Whatever You Think, Think Out of The Box
Berpikir out of the box artinya ialah berpikir yang keluar dari kotak. Maksudnya bukan berdiam diri sambil berpikir berjam-jam di dalam sebuah kotak—biasanya kardus atau lemari juga boleh—,terus setelah 2 jam akhirnya keluar dari kardus itu karena bisa menghasilkan ide-ide kreatif. Bukan.
Jadi gini, bagaimana kita berpikir yang keluar dari sebuah kotak. Menjadi tidak seperti biasanya. Memiliki pemikiran yang berbeda seperti kebanyakan orang—in the box.
Orang yang berpikiran in the box tidak suka dengan hal yang aneh-aneh. Mereka lebih suka menjadi pengiku dan enggan menciptakan sesuatu yang baru. Pokoknya monoton deh.
Baca juga: 5 Tips dari Arie Je Tentang Creative Thinking
Nah, out of the box itu sebaliknya dari itu. Bahkan terkadang suka dikatain orang gila. Inget kasus Wright bersaudara yang punya ide bagaimana manusia bisa terbang? Sekarang ide gila itu malah menjadi transportasi bagi para manusia. Ya, sekarang kita menyebutnya pesawat atau kapal terbang.
Kalo nggak ngerti juga. Ya, mending gue curhat aja deh. Gue punya sebuah pengalaman mengenai pemikiran out of the box.
***
Waktu itu, di saat mata perkuliahan Manajemen Pemasaran, dosen gue bertanya kepada para mahasiswanya, “Bagaimana cara menjual tempe di sebuah wilayah yang orang-orangnya nggak suka atau alergi dengan kedelai?”
Suasana mendadak hening.
Tak lama setelah itu, akhirnya ada yang menjawab,
“Lah, belagu amat itu orang, Pak. Masa nggak suka sama kedelai. Saya aja doyan banget sama tahu-tempe.”
Yak, si Agus (nama disamarkan) memang tidak pernah benar kalau menjawab.
Seisi kelas pun banyak yang tertawa.
Sang dosen hanya tersenyum, lalu berkata, “Nggak ada yang bisa jawab, nih?”
Arif—yang duduk sebelah gue—dengan santainya langsung mengangkat tangan kanan gue.
“Ya, kamu yang angkat tangan di belakang sana,” kata Dosen sambil menunjuk gue.
Teman-teman yang lain langsung memandangi gue. Gue grogi mampus.
Aduh, jawab apaan nih gue. Kacau.
Saking bingungnya, mulut gue pun terbuka, “Saya mau ke toilet, Pak. Hehehe.”
“Jangan bercanda kamu!” omelnya. “Sudah cukup si Agus yang menjawab ngawur. Kamu jangan ikut-ikutan.”
Astagfirullah. Kenapa giliran gue malah apes banget? Batin gue.
“Iya, maaf, Pak,” kata gue, sambil mencoba berpikir beberapa hal yang terkait dengan tempe atau kedelai.
Dosen dan teman-teman mulai melihat gue dengan tatapan yang tidak biasa. Mereka sepertinya masih menunggu jawaban dari gue.
“Hm...,” kata gue sok mau jawab sambil memikirkan jawabannya. “Kalo emang nggak suka tempe, kenapa nggak mencoba menawarkan mereka dalam bentuk susu kedelai aja, Pak?” lanjut gue sotoy.
“Yak! Tepat sekali. Dengan menjadikannya sebuah susu, orang-orang yang tadinya berpikir kalo kedelai itu tidak enak malah akan menyukainya.”
Nggak nyangka, gue yang hanya inget akan sebuah momen pas SD sering banget jajan susu kedelai bisa jawab bener gitu. Hehe.
“Itu adalah salah satu contoh berpikir out of the box, bagaimana kita berpikir di luar kebiasaan kita. Berpikir hal-hal yang tidak biasa dipikirkan orang lain. Jika kalian ingin menjadi seorang manajer pemasaran, maka kalian haruslah memiliki pemikiran yang seperti ini. Mempunyai ide-ide kreatif dan berpikir out of the box,” jelasnya.
Kemudian dosen itu memberikan contoh-contoh yang lain.
Jadi, ada sebuah perusahaan sisir yang berniat membuka outlet baru di wilayah shaolin (mayoritas botak-botak). Owner perusahaan tersebut pun menugaskan 3 orang manajer pemasaran untuk survey. Di mana mereka harus menjual 100 sisir dalam sebulan. Apakah ada peluang di sana?
Setelah seminggu kemudian.
Si A langsung protes, “Maaf, Pak. Saya nggak bisa menjualnya lebih dari satu. Di perguruan shaolin itu. Murid-muridnya botak semua, Pak. Saya nyerah. Tidak akan laku jika membuka outlet di sana.”
Ternyata si A hanya laku sebuah sisir. Itu pun sang Master (guru) yang membelinya. Karena cuma dia yang rambutnya gondrong.
“Lalu, kamu menyerah untuk tugas ini?” tanya Direktur. “Bukannya ada juga penduduk yang tinggal di sekitar perguruan shaolin?”
“Iya, ada. Saya juga sudah berusaha untuk menawarkannya, tetapi tetap saja tidak ada yang mau beli. Saya mundur dari tugas ini.”
A telah gagal.
Setelah itu si B mencoba menawarkan ke Master (lagi), tapi ia tidak mau karena sudah membelinya dari A. Ia mencoba menjualnya ke beberapa penduduk. Alhamdulillah laku, meskipun sedikit. Ia hanya dapat menjualnya 5 biji. Itu pun karena telah memberikan diskon dan promosi “Beli 3 gratis 1”.
B sangat putus asa dan segera kembali.
B juga gagal.
Si C pun kembali seperti A dan B. Namun, si C kembali dengan kabar gembira. Dalam seminggu saja, C dapat menjual 100 sisir.
Direktur kemudian bertanya, “Bagaimana kamu bisa menjualnya? Si A hanya laku sebuah, si B pun hanya 5. Kok, kamu bisa sebanyak itu? Ini belum ada sebulan malah.”
C pun menjelaskan kalau ia mencoba berpikir kreatif out of the box. Si C tidak menjual sisir untuk menyisir rambut. Melainkan sebagai cendera mata. Di mana si C membuat kerja sama kepada Master, yaitu meminta tanda tangannya di sisir. Lalu, ia menjualnya kepada beberapa murid di perguruan itu, penduduk setempat, dan tentunya para wisatawan.
“Sebuah cendera mata yang berupa sisir. Sisir ini telah ditandatangai seorang Master dari perguruan shaolin.”
Dalam sekejap, sisir itu pun laku keras.
Orang-orang biasa pasti selalu berpikir kalau sisir itu gunanya hanya untuk menyisir rambut. Padahal bisa saja untuk menggaruk, atau ya seperti cerita barusan, untuk cendera mata.
Itulah beberapa contoh berpikir out of the box. Kreativitas itu sangat penting. Tanpa pikiran kreatif, dunia ini tidak akan berwarna. Hidup juga akan menjadi sangat biasa saja.
Zaman sudah canggih, teknologi pun semakin berkembang. Hampir setiap orang sudah melek internet, apalagi sekarang media sosia jugal tambah banyak. Iya, sebuah media sosial pun bisa dijadikan peluang.
Menurut gue, Indonesia masih membutuhkan banyak orang yang berpikiran out of the box.
Buktinya, Bena dan teman-teman berhasil menjadikan Instagram menjadi sangat booming dengan video-video kreatifnya; baik itu video komedi, stop motion, musik, dan lain-lain.
Di mana sekarang banyak yang ikut-ikutan berkarya lewat video yang hanya berdurasi 15 detik itu. Dalam waktu yang sangat terbatas, kita juga bisa menyampaikan sebuah gagasan atau ide lewat video singkat.
Baca juga: Jangan Pernah Males Baca Buku Kalo Pengen Kreatif!
Twitter pun begitu, membuat orang-orang menyampaikan gagasannya—biasanya kutipan dan jokes—walaupun cuma 140 karakter.
Yuk, mari berpikir kreatif. Sudahkah kamu menjadi orang yang berpikiran out of the box? Kalau belum, tunggu apalagi? Menjadi biasa-biasa saja itu membosankan. Jadilah orang yang menarik.
Asyek.
Yak, si Agus (nama disamarkan) memang tidak pernah benar kalau menjawab.
Seisi kelas pun banyak yang tertawa.
Sang dosen hanya tersenyum, lalu berkata, “Nggak ada yang bisa jawab, nih?”
Arif—yang duduk sebelah gue—dengan santainya langsung mengangkat tangan kanan gue.
“Ya, kamu yang angkat tangan di belakang sana,” kata Dosen sambil menunjuk gue.
Teman-teman yang lain langsung memandangi gue. Gue grogi mampus.
Aduh, jawab apaan nih gue. Kacau.
Saking bingungnya, mulut gue pun terbuka, “Saya mau ke toilet, Pak. Hehehe.”
“Jangan bercanda kamu!” omelnya. “Sudah cukup si Agus yang menjawab ngawur. Kamu jangan ikut-ikutan.”
Astagfirullah. Kenapa giliran gue malah apes banget? Batin gue.
“Iya, maaf, Pak,” kata gue, sambil mencoba berpikir beberapa hal yang terkait dengan tempe atau kedelai.
Dosen dan teman-teman mulai melihat gue dengan tatapan yang tidak biasa. Mereka sepertinya masih menunggu jawaban dari gue.
“Hm...,” kata gue sok mau jawab sambil memikirkan jawabannya. “Kalo emang nggak suka tempe, kenapa nggak mencoba menawarkan mereka dalam bentuk susu kedelai aja, Pak?” lanjut gue sotoy.
“Yak! Tepat sekali. Dengan menjadikannya sebuah susu, orang-orang yang tadinya berpikir kalo kedelai itu tidak enak malah akan menyukainya.”
Nggak nyangka, gue yang hanya inget akan sebuah momen pas SD sering banget jajan susu kedelai bisa jawab bener gitu. Hehe.
“Itu adalah salah satu contoh berpikir out of the box, bagaimana kita berpikir di luar kebiasaan kita. Berpikir hal-hal yang tidak biasa dipikirkan orang lain. Jika kalian ingin menjadi seorang manajer pemasaran, maka kalian haruslah memiliki pemikiran yang seperti ini. Mempunyai ide-ide kreatif dan berpikir out of the box,” jelasnya.
Kemudian dosen itu memberikan contoh-contoh yang lain.
Jadi, ada sebuah perusahaan sisir yang berniat membuka outlet baru di wilayah shaolin (mayoritas botak-botak). Owner perusahaan tersebut pun menugaskan 3 orang manajer pemasaran untuk survey. Di mana mereka harus menjual 100 sisir dalam sebulan. Apakah ada peluang di sana?
Shaolin! - via pixabay.com |
Setelah seminggu kemudian.
Si A langsung protes, “Maaf, Pak. Saya nggak bisa menjualnya lebih dari satu. Di perguruan shaolin itu. Murid-muridnya botak semua, Pak. Saya nyerah. Tidak akan laku jika membuka outlet di sana.”
Ternyata si A hanya laku sebuah sisir. Itu pun sang Master (guru) yang membelinya. Karena cuma dia yang rambutnya gondrong.
“Lalu, kamu menyerah untuk tugas ini?” tanya Direktur. “Bukannya ada juga penduduk yang tinggal di sekitar perguruan shaolin?”
“Iya, ada. Saya juga sudah berusaha untuk menawarkannya, tetapi tetap saja tidak ada yang mau beli. Saya mundur dari tugas ini.”
A telah gagal.
***
Setelah itu si B mencoba menawarkan ke Master (lagi), tapi ia tidak mau karena sudah membelinya dari A. Ia mencoba menjualnya ke beberapa penduduk. Alhamdulillah laku, meskipun sedikit. Ia hanya dapat menjualnya 5 biji. Itu pun karena telah memberikan diskon dan promosi “Beli 3 gratis 1”.
B sangat putus asa dan segera kembali.
B juga gagal.
***
Si C pun kembali seperti A dan B. Namun, si C kembali dengan kabar gembira. Dalam seminggu saja, C dapat menjual 100 sisir.
Direktur kemudian bertanya, “Bagaimana kamu bisa menjualnya? Si A hanya laku sebuah, si B pun hanya 5. Kok, kamu bisa sebanyak itu? Ini belum ada sebulan malah.”
C pun menjelaskan kalau ia mencoba berpikir kreatif out of the box. Si C tidak menjual sisir untuk menyisir rambut. Melainkan sebagai cendera mata. Di mana si C membuat kerja sama kepada Master, yaitu meminta tanda tangannya di sisir. Lalu, ia menjualnya kepada beberapa murid di perguruan itu, penduduk setempat, dan tentunya para wisatawan.
“Sebuah cendera mata yang berupa sisir. Sisir ini telah ditandatangai seorang Master dari perguruan shaolin.”
Dalam sekejap, sisir itu pun laku keras.
Orang-orang biasa pasti selalu berpikir kalau sisir itu gunanya hanya untuk menyisir rambut. Padahal bisa saja untuk menggaruk, atau ya seperti cerita barusan, untuk cendera mata.
***
Itulah beberapa contoh berpikir out of the box. Kreativitas itu sangat penting. Tanpa pikiran kreatif, dunia ini tidak akan berwarna. Hidup juga akan menjadi sangat biasa saja.
Zaman sudah canggih, teknologi pun semakin berkembang. Hampir setiap orang sudah melek internet, apalagi sekarang media sosia jugal tambah banyak. Iya, sebuah media sosial pun bisa dijadikan peluang.
Menurut gue, Indonesia masih membutuhkan banyak orang yang berpikiran out of the box.
Buktinya, Bena dan teman-teman berhasil menjadikan Instagram menjadi sangat booming dengan video-video kreatifnya; baik itu video komedi, stop motion, musik, dan lain-lain.
Di mana sekarang banyak yang ikut-ikutan berkarya lewat video yang hanya berdurasi 15 detik itu. Dalam waktu yang sangat terbatas, kita juga bisa menyampaikan sebuah gagasan atau ide lewat video singkat.
Baca juga: Jangan Pernah Males Baca Buku Kalo Pengen Kreatif!
Twitter pun begitu, membuat orang-orang menyampaikan gagasannya—biasanya kutipan dan jokes—walaupun cuma 140 karakter.
Yuk, mari berpikir kreatif. Sudahkah kamu menjadi orang yang berpikiran out of the box? Kalau belum, tunggu apalagi? Menjadi biasa-biasa saja itu membosankan. Jadilah orang yang menarik.
Asyek.
Image credit: pixabay.com
Tentang penulis
+Yoga Akbar Sholihin . Mahasiswa jurusan Manajemen Pemasaran yang masih sulit me-manage waktu dan belum bisa memasarkan dirinya sendiri. Ah! Just contact me at @yoggaas on Twitter or visit my blog.
Guest post adalah artikel yang ditulis oleh kontributor jungjawa.com. Bulan September ini jungjawa.com bakalan ngebahas tentang Creative Thingking. Pengen ikutan bikin guest post juga? Prove your existence and send your email to hello@jungjawa.com with subject [Guest Post]_Judul Post_Author. Good luck!
Benar banget, dengan bahan baku yang sama, tapi pemikiran dan kreasi yang beda membuat sesuatu yang biasa menjadi "wah", Cara-cara seperti itu yang banyak orang tidak mengerti :-)
BalasHapusIya mas, kek yang dibilang ma orang-orang. Kreasinya yang beda kalo dari hal-hal sederhana yang gak kepikiran.
HapusWah, tulisannya kok mirip tulisan gue? (asli ini komen gue apa banget)
BalasHapusLebih sadis lagi, kalo kata temen gue nggak perlu pake kotak-kotakan. Jadi bisa berpikir sebebas-bebasnya. Kayaknya sama aja sama di luar kotak, ya? Di luar kotak juga bebas. :/
Komen apa banget dah yog. Hahaha
HapusTapi kadang gini, kalo emang orang udah berpikir di luar kotak terus tetep gak bisa lebih baik, apakah mungkin yang salah itu kotaknya?
Insppiratip tulisannya,, apalagi yg tentang sisir di shaoin itu,, keren gann
BalasHapusMampir ke blog gue xapinos.blogspot.com
Iyanih, Yoga yang nulis bagus banget.
HapusIya bener. Tetapi kadang kepentok sama budget. #eh
BalasHapusBener banget tuh, sepakat. Dengan berpikir di luar kotak akan membuat daya ungkit hidup semakin cepat dan tinggi. Saya pernah menulis artikel sejenis, bisa diakses via www.anwariz.com Terimakasih atas pencerahannya.
BalasHapus