Catatan Tentang Bitcoin (Bagian 1: Uang)

Photo by Karolina Grabowska

Saya menulis artikel ini bukan sebagai referensi investasi atau pun spekulasi harga untuk mengambil keuntungan berlebih. Menulis digital aset justru bagus dilakukan pada kondisi bear market seperti sekarang. Bear market adalah kondisi dimana harga aset sedang turun.
Catatan ini saya tulis setelah hampir 4 tahun (sejak 2018) mempelajari dan menggunakan aset digital ini yang akan menjadi landasan revolusi keuangan.

Bagaimana jika digaji menggunakan Bitcoin?

Mengapa revolusi keuangan? Karena sistem keuangan yang sekarang itu rusak. Uang yang ada sekarang adalah uang fiat, bukan uang jaminan dengan aset lain seperti emas.

Lantas, mengapa uang kertas sekarang tidak berlandaskan emas? Apakah uang kertas pernah berlandaskan emas? Jika pernah emas menjadi jaminan uang kertas, mengapa kemudian dilepaskan jaminannya?

Nah, untuk menjawab itu semua kita harus membahas banyak hal. Seperti sejarah uang, tentang uang sebagai penyimpan nilai (Store of Value), uang sebagai alat tukar (Medium of Exchange), dan uang sebagai satuan hitung (Unit of Account).

Uang fiat yang sekarang itu gagal untuk memenuhi syarat tersebut. Sehingga, pada prakteknya di kenyataan, uang fiat terus menerus mengalami pergeseran makna dan nilai, sehingga semakin menjauhi sifat dasar uang.

Mengapa bisa demikian? Jika pernah menonton Money Heist, akan jauh lebih mudah menjelaskannya. Apa yang terjadi di dalam serial Netflix tersebut adalah kenyataan, terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Saya bukan membahas perampokan bank dan penculikan sandera-nya loh ya. Namun lebih kepada isi dari serial tersebut.

Print saja semua uang itu, seperti bank sentral via filmdaily.co

El Professor menunjukkan bahwa pemerintah dapat mencetak uang dengan mudah seperti apa yang mereka lakukan. Perbedaannya adalah, jika dilakukan oleh pemerintah, maka tindakan tersebut legal.

Namun, jika bukan dilakukan oleh lembaga yang memiliki otoritas seperti bank sentral, maka merupakan tindakan ilegal.

Sekilas tampak tidak ada yang salah jika bank sentral menginstruksikan perusahaan percetakan uang untuk mencetak uang. Tetapi, justru inilah sumber masalahnya.

Sejarah Uang

Uang menjadi sejarah panjang dan sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setelah membaca beberapa buku seperti Bitcoin Standard karya Saifedean Ammous, saya banyak menemukan kenyataan bahwa hal-hal yang selama ini terlihat benar, ternyata salah. Sudah tidak sesuai dengan sifat-sifat uang.

The Bitcoin Standard: The Decentralized Alternative to Central Banking via crypto.news

Manusia memenuhi kebutuhan moneternya untuk pertama kali dengan sistem barter. Walaupun secara catatan sejarah sulit untuk membuktikan bahwa sistem barter adalah cikal bakal keuangan modern seperti saat ini.

Anggap saja jika pertama kali manusia melakukan barter, sistem ini sepertinya lumayan berjalan cukup baik jika dilakukan dalam komunitas kecil dalam kelompok. Bertambahnya jumlah manusia dan variasi kebutuhan yang berbeda menjadikan sistem barter adalah opsi yang semakin sulit dilakukan.

Sistem barter memiliki kesulitan untuk mencari manusia dengan kebutuhan yang pas dan sama. Jika saya hanya membutuhkan 1 kilogram daging sapi dan bersedia menukarkannya dengan 1 kursi, maka si pemilik sapi harus menyembelih sapinya terlebih dahulu untuk saya dan menunggu orang lain untuk menukarkan daging sisanya.

Tentu daging akan membusuk sebelum menemukan orang yang mau melakukan barter dengan barang yang sesuai. Apakah menukarkan 1 kursi dengan 1 sapi menjadi logis untuk si pemilik sapi? Belum tentu. Sulit.

Hal ini menyebabkan manusia semakin mencari cara untuk menganggap benda lain lebih berharga. Mulai dari batu-batuan kecil, kerikil, kerang, daun, tulang belulang binatang, gigi dan lain sebagainya. Namun, semua hal tersebut juga menimbulkan masalah karena kualitasnya yang tidak sama rata dan cara mendapatkannya mudah.

Ayo kumpulkan kerang sebagai alat tukar via Photo by Anthony from Pexels

Kemudian manusia pada era logam menemukan hal-hal seperti besi, perunggu, dan akhirnya emas yang dapat dibentuk menjadi pecahan-pecahan kecil. Inilah yang digunakan oleh manusia pada 3.000 tahun yang lalu.

Adanya emas sebenarnya sudah memecahkan masalah uang untuk kondisi saat itu walaupun belum sempurna. Karena jika menggunakan emas, kita masih kesulitan untuk menukarkannya hingga unit terkecil dan kemudahan membawanya kemana-mana tidak sederhana seperti uang kertas sekarang.

Gagasan untuk menggunakan emas justru dalam catatan sejarah dilakukan oleh dinasti Song di China. Mereka menyebutnya dengan jiaozi sebagai bukti kepemilikan emas dalam bentuk catatan kertas pada abad ke 10 Masehi. Kemudian sistem ini yang menghasilkan uang kertas dengan perbandingan 1:1 dengan emas yang disimpan.

Sejak saat itu, uang kertas adalah bukti kepemilikan emas dibaliknya sebagai jaminan. Jika kita memiliki 100.000, maka dibaliknya memiliki nilai emas yang sama dan dapat ditukarkan dengan emas fisiknya.

Hingga pada akhirnya adanya Perang Dunia Kedua dan Perjanjian Bretton Woods pada 1944, Amerika dengan dollar USD menggantikan emas sebagai patokan mata uang negara lain.

Gambaran sederhana dari Perjanjian Bretton Woods via bullionbypost.co.uk

Alasan ini dilakukan dengan aturan bahwa percetakan USD akan dijaminkan dengan emas pada kenyataannya. Masalahnya, perjanjian ini membuat negara lain tidak menggunakan emas sebagai jaminannya, melainkan USD dengan anggapan bahwa USD dijamin dengan emas.

Tentu, jika terjadi pergolakan ekonomi di Amerika akan berpengaruh terhadap kebijakan negara lain karena mereka menyimpan mata uang nasional dengan menjaminkannya pada USD.

Sampai pada akhirnya peristiwa Nixon Shock terjadi di tahun 1971 karena presiden Amerika saat itu, Richard Nixon melepaskan jaminan standar emas untuk dollar.

Alasannya adalah cadangan emas tidak dapat memenuhi jumlah transaksi lagi. Sedangkan percetakan uang selanjutnya diatur dengan kebijakan dari bank sentral atau The FED (Federal Reserve).

Tentu hal ini mengakibatkan gejolak ekonomi yang sangat besar untuk sistem keuangan global. Negara lain secara tidak langsung dapat mengalami kebangkrutan jika sistem kebijakan moneter yang dilakukan oleh The FED sangat agresif.

Mengapa? Karena negara-negara tersebut telah menyimpan cadangan mata uang mereka dalam bentuk dollar. Sejak saat itulah uang kertas yang kita kenal disebut dengan uang fiat, dalam bahasa Latin yang artinya ‘biarlah terjadi’.

Apakah Indonesia menggunakan sistem fiat dalam penerbitan uangnya? Jawaban yang mungkin kita semua inginkan adalah tidak, namun kenyataannya adalah iya. Indonesia mencetak uang tidak dengan jaminan aset, namun kepada kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dengan memperhatikan situasi ekonomi negara.

Sebenarnya tujuannya mulia, namun penjelasannya tidak sederhana karena pencetakan uang fiat memiliki isu kepercayaan seperti yang dijelaskan oleh El Professor. Bagaimana kita percaya kepada kebijakan bank sentral jika pemangku kebijakan politik adalah orang yang korup.

Hasilnya bisa terjadi seperti krisis moneter 1998  di Indonesia karena sistem kebijakan bank sentral yang lemah. Bahkan fakta paling jelas adalah kebangkrutan karena krisis KPR di Amerika untuk pasar perumahan pada tahun 2008.

Apakah harus masih percaya kepada kebijakan bank sentral? Apakah tidak ada solusi moneter yang lain.

Mungkin jawaban singkat saya adalah, Bitcoin. Pada tahun 2018, saat saya sedikit mempelajari Bitcoin pada level harga $15.000 dan hanya melihatnya sebagai potensi kenaikan harga terhadap fiat. Sebelumnya saya hanya bermodal membaca artikel dan tulisan baik oleh penulis luar atau orang Indonesia, seperti Andrew Ryan Sinaga di Medium pada 2017.

Belum mengenal tujuan utama diciptakan Bitcoin oleh Satoshi Nakamoto. Belum banyak mengenal kerusakan yang diakibatkan oleh uang fiat. Namun, justru saya semakin mempelajarinya.

"The problem with fiat money is that it rewards the minority that can handle money, but fools the generation that has worked and saved money." - John Adam Smith, filsuf berkebangsaan Skotlandia yang menjadi pelopor ilmu ekonomi modern.
Menjadi Bitcoin Maximalist (menganggap aset terbaik hanyalah Bitcoin) bukanlah perjalanan yang singkat. Mulai dari melihat-lihat Bitcoin yang dulu pada tahun 2010 sampai 2012 belum begitu bernilai (ya sudah bernilai tapi masih diremehkan) karena sama seperti mainan software dalam game.

Lebih berharga sebuah arcana Dota 2 daripada menggunakan Bitcoin sebagai sebuah aset via Merah Putih

Perjalanan panjang yang melalui proses naik turun mencoba berbagai hal. Mulai dari hal-hal kecil dan beberapa yang harus dibayar mahal hanya untuk mempelajari Bitcoin.

Sama seperti perjalanan mata uang, ada yang harus ditukarkan untuk mencari mata uang ideal. Hingga pada akhirnya saya memiliki keyakinan bahwa Bitcoin adalah hard money, bukan easy money.

Secara aset saya juga menyatakan bahwa Bitcoin jauh lebih berharga daripada emas, sehingga ia dapat dianalogikan sebagai digital gold.

Bagaimana Bitcoin bekerja, mengapa ia dapat menggantikan emas sebagai penyimpan nilai, menentang sistem fiat yang rusak dan lain sebagainya, akan coba saya bahas di tulisan selanjutnya. See you!

Jangan percaya, tapi lakukan verifikasi. Selamat belajar.

***

Indeks artikel terkait Bitcoin:
- Catatan Tentang Bitcoin (Bagian 1: Uang) artikel yang saat ini Anda baca

Komentar

Popular Post

Yuk Kenalan dengan Berbagai Jenis Power Plant yang Ada di Indonesia

Pengalaman Pengembalian Dana (Refund) Tiket Pesawat di Traveloka

LOGO BARU PIZZA HUT