Archive for Jungjawa.com Januari 2015


Beberapa hari yang lalu atau tepatnya tanggal 21 Januari 2015 saya bersama empat teman saya yang lain telah melakukan pendakian ke puncak Gunung Sindoro. Sebelumnya atau lebih tepatnya tanggal 14 Januari, saya dan teman lainnya mendaki Merapi dengan kabut yang sangat tebal.

Pendakian Sindoro kali ini dilaksanakan pada 20 Januari 2015 dari Solo. Rencananya kami akan mendaki 2S yakni Sindoro dan Sumbing. Namun karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan setelah sampai di Sindoro maka kami memutuskan untuk mendaki Sindoro saja. Sedangkan Sumbing bisa kami daki lain waktu saat cuaca sudah memungkinkan.

Gunung Sindoro merupakan salah satu gunung di Jawa Tengah yang dekat dengan kota Temanggung. Gunung ini memiliki ketinggian 3.150 meter diatas permukaan laut. Gunung Sindoro sendiri memiliki kawah Jalatunda di puncaknya yang masih aktif mengeluarkan asap sulfatara.

Pendakian kami diawali dari perjalanan bus menuju Kledung. Berangkat dari Solo tanggal 20 Januari 2015 melalui terminal Tirtonadi pukul 13.00. Dengan menumpang bus Taruna kami menuju Bawen dengan ongkos Rp. 15.000/orang. Suasana didalam bus cukup nyaman karena cukup senggang. Bus yang kami tumpangi terlalu nyaman sehingga waktu 2,5 jam di bus tidak terasa sudah kami lalui. 

Pukul 15:38 kami tiba di Bawen dan turun mencari bus ke arah Kledung. Untuk sampai ke Kledung kami berganti bus dengan ongkos Rp. 25.000/orang. Lebih mahal daripada perjalanan Solo - Bawen dengan bus yang justru juga lebih bagus. Dan belakangan saya tau kenapa ongkos menuju Kledung lebih mahal.

Bus yang kami tumpangi melewati jalanan perbukitan yang menanjak dan sesekali turun. Dengan disuguhi pemandangan alam bus kami tetap melaju dengan kencang diatas jalan yang memiliki kemiringan yang cukup besar. Sekitar 30 menit dari Bawen hujan mulai turun. Hawa dingin pun mulai terasa saat saya memeriksa ketinggian di 900an mdpl. Pukul 17.00 kami sudah mendekati wilayah Gunung Sumbing dan Sindoro. Namun yang menyapa kami terlebih dahulu adalah Gunung Sumbing sedangkan Sindoro masih malu-malu tertutup awan hujan.

Gunung Sumbing yang menyapa kami tiba di Kledung
Tepat pukul 17.23 kami sampai di desa Kledung, gerbang utama untuk pendakian Gunung Sindoro jalur Kledung. Basecamp sendiri letaknya dipinggir jalan Kledung Pass yang kami lalui, sehingga tidak terlalu jauh untuk beristirahat sejenak.

Hujan yang turun sejak dari Bawen tadi tidak kunjung usai. Akhirnya kami memutuskan untuk istirahat di basecamp dan mendaki keesokan harinya agar tubuh dapat beradaptasi atau bahasa kerennya aklimatisasi.

Pendakian Sindoro jalur Kledung via idiotraveler.blogspot.com 
Keesokan paginya kami bergegas bangun dan solat subuh di Masjid At-Taqwa yang letaknya bersebelahan dengan basecamp. Setelah berdoa dan sedikit briefing kami memulai perjalanan mendaki Sindoro. Keluar dari desa Kledung pukul 05.00 kami menyusuri ladang penduduk dengan ditemani hawa dingin hasil hujan tadi malam. Beruntung hujan sudah berhenti pagi ini walaupun masih menyisakan awan, puncak Sindoro tetap terlihat dengan gagahnya.

Ladang penduduk diantara jalan menuju Pos 1
Setelah 45 menit perjalanan atau lebih tepatnya pukul 05.45 kami tiba di Pos 1. Letaknya di ujung ladang penduduk. Padahal menurut keterangan peta yang kami dapat di basecamp, perjalanan ke Pos 1 kurang lebih ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Keterlaluan cepatnya kami berjalan, mungkin karena hawa dingin yang menusuk sehingga kami berjalan cepat untuk lebih hangat.

Dari Pos 1 (1600 mdpl)  kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2 yang menyusuri hutan dengan vegetasi yang cukup lebat. Sepanjang perjalanan menuju Pos 2 kita akan menyusuri hutan dan melalui tiga jembatan kecil. Dimana jembatan pertama terbuat dari semen dan dua jembatan sesudahnya kita akan menemui jembatan kecil yang terbuat dari bambu. Perjalanan menuju Pos 2 kami tempuh dalam waktu 1 jam.

Lebatnya vegetasi hutan Sindoro

Jalur menuju pos 2
Pukul 06.52 kami tiba di Pos 2 (2120 mdpl) kemudian sarapan dengan roti untuk mengisi energi yang akan kami gunakan menuju Pos 3. Perlu diketahui bahwa perjalanan menuju Pos 3 agak sedikit menanjak dimana Pos 3 adalah setengah perjalanan menuju puncak Sindoro.

Pos 2 berada di ketinggian 2120 mdpl

Jalur mendaki menuju Pos 3
Perjalanan menuju Pos 3 kami mulai pukul 07.10 dari Pos 2. Perbedaan perjalanan dari Pos 1 ke Pos 2 adalah disini jalur menanjak didominasi oleh batu-batuan meskipun vegetasi masih sangat lebat seperti jalur sebelumnya. Sesekali kami beristirahat sekedar menghela nafas dan menikmati Sumbing yang tepat dibelakang kami dan sekedar memandang jauh Merbabu dan Merapi dibelakangnya lagi. Perlu diingat bahwa saat melakukan pendakian jangan istirahat terlalu lama karena tubuh akan mengalami penurunan suhu sehingga rawan kelelahan. Teruslah berjalan perlahan akan lebih baik. Sedapat mungkin mengatur langkah, nafas dan tempo pendakian.

Dibalik rimbunnya hutan. Merbabu - Merapi - Sumbing
Pukul 08:41 kami tiba di Pos 3 dengan disambut sampah yang berserakan dimana-mana. Sungguh tragis memang untuk disaksikan. Banyak pendaki yang lebih menikmati alam daripada merawatnya sehingga enggan untuk membawa turun sampah mereka. Semoga pembaca tulisan ini bukanlah orang yang senang naik gunung dan 'menaikkan' sampah nya pula.

Di Pos 3 (2530 mdpl) kami beristirahat sambil memasak mie instan. Dari Pos 3 kami melihat keatas yang ternyata jalurnya lumayan terjal. Tampak dari kejauhan kami melihat tas keril pendaki yang kami temui kemarin sore di basecamp. Kami pun bersemangat untuk menyusulnya..

Pos 3 berada di ketinggian 2530 mdpl
Pukul 09.00 kami bergegas untuk berkemas dan melanjutkan perjalanan karena udara sudah mulai panas. Dari Pos 3 kita akan masuk ke hutan lamtoro yang menjadi peneduh kami dari sengatan sinar matahari. Setelah 1,5 jam perjalanan vegetasi sudah mulai terbuka dan ini berarti kami sudah melalui hutan lamtoro dan memasuki kawasan Batu Tatah. Kawasan Batu Tatah sendiri merupakan rute terbuka dengan jalur yang melelahkan disertai terpaan angin langsung.

Sekitar pukul 11.00 kami melewati hutan lamtoro setelah Batu Tatah. Dari kejauhan puncak Sumbing sudah mulai gelap dan kabut sudah mulai naik dari Pos 3. Sepertinya akan turun hujan. Dan benar sekali, 15 menit kemudian hujan rintik mulai turun ketika kami memasuki Padang Edelweis yang konon katanya merupakan padang Edelweis terluas di gunung Indonesia.

Puncak Sumbing yang gelap

Kemiringan menuju puncak
Semakin kami naik keatas hujan turun semakin lebat disertai gemuruh petir dan angin yang berhembus kencang. Dengan ponco kami berusaha keras untuk mendaki di kemiringan lebih dari 30 derajat. Disela jalur pendakian kami bertemu dua pendaki wanita yang ternyata tidak kuat untuk naik keatas. Mereka adalah rombongan pendaki yang kami temui di basecamp tadi. Padahal cuaca sangat buruk sedangkan mereka hanya menggunakan ponco sambil menggigil kedinginan, entah mengapa anggota pendaki lainnya meninggalkan mereka. Hal ini tentu sangat berbahaya.

Pukul 12:30 kami sudah berada di ketinggian 3000 mdpl. Berarti tinggal 150meter lagi maka kami akan mencapai puncak. Kami pun bergegas keatas karena hujan yang semakin deras dan jalanan yang semakin licin karena jalur pendakian menjadi jalur aliran air. Sesekali kami berpegangan pada rumput agar dapat naik karena tidak ada rambatan lainnya. Jalur menuju puncak banyak ditemui sisa-sisa kayu yang terbakar yang kemungkinan besar adalah hasil kebakaran maupun pohon yang tersambar petir.

Sekitar 50 meter dari puncak bau belerang sudah dapat kami rasakan terbawa oleh air hujan. Bau belerang terasa seperti bau krupuk atau karak. Dan juga dapat diterjemahkan seperti bau busuk. Tanda alam ketika sudah mendekati puncak adalah jalur bebatuan yang kami lalui sudah berubah menjadi warna kebiru-biruan. Bebatuan ini bukan kedinginan namun warnnya berubah karena terkena sulfur. Tepat pukul 13.15 saya mencapai puncak Sindoro dan langsung mengeluarkan ponsel saya untuk memotret. Namun kondisi lensa yang berembun karena hujan membuat hasil jepretan saya tidak maksimal. Bau gas belerang yang sangat menyengat pun sangat mengkhawatirkan. Tidak sampai 30 detik di puncak Sindoro kami turun lagi, mengingat gas belerang dioksida (SO2) sangat berbahaya jika dihirup melebihi ambang batas karena menyebabkan kematian.

Kami pun bergegas segera turun kebawah karena hujan semakin deras. Hujan menyebabkan jalur menuruni bebatuan semakin licin dan air sudah menggenangi sepatu hingga rain cover keril saya. Dengan sangat berhati-hati kami sampai Pos 3 pukul 15.40 dengan selamat. Hujan sudah reda setibanya kami di Pos 3. Perjalanan turun masih jauh maka kami memutuskan untuk memasak dan ngopi di sini. Saya berganti pakaian dan melepas sepatu, begitu pula dengan beberapa teman saya yang lain.

Sepatu yang basah beserta kaos kakinya dapat menyebabkan kaki kurang optimal dalam melangkah. Saya memutuskan untuk melepas sepatu dan menggunakan sandal jepit serta celana pendek untuk perjalanan gunung. Sebenarnya tidak disarankan menggunakan sandal jepit untuk naik gunung apalagi kondisi basah setelah turun hujan karena jalanan akan semakin licin. Sandal jepit tidak memiliki alur seperti sepatu gunung ya.

#SelfieDulu
Setelah berfoto-foto di Pos 3 kami langsung turun pukul 17.14 karena takut hari sudah mulai gelap saat memasuki hutan nantinya. Kami menapaki jalan turun gunung dengan sangat cepat, tak terasa hanya 1,5 jam kami telah sampai di Pos 1 pukul 18.34 maghrib telah tiba. Semburat sinar matahari di ufuk barat seakan berkata "Pergi gelap. Pulang petang".

Lampu-lampu desa dan bayangan Gunung Sumbing menyambut kepulangan kami. Perjalanan masih dilanjutkan untuk turun ke desa sekitar 1 jam perjalanan santai. Langkah gontai kami akhirnya selesai juga di basecamp Sindoro saat Isya tiba. Sebenarnya ada ojek untuk turun dari Pos 1 dengan ongkos Rp. 15.000/orang untuk yang tidak kuat berjalan lagi.

Di basecamp kami memutuskan untuk pulang ke Solo karena tidak memungkinkan lagi untuk lanjut mendaki Sumbing. Selain tiga dari lima orang memilih untuk tidak mendaki, faktor cuaca dan pakaian yang basah juga kami pertimbangkan. Akhirnya kami pun pulang dengan menunggu bus dari arah Wonosobo menuju Bawen pukul 10 malam.

Bus yang kami tumpangi melaju sangat kencang meninggalkan Kledung dengan ongkos sebesar Rp. 30.000 per orang. Pukul 11 malam kami tiba di Bawen. Perut yang keroncongan membuat kami dengan segera harus menemukan tempat makan. Walhasil kami menemukan warung yang masih buka. Nasi Bebek Goreng kami lahap sampai habis. Nikmat sekali.

Setelah makan, kami menumpang bus jurusan Semarang - Solo untuk kembali pulang kerumah. Dan tepat pukul 1 dini hari kami tiba di terminal Tirtonadi. Alhamdulillah.

Salah satu kekurangan pendakian kali ini menurut saya adalah dari logistik. Walaupun sering makan namun kebutuhan akan asupan kalori masih kurang, sehingga kami mengalami kelelahan saat mendaki. Seharusnya asupan gizi dan kalori sangat diperhitungkan untuk aktifitas berat seperti mendaki gunung. Semoga dapat menjadi pembelajaran #TravelSeries selanjutnya.

#MendakiRinjani2015


Pendakian yang berhasil adalah mendaki dan sampai kembali dirumah dengan selamat
Bawa turun sampahmu atau bawa turun nyawamu!


CATATAN PENDAKIAN:

Akomodasi
13.00 Tirtonadi - Bawen Rp. 15.000/orang
15:30 Bawen - Kledung Rp. 25.000/orang
17:30 Kledung (Basecamp)

Registrasi Pendakian Rp. 5.000/orang

22.00 Kledung-Bawen Rp. 30.000/orang
23.00 Bawen - Tirtonadi Rp. 20.000/orang
-------------------------------------------------------+
TOTAL: Rp. 95.000/orang

Logistik 5 orang pendaki
Mie Instant 10 bungkus
Roti Tawar 2 bungkus
Kopi Sachet 5 bungkus
Margarin
Air Mineral 10 botol @botol 1,5L
Susu coklat 2 bungkus
Nutrijel 1 bungkus
Coklat Coki 10 buah




Selamat datang tahun 2015!

*salim-sungkem-sendiko dawuh*

Akhirnya bisa juga ngeblog dan nulis lagi di jungjawa.com. Beberapa bulan semenjak Oktober saya selalu dikejar-kejar dateline. Apalagi dikejar-kejar @unidzalika.

"Desainnya udah sampe mana?"

"Eeh? Kabarnya BBM turun tuh. Harga minyak dunia lagi turun kayaknya. Apa karena renewable energy udah semakin berkembang ya? Turbin angin misal"

Iya itu Si @unidzalika yang suka banget kirim wasap mirip mama minta pulsa.

Aku bukan Superman.
Karena Superman Is Dead!
Manusia sempurna hanyalah khayalan.
Kita hanyalah manusia anarki yang mencoba menghapus air mata.
Dari setiap langkah dan doa.

"Andaiku malaikat kupotong sayapku dan rasakan perih di dunia bersamamu"
Ihik...

Hla siapa sih yang nggak terenyuh kalo udah ngomongin soal perasaan dan kebersaman. Hajinseng malah dadi curhat ki opooo~

Jadi gini.
Who is +uni dzalika ?

Pacar? Bukan
Temen? Bisa jadi
Kontak wasap? Ada
Pake karet? Iya pedes cabenya dua, bukan cabe-cabean.

Jadi siapakah Uni Dzalika itu? Kalo nggak salah yang punya domain www.unidzalika.com. Terus apakah korelasi dan pengaruh komposisi @unidzalika dan @jungjawa? #BukanJudulSkripsi

Bagi saya Uni itu adalah kakak. Ya, karena saya dapat berbicara apa adanya dan memposisikan dia sebagai orang yang lebih tua dari saya. Uni dapat membimbing saya tanpa harus bersikap menggurui. Tanpa harus berdebat dan tanpa harus memerlukan penjelasan. Tapi kalo Uni lagi sengklek ya kadang pengen saya %#^&% juga jadinya...

Maaf sudah banyak merepotkan.

Dari seorang Uni saya mengenal kreativitas, kreativitas tanpa batas yang harus terus didorong sampai batas yang kita nggak tau dimana batasnya. Push the limit. Tanpa harus munafik bahwa usaha saya juga ikut andil. Mwhehehehe...

Terus kemana saja postingan jungjawa.com selama ini?
Kena badai~

Jadi gini,

Kreatif itu bukan cuman dikepala, tapi eksekusi dalam bentuk nyata - @unidzalika
Kata-katanya~

Bener juga sih. Kreatif itu bukan hanya teori, tapi hasil dan karya nyata. Well, saya juga mengamini quote dari Uni diatas. Salah satunya adalah melalui karya.

Untungnya ada Instagram yang saya pilih menjadi salah satu media publikasi karya yang saya miliki. Sebenarnya banyak media yang lain yang bisa digunakan. Semisal Dribbble, Behance, Deviantart dan lain sebagainya. Karena alasan khusus lah yang membuat saya lebih tertarik pada Instagram.

#dailyinspire #dailyinspiration adalah hestek yang sering gue pake.
Cie promosi...

Kok nggak di blog?
Saya memiliki alasan tersendiri karena blog bukanlah ajang untuk meletakan seluruh karya yang sudah saya buat. Hanya yang terpilihlah yang pantas dan relevan untuk dipajang. Lagian dengan adanya Instagram, saya juga bisa tetap Stay Creative sesuai judul postingan ini.

Di tahun 2015 ini harus lebih kreatif. Karena bagi saya ada tiga aspek dimana seorang manusia akan memiliki nilai lebih daripada kompetitornya.

Kreatif. Sistematis. Kritis.

Untuk 2015 saya akan mencoba lebih kreatif.

Kemudian parameter tercapainya tujuan? Memiliki klien tetap. Karena itu nggak mudah. Saya harus berjibaku dengan yang lainnya. Dan yang pasti puncak terjal hanya akan dapat didaki dengan langkah awal dan langkah kecil yang menyertainya.

Tidak terasa sudah 1,5 tahun saya ngeblog di jungjawa.com. Semoga rasa cinta didunia desain terus menginspirasi dan...

Stay Creative.


Kenapa saya suka mendaki? Karena ini olahraga tanpa gelar juara - @arinakw

Begitulah sedikit gambaran aktifitas mendaki gunung. Bukan untuk pencarian gelar maupun bersaing dengan kompetitor. Namun lebih bagaimana kita melakukan perjalanan mengenal diri sendiri hingga mengendalikan emosi.

Rabu, 14 Januari 2015 kami yang berjumlah enam orang melakukan pendakian Gunung Merapi melalui jalur New Selo, Boyolali. Untuk mencapai basecamp cukup menggunakan sepeda motor yang kami awali sehari sebelumnya dari Solo.

Sepanjang perjalanan menuju Selo kami ditemani hujan yang cukup deras. Bahkan hingga pukul 9 malam sesampainya kami di Barameru (basecamp pendakian Merapi) hujan pun tak kunjung usai. Niat awal melakukan pendakian malam kami urungkan dan bermalam di basecamp untuk mendaki keesokan harinya.

Di basecamp Barameru kami tidak sendirian. Ada dua kelompok pendaki lainnya dimana kelompok yang satu terdiri dari pria semua dan telah turun dari Merbabu dengan kondisi kehujanan. Dapat dilihat di basecamp penuh dengan jemuran tas dan pakaian basah mereka. Kemudian kelompok yang lain terdapat wanita di kelompoknya. Mereka ternyata sudah turun dari puncak dan akan segera menuju Jogja. Malam itu kami akhiri dengan makan nasi telur terlebih dahulu dan kemudian tidur.

Keesokan harinya setelah sholat subuh, kami bergegas untuk mendaki. Namun sebelum mendaki kami registrasi terlebih dahulu di basecamp Barameru dengan biaya registrasi sebesar Rp. 15.000/orang. Setelah itu kami berangkat untuk melakukan pendakian dengan diawali doa pada pukul 5 pagi.

Dari basecamp Barameru kami menyusuri jalan beraspal untuk mencapai New Solo yang ditandai dengan tulisan New Selo seperti Holywood diatas bukit. Disini juga terdapat joglo yang merupakan bangunan terakhir sebelum kita memasuki hutan. Disini terdapat warung yang buka dari pagi sampai sore hari, jadi kita dapat ngopi-ngopi dulu disini. Jika memandang kedepan kita dapat melihat dengan gagahnya gunung Merbabu.

Perjalanan dari New Selo menuju Pos 1 akan melalui ladang penduduk disebelah kanan kita dan jurang disebelah kiri. Kemiringan jalur ini cukup membuang energi diawal-awal pendakian jika kita mendaki terlalu cepat. Usahakan mendaki perlahan dan anggap saja ini adalah pemanasan, jadi tidak perlu tergesa-gesa. Sesekali kami mendengar kicauan burung dipagi hari saat mendaki, menambah suasana alam yang asri meskipun mendung tak kunjung pergi.

Melewati ladang penduduk
Baru beranjak dari ladang penduduk sekitar 15 menit, gerimis romantis menyertai kami. Bergegas kami semua mengeluarkan ponco agar basah oleh gerimis. Perjalanan dilanjutkan dengan sangat hati-hati karena selain hujan, angin juga bertiup dengan kencang. Sekitar pukul 7 pagi kami sampai di Shelter 1 ditandai dengan adanya gapura selamat datang. Saya tidak sempat mendokumentasikannya karena hujan cukup menyulitkan kamera saya.

Trek menuju Pos 1 mendaki tanpa ampun!
Dari Shelter kami mulai melewati jalur yang lebih terjal dengan bebatuan diantaranya. Tidak ada bonus jalur landai disini, namun hanya tanjakan-tanjakan yang seolah tidak ada habisnya yang akan kita temui. Sekitar satu jam perjalanan kami mencapai Pos 1 dengan ditandai adanya gubuk yang bisa kita gunakan untuk beristirahat. Namun sayang, vandalisme mendominasi gubuk ini.

Vandalisme, kreativitas salah tempat!

Berbicara dengan penduduk setempat di Pos 1
Di Pos 1 kami melepas lelah sembari menikmati udara sejuk karena hujan telah berhenti. Sambil sarapan pagi dengan roti tawar, kami mendokumentasikan pemandangan di Pos 1 ini.

Pendakian menuju Pos 2 kami mulai pukul 9 pagi dengan dikelilingi cuaca yang berawan. Jalur menuju Pos 2 berubah menjadi jalur bebatuan tanpa tanah seperti jalur sebelumnya. Jika ada kesempatan melihat Merbabu, saya menoleh kebelakang untuk melihatnya walaupun harus tersamarkan oleh bayang-bayang awan yang menyelimuti Puncak Triangulasi.

Sesekali kami menemui beberapa pendaki yang sedang turun dari puncak. Sedikit tegur sapa dan menanyakan kondisi diatas sebagai percakapan kecil disela-sela jalur mendaki. Kata mereka kondisi diatas sangat berkabut dan waspada badai. Seperti yang saya duga karena awan hitam menutupi puncak Merapi dari kejauhan.

Sampai akhirnya kami menemui pendaki lain yang sedang berkemas untuk turun dan ternyata itu adalah Pos 2 yang berada dekat dengan Watu Gajah, sebuah batu besar yang pertanda Pasar Bubrah sudah dekat. Disekitar Pos 2 kami mendirikan tenda dan memasak mie instan. Kondisi sekitar Pos 2 hingga keatas tertutup kabut yang sangat tebal, jarak pandang hanya sekitar 7 meter. Awalnya kami berniat membuka tenda di Pasar Bubrah, namun mengingat kondisi angin yang berhembus kencang kami mengurunkan niat untuk itu.

Selfie ceria!

Berbagi kebahagiaan dengan penduduk setempat

Apaan tuh dibelakang!!??

Setelah makan dan beristirahat, kami mendaki menuju Pasar Bubrah pukul 12 siang. Dari 6 orang hanya 5 orang yang mendaki menuju Pasar Bubrah karena salah seorang teman saya lebih memilih untuk beristirahat di tenda dan menjaga tenda.

Sepanjang jalur menuju Pasar Bubrah kami hanya menemui batu dan kerikil. Tidak ada tanah disini. Angin bertiup sangat kencang sehingga kami harus berhati-hati untuk berjalan. Salah sedikit kami bisa terjatuh ke jurang yang menganga di kanan kiri kami.

Pukul 12.30 kami sudah mencapai Pasar Bubrah. Ditandai dengan batu-batu yang berserakan dimana-mana. Di Pasar Bubrah terdapat alat pendeteksi gempa dan Stasiun Seismik pemantau aktivitas Gunung Merapi. Bagi pendaki yang naik tidak disarankan mendekati alat pemantau maupun stasiun apalagi merusaknya mengingat begitu pentingnya peralatan ini untuk pemantauan aktifitas Merapi.

Vandalisme. Lagi dan lagi!

Tebalnya kabut

Istirahat di Watu Gajah
Di Pasar Bubrah kami hanya sebentar dan berkeliling disekitar Stasiun Seismik mengingat kabut yang sangat tebal hingga puncak Merapi pun tak terlihat. Niatan untuk pergi kepuncak pun kami urungkan karena sangat berbahaya. Jika salah langkah maka kami tidak akan bisa pulang dan tersesat.

Pukul 13.00 kami pun meninggalkan Pasar Bubrah dengan hati-hati karena kabut semakin tebal saja. Apalagi jalan menurun menuntut kami untuk lebih waspada. Disini kami banyak menjumpai Cantigi. Cantigi sendiri adalah tanaman yang hanya tumbuh di gunung pada ketinggian antara 1500 mdpl hingga 2400 mdpl. Nama lain dari Cantigi adalah Vaccinium varingiaefolium yang memiliki daun cantik berwarna merah bersinar. Cantigi kalah populer daripada Edelweis yang didapuk sebagai bunga abadi pujaan pendaki gunung.

Cantigi. Cantik bukan?

Jangan diterawang, nanti ketahuan buat siapa.

Cantigi
Setengah jam kemudian kami sudah mencapai tenda dan mulai berkemas untuk turun ke basecamp Barameru. Kami harus bergegas karena udara sudah semakin dingin dan kemungkinan akan teradi badai mengingat angin bertiup sangat kencang dan membekukan udara disekitar pakaian kami.

Perjalanan turun kami lalui dengan sangat cepat. Hanya perlu waktu 3 jam untuk turun dari Pos 2 menuju basecamp. Setelah istirahat dibasecamp dan berkemas ulang kami langsung turun melanjutkan perjalanan ke Solo mengingat batas waktu peminjaman tenda sudah lewat dari waktu yang ditentukan.

#TravelSeries yang menakjubkan mengingat seminggu setelah ini kami akan menyambangi Sindoro. Semoga diberi kelancaran dan kemudahan.

Dokumentasi lagi... dengan penduduk setempat


Catatan Logistik:
Jumlah Pendaki: 6 orang
Mie Instant 12 bungkus
Roti tawar 2 bungkus
Selai Kacang
Roti basah 2 bungkus
Kopi sachet 8 bungkus
Susu kental manis 3 bungkus
Nutrijel
Air Mineral 12 botol @botol 1,5L
Nasi Bungkus 6 bungkus

Ingat: jangan mengambil apapun kecuali gambar, jangan meninggalkan apapun kecuali jejak, jangan membakar apapun kecuali semangat dan jangan membunuh apapun kecuali waktu.


Good Ideas. Great Stories.

Feel free if you want to send an email to me and ask anything, or just to say hello!

hello@jungjawa.com

Copyright © jungjawa 2022