link tautan tersebut tidak relevan dengan konten yang sedang dibahas oleh artikel yang dikomentari. Bisa juga penulisan link secara manual dan sedikit typo, sehingga akan menemukan halaman 404 page not found. Misalnya seperti itu.

Agar lebih mudah, saya contohkan ya. Mas Paijo membuat sebuah artikel dengan topik Sego Pecel misalnya. Nah, kemudian si Surti sedang blogwalking ke blog Mas Paijo tadi dan membaca artikel Sego Pecel. Sedangkan blog Surti itu nggak suka Sego Pecel, dia suka balapan. Otomotif banget lah pokoknya.

Karena Surti pengen punya banyak backlink ke blognya dia, maka, dia bikin komentar di blognya Mas Paijo seperti ini:

"Wah, artikelnya keren! Mantap gan! Kunjungan balik ya ke surtiotomotifgowesgowes.com"

Dengan disertai link aktif ke surtiotomotifgowesgowes.com tadi. Secara logika nih ya, blog kuliner milik Mas Paijo yang ngebahas Sego Pecel tadi ndak ada relevansinya sama sekali dengan blog milik Surti yang ngebahas otomotif.

Kalo dinalar nih, robot atau spider akan bingung melakukan indexing untuk konten yang berbeda namun memiliki keterkaitan. Lha mosok ya, kontennya nggak relevan kok bisa saling terkait. Kan bisa dianggap sebagai aktifitas yang tidak wajar. Spam!

Pada ujungnya, bisa saja menyakiti inang (blognya Mas Paijo) dan juga berakibat tidak baik pada blog yang berkomentar (milik Surti). Hal ini dikarenakan konten kedua blog tersebut tidak relevan. Sinyal buruk untuk kualitas konten kedua blog tersebut.

Ya walaupun secara default, link pada kolom komentar akan diset dengan tag no-follow. Jadi, hal ini akan mengurangi sinyal relevansi tautan atau link tersebut. Nah, apa itu tag no-follow pada sebuah link?

Nih, saya mengutip dari pramudito.com tentang link no-follow dan dofollow:
Link Dofollow sebaiknya diberikan kepada website yang menurut kamu bermanfaat dan tidak berbahaya. Karena Dofollow berarti merekondasikan Website tersebut kepada Googlebot.
Sederhananya, tag no-follow itu sebagai pertanda untuk bot atau spider tadi agar tidak menelusuri link tersebut. Karena mungkin saja link yang dituju tidak memiliki konten yang begitu relevan. Hal ini untuk menghindari relevansi sinyal negatif dari bot atau spider. Mosok ya sego pecel mau dihubung-hubungin sama oli samping. Lak yo lucu ndes!

Komentar itu sangat tajam dan bisa berakibat baik dan buruk. Loh kok gitu? Jadi gini, adanya kolom komentar akan membuat halaman blog tersebut akan selalu update. Konten dari post di blog tersebut akan semakin bertambah dengan adanya komentar. Kenapa? Karena bot atau spider akan merayapi seluruh text, termasuk komentar.

Seperti artikel milik Mbak Susi tentang resep masakan ini ya. Pada kolom komentar, sudah seharusnya memiliki komentar yang relevan tentang masak-memasak. Bisa dilihat dari screenshot yang saya ambil langsung dari blog Mbak Susi.

komentar masak memasak
Yuk masak yuk!

Relevansi beberapa komentar (hingga 9 komentar pertama) cukup baik karena tidak melenceng dari pembahasan tentang masakan. Ya, walaupun belum ada yang memiliki prominence atau tingkat kepentingan yang masuk dalam densitas yang diharapkan. Tapi ini sudah bagus kok.

Terus apakah komentar tersebut akan membuat konten situs tersebut menjadi lebih berisi? Jawabannya adalah, ya! Saya ambil original text dari isi post tersebut.

original text sebuah komentar blog
Original text dari post milik Mbak Susi

Nah, teks yang saya blok dengan warna biru tersebut adalah konten dari 9 komentar tadi. Scrapping teks yang dilakukan mulai dari angka tanggal hingga teks reply dan delete. Nah, jika memang kualitas komentar akan semakin baik, maka konten original text akan semakin rich dan relevan.

Bagus kan? Apalagi kalo komentar yang ada itu berbobot dan relevan banget dengan apa yang dibahas pada artikel utama. Maka, isi (secara keseluruhan) dari artikel tersebut akan semakin padat. Sebab, hasil dari komentar akan memperkaya konten yang lebih banyak lagi.

Kalo ndak percaya, coba kamu lakukan pencarian di Google misalnya dengan pencarian 'opini saya tentang kualitas helm'. Nah, di halaman pertama ada blog milik Wak Haji tmcblog.com yang menyertakan kolom komentar sebagai hasil kueri pencarian.

keyword helm di kolom komentar
Nah kan, komentar pun muncul di hasil pencarian

Komentar nomor 25 padahal hanya menuliskan 'cuma opini saya saja', namun muncul di kueri pada hasil pencarian. Padahal di halaman tersebut, hasil pencarian kata kunci 'opini' hanya muncul satu kali saja. Bayangkan, satu kata kunci yang muncul dari kolom komentar akan sangat berarti. Paham, nggih?

Sedangkan pada deskripsi hasil penelusuran, keyword dari 'opini saya', 'helm' dan 'kualitas' juga muncul dari kolom komentar. Padahal, kalo orang mencari sesuatu melalui search engine biasanya akan menuliskan seperti yang ada di kolom komentar. Seperti permasalahan bahkan Q&A suatu produk. Jadi, memang komentar yang benar-benar relevan akan membuat blog tersebut menjadi lebih baik.

Sisi buruk dari adanya kolom komentar muncul ketika artikel tersebut punya banyak komentar yang sama sekali ndak relevan dengan konten yang ada. Kalo ndak percaya, cobain aja deh mengkomentari artikel dengan isi yang ndak relevan sama sekali. Kalo saya sendiri lebih suka untuk memoderasi komentar dalam jangka waktu 30 hari ke atas, setiap komentar akan dimoderasi.

Gunanya untuk mencegah spam atau menyeleksi komentar yang penting atau tidak untuk ditampilkan. Kalo memang ndak perlu, ya ndak usah ditampilin saja.

Memang sih, moderasi kolom komentar akan bikin ribet. Tapi kalo bisa menghindari komentar blog yang spammy kan akan lebih baik. Blognya juga bisa jadi lebih sehat.

Begitu juga dengan adanya link di kolom komentar. Kalo semisal yang memberikan komentar menyisipkan link dan bener-bener relevan, apalagi blog yang dituju punya reputasi yang lebih baik (ditandai dari berbagai macam metriks dan kualitas SERP miliknya), maka ini akan menguntungkan dua blog tadi. Sama-sama naik. Kalo nggak relevan, ya bisa jadi sama-sama turun.

Kalo saya, mau ngasih link di kolom komentar blog lain pun selalu lihat-lihat. Apakah link yang akan dipasang ini memang berguna apa nggak. Dan efeknya untuk blog yang saya komentari. Sebab, secara nggak langsung juga berimbas ke blog saya juga tho ya.

Jadi, saya lebih senang kalo ada kolom komentar yang menyertakan link, saya kosongin saja. Kalo pun mau dikasih link, ya saya isi dengan url Twitter. Toh jalan-jalan ke blog orang lain kan buat menjalin silaturahmi dan tali jodoh *eh?

Lagian, buat yang nyari-nyari backlink nih, udah ndak keren lagi loh. Iya sih, backlink bisa jadi sumber traffic untuk blog, tapi udah ndak jadi sinyal relevansi utama untuk menentukan ranking sebuah blog. Karena Google menganggap, jika link tetap dianggap dalam perhitungan kualitas suatu blog atau website, maka akan ada banyak sekali link spam. Wah, gimana tuh?

Mosok ya sudah bikin blog bagus-bagus. Kontennya juga bagus, keluar modal sana-sini dan ujung-ujungnya dianggap spam sama si Mbah Google. Ealah.

Terakhir, yang saya tahu ya, Google sekarang pake yang namanya Knowledge-based Trust (KBT). Nah, si KBT ini fungsinya adalah untuk mempermudah Google melakukan perhitungan ranking suatu situs, termasuk blog.

Knowledge-Based-Trust-dari-Google
Knowledge-based Trust via brightedge.com


KBT akan membandingkan kualitas per situs. Yha! Langkah positif dari Google untuk membuat ranking kualitas dari suatu situs. Selain untuk menghindari konten yang copy paste dan spammy sites, Knowledge-Based Trust (KBT) akan memberikan peluang bagi situs yang secara metriks tidak populer namun memiliki konten yang berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan. Kan, bikin lega buat kita yang ndak jago-jago banget memanipulasi ranking.

Kesimpulan dari tulisan saya, buatlah komentar yang baik dan relevan. Content is king! Sudah, gitu aja. Ndak susah kan? Kalo ndak bisa bikin komentar yang bagus, silent reader adalah pilihan bijak. Silakan dipilih sendiri mau jadi yang mana. Toh saya juga ndak memaksa sampeyan, nggih?

Bukan komentar yang asal komentar dengan harapan biar dapet kunjungan balik, nggak gitu dong ya. Kalo memang mau dikunjungi balik, itu bonus. Toh, kalo kamu bisa ngasih komentar yang bagus, pemilik blog nggak segan-segan buat ngunjungin blog kamu kok. Kebiasaan berkomentar yang jelek-jelek gitu ndak bikin blog kamu bakalan lebih bagus. Ya, yang ada kualitas blog kamu ndak bakalan naik.

Terus untuk pemilik blog yang memang kebelet 'pengen' dikomentari, kejar kualitas konten. Kalo konten yang kita bikin bisa berkualitas, orang-orang juga nggak akan segan buat ngasih komentar yang berkualitas. Begitu kan? Ah, malah jadi chicken-egg problems kalo kayak gini. Hehehe...



Header image credit: pixabay.com





“Design is not just what it looks like and feels like. Design is how it works” - Steve Jobs
Saya mulai memerhatikan tren desain terutama di Instagram dan Dribbble. Awalnya, saya hanya tertarik karena mencari inspirasi untuk proyek iseng saja. Akan tetapi, saya mulai melihat banyak sekali desainer yang memiliki style desain yang sama. Hal ini sangat mencolok sekali terutama ketika saya menjelajahi Dribbble.

Mereka menggunakan line atau stroke dengan ketebalan tertentu untuk membuat logo maupun ilustrasi. Dominasi line ini membuat gaya desain atau ilustrasi yang artistik tanpa harus mengacaukan kesederhanaan. Well, keep it simple! Stupid!

Selain itu, banyak sekali website terkemuka menggunakan style desain persis seperti yang dikerjakan oleh desainer-desainer tersebut. Salah satu website yang menggunakan style desain ini adalah Dropbox. Lucunya, saya salah mengira tentang style desain ini bernama Dropbox Design Style. Sebab, pada saat itu desain flat masih menjadi tren populer dengan simbol metro disekitar tahun 2013.

Desain Monoline

Akhirnya saya baru tahu setelah beberapa bulan menjelajahi Dribbble (wah lama sekali ya). Beruntungnya, saya menemukannya melalui salah satu tag yang digunakan oleh pengguna, yakni desain monoline. Langsung saja saya menjelajahi tag tersebut dan melihat banyak sekali project dengan style desain monoline.

Baca juga: Art vs Design

Seperti yang dijelaskan oleh, Muhammad Maki di Jago Desain, monoline adalah teknik desain logo (atau ilustrasi) hanya menggunakan line yang mendominasi dalam pembuatannya. Desain monoline lebih bergerak ke arah desain minimalis dengan memanfaatkan garis luar ataupun garis batas untuk mempertajam desain logo maupun ilustrasi.


Tren Desain Monoline di Indonesia

Sepertinya masih sedikit sekali website di Indonesia yang menggunakan style desain monoline ini. Salah satu website yang (saya tahu) memiliki style desain monoline adalah Qlapa.com. Bisa dilihat dari beberapa ilustrasi pada bagian About menggunakan garis yang kuat dan dominan. Oh iya, desain monoline lebih condong untuk menggunakan warna dengan variasi pastel yang lebih kalem.

Monoline design by Qlapa


Selain itu, literatur lokal terkait desain monoline yang saya temukan masih sedikit. Baik dalam bentuk artikel website maupun sebuah postingan di blog, apalagi dalam bahasa Indonesia. Saya sulit sekali menemukan artikel dengan pokok bahasan desain monoline. Ini bisa jadi peluang loh untuk kalian yang mau menulis lebih jauh tentang desain monoline. Sebab, mayoritas artikel Indonesia masih membahas desain flat atau flat design. Padahal, penggunaan flat design menurut saya sudah mencapai titik jenuh. Ya, mungkin karena kekurangan dari flat design mampu diakomodir oleh monoline.


Flat Design vs Monoline

Berbicara masalah desain monoline yang hadir setelah flat design, tentu akan banyak sekali faktor pembanding untuk membahas keduanya. Saat ini, saya lebih memilih desain monoline daripada flat design untuk sebagian besar style desain saya. Mengapa? Karena dengan adanya desain monoline, style desain ini mampu mengakomodir ukuran file lebih kecil daripada flat design.

Baca juga: Flat Design vs Skeumorphism

Flat Design vs Monoline


Ini bukan sesuatu yang pasti, sebab ukuran file akan bergantung dari warna-warna yang digunakan. Lalu, adakah alasan lainya? Mungkin, karena penggunaan monoline membuat saya bebas menentukan warna bahkan menggunakan warna monotone sekalipun. Berbeda jika saya menggunakan flat design. Saya harus lebih fokus memberikan pemilihan warna untuk menegaskan logo maupun ilustrasi yang saya buat.

This was in good fun. Hope you enjoyed it.

Have fun and enjoy. Setiap tren desain selalu ada waktunya. Saya tetap menganggap flat design sebagai style desain yang juara dan brilian. Sempurna untuk digunakan di perangkat mobile.

Baca juga: Desain Grafis Bukan Desain Gratis

Teman-teman tertarik untuk ikut menggunakan style desain monoline? Atau banyak dari kalian sudah aktif meng-upload karya yang menggunakan style desain monoline? Share your opinion di kolom komentar di bawah ini. I would love to know about monoline design from you.



Header image credit: by Chris Cherry on Dribbble
lebaran-segera-putih

Lebaran
Bagi saya, lebaran adalah momen yang tepat untuk menggemukkan dan menambah berat badan. Rasanya cukup sulit sekali bagi saya untuk menaikkan skala timbangan berat badan. Ya mau gimana lagi, jauh merantau di pulau seberang mengajarkan saya hidup sehat dan tidak berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan. Gaya hidup hemat dan sehat adalah manifestasi perlawanan terhadap tingginya konsumerisme atas kapital asing.

Alah ngomong wae pelit!

Lebaran adalah peluang terbesar untuk menggemukkan diri dan menambah kadar kolesterol dalam darah. Siapa yang tidak rindu opor ayam buatan ibumu? Siapa yang tidak rindu ketika nenek menawarkan soto ayam yang sungguh gurih sekali. Sebagai cucu, kurang ajar betul jika saya menolaknya.

Opor ayam via cosmopolitanfm.com
Sesungguhnya, momen lebaran adalah kerinduan akan pesta makan-makan yang membuat perut kenyang. Bagaimana tidak kenyang? Berbagai camilan sederhana yang kalorinya nggak sesederhana cara makannya tersaji dengan tersistematis.

Siapa yang sadar jika gerombolan nastar menyerang mata kita sejak pandangan pertama? Sejenak kemudian pasukan nastar sudah digeremus oleh gigi-gigi yang lapar akan kalori. Belum selesai berurusan dengan nastar, tawuran dengan kastangel pun tak dapat dihindari. Merasa sudah aman? Serangan terakhir dari cabe-cabean bernama putri salju mulai menggoda hasrat dan iman kita yang gemesh.

Serangan demi serangan dari berbagai jenis makanan ringan tersebut disajikan dengan khusnul khotimah bagi siapapun yang melahapnya. Tanpa harus mempedulikan lagi lingkar perut yang ingin segera tobat maupun berat badan yang semakin maksiat. Penting enak! Gratis! Lahap sampai habis!

Puasa ramadan yang menurunkan berat badan untuk sebagian orang membuat hukum pesta makan pada saat lebaran menjadi fardu ain. Apapun makanan yang masuk ke dalam perut tidak perlu di filter lagi. Mbok kiro Instagram, ndes!

Mengamalkan ajaran das wareg das weteng lebih utama daripada anjuran kesehatan dari dokter gizi. Lebaran adalah hari yang paling afdol untuk menyantap makanan dan memuaskan hasrat yang terpendam selama satu bulan penuh.

Biasanya, setelah makan besar, seluruh anggota keluarga yang berkumpul selalu memiliki waktu untuk saling bercerita. Entah tentang pekerjaan yang belum juga didapatkan maupun tentang perjalanan mudiknya yang terlewat sedih jika harus didengarkan berulangkali. Siapa yang memiliki derita perjalanan mudik terberat dianggap paling hebat dan paling pantas untuk dikagumi.

"Kemarin saya macet, 2 hari 2 malam. Gile, pusing bener!"

Sungguh aneh bin ajaib. Kesulitan yang didapatkan kok ya malah dibangga-banggakan. Saya sendiri sering tertawa cekikikan kalau mendengarnya. Sudah hidup jadi wong cilik dan susah kok ya bangga atas kesusahan yang didapatkan. Duh gusti, paringono sabar.

Lebaran juga tidak luput dari orang-orang yang ingin terlihat putih. Baik secara jasmani dan rohani, kita menginginkan diri menjadi lebih putih lagi. Mulai dari sandang yang dibuat serba putih dan broadcast minta maaf yang tak seputih susu dan sebening air. Mungkin saja yang bilang nggak seputih susu dan sebening air kurang menikmati secangkir kopi. Mungkin loh ya. Memangnya saya peramal, bisa tahu segala hal?

Jika putih identik dengan suci dan bersih, apakah pantas mengatakan kopi demikian hina dengan rasa pahit karena warnanya yang hitam pekat? Mungkin nikmatnya hitam dan pahitnya rasa kopi itulah yang membuat kita memahami arti putih dan bening.

Ah apa iya?

Tradisi lebaran kerap dijadikan pagelaran seni harta. Siapa yang sukses selama setahun terakhir dan kabar mengagumkan apa yang didapat. Pameran rupa-rupa kehidupan dunia untuk masa depan yang lebih baik.

Wajar saja, sebab menampilkan diri dari sudut pandang yang terbaik adalah sifat dasar manusia yang butuh eksistensi dan pengakuan diri. Lebih utama daripada merapatkan barisan shalat. Salam-salam yang kikuk harus dilakukan dengan cara meminta maaf yang terlihat sungguh-sunggu. Padahal ya baru pertama bertemu kok ya udah minta maaf saja. Mantan, kapan minta maaf? Kan sedih :(

Lebih-lebih ketika saling berkunjung dan berkumpul. Lantaran tidak saling kenal, membuka gawai adalah pilihan yang bijak daripada saling tegur sapa untuk berkenalan. Mirip-mirip mati gaya ketika ditanya pertanyaan tentang pernikahan yang menjadi template utama tradisi lebaran.

Mbok ya paham sedikit. Jomblowan dan jomblowati yang ditanya kapan nikah itu bukannya nggak mau nikah. Tapi ya mohon dicarikan. Justru mahasiswa KKN seperti Ilham Bachtiar yang mau bikin kuliah-kerja-nikah-tapi-kok-nggak-dapet-dapet itu yang harus lebih dikasihani.

Momen lebaran menjadi semakin indah dan damai dengan mekarnya senyum dari jomblowan dan jomblowati. Selain itu, taraf kebahagiaan secara tidak langsung akan memutihkan jiwa dan mencerahkan senyum.

Kita tidak bisa memaknai putih tanpa adanya hitam yang ada dalam diri. Kita paling malas menghitamkan diri dan lebih memilih menjadi putih. Meskipun putih itu kualitas KW 3 pun tak masalah. Yang penting tidak terlihat hitam.

Gemar mengkotak-kotakkan warna tentang baik dan buruk adalah sesuatu yang wajar. Namun, menjadikannya suatu pandangan negatif dan tak patut dicontoh sehingga wajar untuk dihina adalah kasus yang berbeda. Sebab, bagaimana menjadi baik jika tidak mau mengkoreksi diri? Munafik jika harus membenci hitam sebenci-bencinya dan posesif dengan putih.

Lebaran dan momen untuk mereka yang ingin terlihat putih akan selalu ada. Tapi, ya mau gimana lagi, seringkali warna putih terlihat lebih menarik. Presepsi setiap orang berbeda-beda, itulah yang membuat hidup menjadi lebih indah. Mau segera putih kok ya masih seneng rasan-rasan, kan gimana ya.

Pokoknya gini, lebaran dan warna-warna yang menyertainya itu selalu indah untuk diperbincangkan. Bahkan dijadikan guyonan dan diperkosa menjadi sebuah broadcast minta maaf, itu sudah wajar. Tradisi lebaran yang gurih seperti soto ayam dan tentu lezat seperti nastar adalah momen yang dirindukan setiap tahunnya.

Sudah dulu ya, sepiring opor ayam sudah dihidangkan oleh ibu. Saya ingin menyantapnya.




Header image credit: https://gudeg.net


Data. Entah siapa yang menemukan kata ini untuk merepresentasikan catatan atas kumpulan fakta atau sebuah angka yang terukur, jujur, saya sudah bosan mendengarnya. Bukan karena sentimen negatif terhadap penemunya, namun jika kita terlalu data-oriented dan menjadikan segala keputusan yang kita ambil berdasarkan data-driven. Itu bisa fatal.

Okay, untuk asumsi fatal yang di atas, saya tidak memiliki argumen pendukung. Jadi, jangan terlalu dipikirkan kesimpulannya.

Apa yang menyebabkan saya bosan dengan data? Pertama, disajikan dalam angka. Entah data tersebut kemudian diolah menjadi kontur, grafik, tabel maupun diagram, pada dasarnya ia adalah angka. Kumpulan angka yang mewakili variabel tertentu.

Bagi kalian yang melakukan penelitian, entah itu untuk gelar sarjana maupun pekerjaan instansi terkait, pasti selalu berurusan dengan data untuk menarik kesimpulan. Tugas akhir saya pun begitu. Harus mengambil data untuk menarik sebuah kesimpulan atas penelitian yang dilakukan.

Kemudian, apakah data yang diambil tadi memiliki nilai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan? Mungkin penelitian tersebut telah dilakukan dengan metode yang sudah teruji memiliki akurasi yang baik. Oke.

Kemungkinan lainnya, penelitian tersebut sudah divalidasi sebelumnya dengan rujukan dari penelitian sebelumnya. Oke. Namun, kecurigaan saya masih begitu besar terkait sebuah pengambilan data. Apakah itu benar?



Bicara masalah data, kita akan lebih jauh berbicara mengenai sampel. Metode tertentu dilakukan untuk menentukan sampel yang akan kita uji. Baik itu secara kualitatif maupun kuantitatif. Namun, lagi-lagi saya meragukan istilah 'sampel' yang diuji coba. Apalagi jika sampel tersebut adalah human behaviour atau perilaku manusia.

Sebagai contoh sebuah startup atau web company, banyak sekali yang menggunakan data untuk urusan pengambilan keputusan. Data yang diambil bisa perhari, bulan bahkan perjam jika perlu. Kemudian dari data tersebut diolah dan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Baik untuk keperluan desain sebuah situs web maupun pengembangan produk dari perusahaan tersebut.

Saya juga seringkali berdiskusi dengan +uni dzalika  terkait masalah data untuk sebuah blog. Tentang bagaimana sebuah data memengaruhi tulisan yang akan dibuat sampai tulisan apa yang akan dibuat selanjutnya. Hal tersebut dapat dilihat dari berapa lama sebuah halaman dikunjungi, banyaknya jumlah halaman tersebut dikunjunggi hingga seberapa banyak orang yang 'membenci' halaman tersebut.

Dan sekali lagi, data tersebut saya pertanyakan dalam hati. Apakah memiliki akurasi yang cukup tinggi? Bagaimana jika keputusan menulis artikel tersebut salah sehingga performa dari blog atau situs web tersebut menjadi kian menurun?

Sebagai contoh, Paijo sedang berselancar di dunia maya. Kemudian masuk ke dalam sebuah blog dengan judul artikel "Apa yang Bisa Kita Lakukan Ketika Terjebak Macet Saat Mudik?". Karena Paijo sedang browsing di kantor, ia menandai halaman tersebut dan menyimpannya ke dalam aplikasi Pocket atau Instapaper agar bisa dengan mudah dibaca nantinya. Entah itu di kereta dalam perjalanan pulang atau di rumah nantinya.
New Visitor vs Returning Visitor

Dari kasus di atas, durasi Paijo mengunjungi halaman tersebut mungkin hanya sepersekian menit. Saya asumsikan kurang dari satu menit. Apabila kondisi tersebut dialami oleh sebagian besar pengunjung artikel tersebut, masuk-bookmark-keluar. Maka, artikel tersebut akan memiliki average time on page yang sangat rendah. Apakah average time on page tadi dapat mengindikasikan konten tersebut tidak disukai? Belum tentu.

Itu baru bicara masalah durasi yang mungkin saja artikel tersebut memiliki panjang lebih dari 1000 kata. Cukup panjang bukan?


Designing with Data

Kasus yang sama juga dialami oleh desain suatu perangkat yang berinteraksi dengan manusia. Tidak hanya konten website, desain sebuah mobile app juga bergantung dari data yang diambil. Seperti desain sebuah call to action button, entah ingin diberi warna hijau maupun biru yang bisa dilakukan adalah melakukan validasi.

Mobile app design via graphicloads.com


Bisa dengan berbagai macam cara, seperti mewawancarai langsung pengguna web atau mobile app tersebut maupun mengambil kesimpulan dari data yang sudah ada. Mungkin saya adalah orang yang sedikit pro asumsi, dimana ketika banyak orang yang menyarankan untuk menggunakan A/B testing atau menggunakan tools, saya cenderung tidak terlalu memusingkannya.


Bukan berarti saya anti terhadap keputusan berdasarkan data, tapi lebih kepada mengkhawatirkan data yang tidak akurat dan bernilai salah dengan margin kesalahan yang sangat tinggi. Seringnya, saya menggunakan data untuk mendukung asumsi yang saya buat. Sebab, bagi saya, data tidak bisa berbicara dengan nada "Wah ini bagus! Tapi kurang ini deh".

Belum lagi metode pengambilan data yang dilakukan. Apakah data tersebut sudah mencakup seluruh data yang ada? Apakah metode maupun tools tersebut mampu meng-gather seluruh sistem data yang ada atau hanya sebagian kecil saja?

Fluktuasi data yang tidak dapat dihindari


Sebab, segala sesuatu mengalami perubahan setiap waktunya. Kita tidak pernah mendapatkan kondisi yang benar-benar steady. Tentunya sebuah data selalu mengalami fluktuasi, apalagi jika terkait human behaviour, Entah itu kondisi ekonominya, kesukaannya, tren lingkungan sekitarnya dan lain sebagainya. Dan, sebuah pengukuran data hanya bisa mengambil sebagian kecil tren yang terjadi dalam rentang waktu yang cukup sempit dan skala yang dangkal.


Manipulasi Data

Sebuah kumpulan angka dalam variabel rentan sekali untuk dimanipulasi. Baik manipulasi secara langsung terhadap statistik variabel tersebut, maupun manipulasi dengan cara 'mengakali' pengambil data. Sehingga, data yang terambil memiliki nilai yang diharapkan.

Oke, saya akan coba memberi contoh terkait perhitungan Page View sebuah blog maupun website. Untuk menaikkan jumlah Page View sebenarnya cukup mudah, yakni memaksa user atau visitor mengunjungi halaman tersebut berkali-kali. Mungkin kita sudah cukup familiar untuk memblokir akses dari IP milik kita saat membuka halaman blog milik sendiri. Oke, saya setuju jika data yang diambil dari Page View tidak memperhitungkan kunjungan dari pemilik blog tersebut.

Ah Page View! You lie!


Masalahnya, jika kita melakukan total Page View sebuah blog, persebarannya tidak merata. Tidak semua konten blog tersebut memiliki jumlah Page View yang sama. Beberapa artikel memiliki jumlah Page View yang lebih dominan daripada yang lain. Ini disebut konten pilar dari blog tersebut. Namun, jika kita mengklaim blog tersebut memiliki seribu kunjungan per harinya, apakah pantas menyebutkan bahwa blog tersebut memiliki data yang cukup baik.

Jika saya sebagai pengiklan, tentu akan lebih selektif memilih blog untuk dijadikan mitra. Sebab, bisa jadi ia mampu membuat sebuah konten yang bagus namun tidak memiliki kapabilitas untuk menaikkan konten lain, terutama konten bersponsor. Sehingga saya tidak akan berasumsi terhadap data yang ditunjukkan oleh blog tersebut.

Sebaiknya asumsi data dilakukan ketika kita sudah memiliki visi. Selain itu, kita berada ditengah-tengah obsesi data. Hampir seluruh industri selalu mengatakan data ini itu dan menerbitkan infografiknya sendiri. Dan semua hal itu selalu berdasarkan data untuk memberikan asumsi-asumsi. entah itu benar atau salah.

Jawaban dari pertanyaan di atas, "Seberapa penting asumsi data?" sebenarnya cukup sederhana. Jika algoritma ranking di Google dapat dimanipulasi dengan teknik SEO, artinya data dapat dimanipulasi nilai kebenarannya. Hanya saja, mungkin teramat sulit untuk memanipulasi data tersebut.

Kesimpulannya, data bukanlah asumsi yang harus dipercaya tanpa adanya visi. Begitu pula sebaliknya, keduanya dapat saling mendukung untuk dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan.

Good Ideas. Great Stories.

Feel free if you want to send an email to me and ask anything, or just to say hello!

hello@jungjawa.com

Copyright © jungjawa 2022